img Suamiku Selingkuh Dengan Pembantu  /  Bab 4 Kembalinya Bu Tari | 80.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 4 Kembalinya Bu Tari

Jumlah Kata:2488    |    Dirilis Pada: 22/06/2025

tumpukan janji yang belum teruji dan sebuah luka menganga yang belum sembuh. Rumah itu, yang semula hampa, kini memang kembali dipenuhi suara tawa rian

suatu yang jarang ia lakukan sebelumnya. Ia bahkan tak lagi menyentuh ponselnya di meja makan, mencoba memberikan perhatian penuh pada istri dan anak-anaknya. Setiap

perannya sebagai nyonya rumah. Ia berbicara kepada Pak Hadit seperlunya, tanpa nada emosi, tanpa tatapan mata yang dalam. Sentuhan fisik nyaris tak ada; pelukan Pak Hadit akan dibalas dengan kekakuan, ciuman di kening akan

dalah satu-satunya kontak yang ia izinkan. Ia bahkan menyewa seorang pengacara untuk membuat kesepakatan tertulis dengan Maya, sebuah perjanjian yang secara hukum mengatur bahwa Maya tidak akan pernah menuntut pen

idupannya demi menjaga ilusi kesempurnaan di mata masyarakat. Ia tahu itu kejam, namun ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah sat

caraan mereka. Namun, setiap kali ia melihat Pak Hadit melamun, atau tatapan kosong di matanya, ia tahu bahwa bayangan itu

ri yang sedang membaca buku di ranjang. Ia duduk di sebelahnya, mencoba mera

dit, suaranya penuh keputusasaan. "Aku sudah melakukan semua yang kau minta.

it, memaafkan itu bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Bukan sesuatu y

erti ini, Tari," desah Pak Hadit.

enganku yang setiap hari harus hidup dengan kenyataan bahwa suamiku, ayah dari anak-an

benar. Ia telah menghancurkan kebah

i sini, demi anak-anak. Aku akan menjalankan peranku. Tapi jangan harap aku akan me

cara fisik, namun hatinya masih jauh. Ia kini hidup dalam sebuah sandiwara, sebuah rumah ta

it kembali aktif di dunia bisnis, proyek-proyeknya berjalan lancar, dan ia bahkan menerima penghargaan sebagai "Pengusaha Teladan." Bu Tari, dengan kecantikannya yang tak luntur,

ing, menampilkan citra suami setia yang mencintai keluarganya. Tetapi di malam hari, ketika semua topeng terlepas, ia akan kembali dihantui oleh bayangan-bayangan. Ba

kirim. Ia tahu itu adalah satu-satunya cara ia bisa memastikan Rian hidup layak, tanpa harus mengakui keb

isnis ke luar kota, ia menerima sebuah panggilan telep

itu terdengar parau, teren

jak berbulan-bulan yang lalu. "Ada apa, Maya? Bukankah kita sudah sepakat u

penting sekali," Maya terbatuk.

Kenapa? Ada apa dengan Rian?" Suara dinginnya

ng menyebar. Dia butuh penanganan serius, operasi segera. Biayanya... biayanya sanga

berada. Untungnya, kota itu tidak terlalu jauh dari tempat ia sedang melakukan perjalanan bisnis. Tanpa berpikir panjang, P

Wajah Maya terlihat sangat kacau, matanya sembab, rambutnya acak-acakan. Ia sama sekali tidak terlihat sepe

ya?" tanya Pak Hadi

it saja, dia bisa..." Maya tak sanggup

aring lemah di ranjang, tubuh mungilnya dipenuhi selang dan alat-alat medis. Wajahnya pucat, bibirnya mem

an, kini membuncah dengan kekuatan penuh. Ia telah menelantarkan anak ini. Ia telah mengo

a, air mata mengalir di pipinya untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Air mata yang tulus, buka

tan dan operasi. Selama beberapa hari berikutnya, ia tidak pergi ke mana-mana. Ia tetap berada di rumah sakit, menunggu di luar ruang ICU, sesekali masuk untuk melihat kondisi Rian. Maya juga selalu berada di

yang pernah ia lakukan seumur hidupnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, jika Ria

berhasil melewati masa kritis. Perlahan, demamnya turun, dan alat-alat medis satu per s

biasa, diikuti dengan tekad baru. Ia tidak bisa lagi lari

rawatan biasa, Pak Hadit duduk di samping Maya.

. "Aku sudah memikirkannya. Aku tidak bisa membiarkan Rian

ngan tatapan bingu

Pak Hadit. "Aku akan mengakui d

aget. "Tapi... bagaima

ya. "Aku tahu ini akan sangat berat. Aku tahu dia mungkin tidak akan memaafkanku lagi. Tapi aku tidak bisa terus-meneru

ata mulai mengalir di pipinya. Ai

galanya. Mungkin Bu Tari akan benar-benar meninggalkanku. Mungkin reputasiku akan hancur. Tapi ak

gan hati yang bercampur aduk. Rasa takut akan kemarahan Bu Tari dan kehancuran yang mun

jah datar. "Dari mana saja kau, Hadit? Teleponku tidak

dalam. "Aku... aku harus menga

nya curiga. "Ap

i aku tidak bisa lagi merahasiakan ini." Pak Hadit menceritakan tentang kondisi Rian, tentang bagaimana

hnya pucat pasi, matanya membelalak kaget. Ia tidak menangis, tid

ik, suaranya nyaris tak terdengar

ari penuh penyesalan. "Aku harus, Tari. Di

"Tadi kau berjanji padaku. Kau bilang akan memutuskan semua hubungan. K

gi," kata Pak Hadit. "Tapi aku tidak bisa melihat anakku menderita, anakku se

ng yang menjijikkan. "Jadi kau memilih dia? Kau memilih wanita

ku mencintai Arjuna dan Saraswati. Tapi aku juga punya tanggung jawab

n bukan air mata kesedihan, melainkan kemarahan yang membara. "Kau adalah

isteris Bu Tari terdengar dari dalam kamar, memilukan. Pak Hadit hanya bisa berdiri di sana, di

membujuknya, meminta maaf, menjelaskan alasannya, namun Bu Tari tidak

endengar suara mobil dari luar. Ia melihat ke jendela dan melihat mobil orang tua Bu

?" tanya Ayah Bu Ta

a untuk mengakui Rian, dan tentang reaksi Bu Tari. Ayah Bu Tari hanya mendeng

natapnya tajam. "Kau sudah berjanji padaku, Hadit. K

aku salah," kata Pak H

hanya mengkhianati putriku, kau juga menghancurkan harga dirinya

u kamar Bu Tari, menggedor

ri keluar dengan wajah sembab dan mata mera

kepada putrinya. "Kau tidak perlu la

tidak melihat ke arah

ri, jangan! Jangan p

k-anak, menggendong Arjuna dan Saraswati, yang bingung dengan suasana

, Tari!" Pak Hadit berter

nggir, Hadit. Kau sudah menghancurkan

dan sorot mata dingin Bu Tari yang penuh kebencian, membuatnya tak berdaya. Ia hany

ka kembali. Ia telah memilih jalannya sendiri, sebuah jalan yang dipenuhi konsekuensi pahit dari perbuatannya. Kebahagiaan sejati kini te

ngan yang Anda harapkan? Atau ada d

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY