img Suamiku Selingkuh Dengan Pembantu  /  Bab 3 Minggu-minggu setelah kepergian Bu Tari | 60.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 3 Minggu-minggu setelah kepergian Bu Tari

Jumlah Kata:2160    |    Dirilis Pada: 22/06/2025

dingin. Setiap sudut seolah menyimpan gema pertengkaran mereka, bisikan pengkhianatan yang tak termaafkan. Sarapan pagi yang dulu selalu dihidangkan dengan rapi oleh Maya, kini terasa hamb

seperti kerikil, kopi ya

an tampak kabur, presentasi di hadapan klien terasa seperti gumaman tak berarti. Pikirannya terus-menerus kembali pada Bu Tari dan anak-anaknya, lalu beralih

yi-bayinya atau mengobrol ringan dengan Bu Tari. Kini, sofa itu kosong, mainan-mainan bayi teronggok di sudut, seolah mengejek kesendiriannya

on maaf, menjelaskan bahwa ia "khilaf" dan berjanji akan "memperbaiki semuanya." Namun, balasan yang ia dapatkan hanyalah keheningan. Terkadang, ia mencoba menelepon orang

ri perbuatanmu. Putriku terluka parah

, mulai terkikis. Bisikan-bisikan tentang "masalah keluarga" di kalangan rekan bisnisnya semakin santer terdengar. Beberapa proyek penting tiba-tiba tertunda, dan ada beber

itahu Bu Tari. Maya, yang masih syok dan ketakutan, hanya bisa meminta maaf berulang kali, mengatakan bahwa ia "tidak sengaja" dan "terlalu

setiap bulan untuk kebutuhan mereka, bahkan menambah jumlahnya sedikit untuk biaya perawat dan pengobatan kondisi khusus bayi itu. Sesekali, dengan menyamar dan

an, nama yang diberikan Maya untuk putranya. Rian adalah nama yang sederhana, mungkin nama yang dipilih Maya sendiri, jauh dari nama-nama mewah yang ia siapka

akan teringat kata-kata pedas Bu Tari: "Anak yang cacat!" Ia membenci kata-kata itu, namun ia tidak

ara dengannya. "Pak Hadit... saya tahu saya salah. Saya tahu saya su

bayi sendirian. Ada kerutan di sudut matanya, bekas tangisan yang tak terhitung jumlahnya. Peso

tanya Pak

ngakuan," Maya berbisik, suaranya tercekat. "Saya tahu in

depan publik, di depan keluarganya, di depan dunia bisnisnya. Itu berarti kehancuran total bagi reput

Hadit tegas. "Aku tidak bisa. Ja

i, P

dah memberikan kalian tempat tinggal. Apa lagi yang ka

ab dengan suara lemah. "Dia membutuh

kan mengurus pendidikan dan kehidupannya. Tapi bukan sebagai

li mengalir. "Jadi... kami ak

Ia tidak bisa kehilangan segalanya. Atau setidaknya, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa Bu

aran kata-katanya. "Jika semua ini terungkap, hidup kalian juga tidak akan tenang. Aku akan dicemooh, dan kalian... ka

Hadit merasa jijik pada dirinya sendiri. Ia adalah seorang pengecut. Ia telah berbuat dosa, dan k

langkah drastis. Ia mencoba menelepon Bu Tari lagi. Kali in

ng tuanya. Aku akan datang ke rumah orang tuamu besok. Kita harus bicara. Jika kau tidak mau bi

atas anak-anaknya secara hukum, meskipun ia tahu ia berada di posisi yang sangat lemah.

a, melainkan dengan pesan singkat: "Datanglah. Aku a

elegaan. Setidaknya, ada cela

as rapi, mencoba menampilkan citra pria yang menyesal namun masih berwibawa. Namun, saat ia melangkah ma

enyiratkan kesedihan. Dan Bu Tari, ia duduk di ruang tamu, dengan Bu Tari di sampingnya. Ia tampak kurus, ma

pengasuh di ruangan terpisah. Pak Hadit bisa mendengar gu

it," kata Bu Tar

nmu, Tari," jawab Pak H

ngapa kau membohongiku? Mengapa kau menghasilkan anak dari

aku khilaf. Aku tidak tahu apa yang merasukiku

akan mengembalikan harga diriku, Hadit. Tidak akan menghapus

semua kemarahanmu," kata Pak Hadit. "Tapi... bisakah kita memi

ya, seolah mencari kekuatan. Ayahnya menganggu

ku tidak bisa hidup tanpamu. Aku tahu anak-anak butuh ayah. Tapi aku

a secercah harapan di matanya. "Sy

Tidak ada lagi kontak, tidak ada lagi pertemuan, tidak ada

a itu. Bagaimana dengan Rian? Ia tidak bisa begitu saja memutuskan hubung

anmu kepadaku. Semua detailnya. Aku ingin tahu segalanya. Dari awal sampai

emua detail yang memuakkan itu adalah siksaan. Tapi ia tahu, ji

Hadit. "Aku akan c

tetap ada. Jadi, kau harus hidup dengan rasa bersalahmu. Kau harus menebusnya seumur hidupmu. Dan kau ha

"Aku bersumpah, Tari. Aku akan lakukan sem

jenak, menatap Pak Hadit dengan tatapan y

ar kencang. Ini dia. Ini

saha keras untuk tetap tegas. "Aku tidak ingin dia menjadi bagian dari keluarga ini. Dia a

amun ia mengerti. Bagaimana mungkin Bu Tari bisa menerima

an dia, Tari?" tanya Pa

u tidak peduli. Selama dia tidak muncul di hadapanku, dan tidak men

rna bersama Bu Tari dan anak-anaknya, namun dengan syarat harus menyingkirkan Rian, anaknya sendiri. Atau tetap mempertahank

Lalu ia membayangkan wajah Rian, bayi tak berdosa yang lahir ke dunia karena kesalaha

adalah pondasi hidupnya, ibu dari anak-anaknya yang

rat dalam hidupnya. Ia tidak punya pilihan. Untuk mendapatkan

namun ia mengatakannya dengan tegas. "Aku akan pas

i kebohongan di matanya. Namun, ia tidak menem

Tapi ingat, Hadit, satu kesalahan lagi, satu kebohongan lagi, dan se

yinya kembali memenuhi setiap sudut. Bu Tari tampak lelah, namun ia berusaha untuk kuat. Mereka mulai menjalani keh

bagaimana mungkin ia bisa menelantarkan darah dagingnya sendiri? Bayangan wajah Rian, matanya yang sedikit juling, tanda lahir di pipinya, terus menghantuinya. Apakah ia a

elah kembali, perjuangan Pak Hadit untuk menemukan kedamaian sejati belumlah berakhir. Ke

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY