i yang melelahkan, ia kembali ke kamar suite yang mewah di Valmere Grand Hotel. Kamar itu begitu besar dan mewah, namun terasa sepe
nis namun tatapan dingin, telah menyerahkannya padanya di kamar ganti. "Tuan Sterling menyarankan ini, Nyonya," ucap asisten itu, seolah piyama itu adalah bagian dari kontrak yang tak terucapkan. Lysandra tahu apa maksudnya. Ini adalah malam pertama mereka, dan ia diharapkan untu
yu, dan senyum yang ia pamerkan sepanjang hari telah luntur sepenuhnya, digantikan oleh ekspresi ketakutan dan kegelisahan. Ia mena
tahu siapa yang masuk. Aroma maskulin yang tajam, perpaduan cologne mahal dan bau kh
dan tampak jauh lebih sederhana. Matanya menyapu ruangan, berhenti sejenak pada sosok Lysandra yang duduk di tepi ranjang. Senyum tipis, nyaris tak
gancam. "Sudah siap, Nyonya Sterling?" suaranya rendah, nyar
mosi, tapi hanya menemukan kehampaan yang dingin. "Aku... aku sudah di sini," jawab Lysandra pel
it tersentak. Tapi Arthur hanya menyentuh dagunya, mengangkat wajah Lysandra agar menatapnya lebih jela
ra, meskipun ia tahu b
menoleh ke meja samping ranjang, di mana teronggok sebotol anggur
digerakkan oleh benang tak terlihat, tanpa kehendak sendiri. Arthur menuangkan anggur ke dalam dru," ucap Arthur, m
cairan dingin menyentuh bibirnya. Arthur, di sisi lain, menenggak habis minumannya dalam satu tegukan, la
yang bekerja di dalam dirinya. Lysandra bertanya-tanya, apakah ini bagian dari rit
p Lysandra, matanya kini tampak lebih gelap, lebih intens. "Orang tuamu sudah memberitahum
sa malu dan kemarahan bercampur a
a sekali tidak tulus. "Bagus. Jadi tid
gejutkan. Lysandra tak sempat bereaksi. Ia terhuyung, tubuhnya oleng, dan sedetik kemudian, ia sudah jatuh te
mbunyi. Ia merangkak di atas tubuh Lysandra, memenjarakannya di antara lenga
gnya, tetapi Arthur terlalu kuat. Ia menciumnya seolah ingin mengambil sesuatu, bukan memberi. Ciuman itu turun ke leher Lysandra, meninggalkan jejak kemerah
yama satin yang tipis itu dengan sekali sentak. Kain itu koyak di bagian depan, memperlihatkan tubuh Lysandra yang kini telanjanri, menghisap salah satu puting Lysandra dengan rakus, seperti bayi yang kelaparan. Lidahnya yang kasar menyapu, menghisap, dan menarik, membuat Lysandra ta
uar seperti bisikan yang nyaris tak terdengar
ir putingnya dengan gerakan memabukkan. Ia terus menyesap, sesekali menggigit kecil, membuat Ly
Mata gelapnya menatap area intim Lysandra dengan intensitas yang tak bisa dijelaskan. Lysandra merasa wajahnya memerah padam. Aroma
bagian dalam Lysandra, merayap perlahan ke atas. Lysandra terkesiap, tubuhny
a merinding. Ia merasakan lidah Arthur membelai klitorisnya, sebuah sen
. Sensasi itu terlalu intens, terlalu baru, terlalu memalukan. Ia
menghisap, dan sesekali menggigit kecil. Lysandra tidak bisa menahan desahannya lagi. Suara-suara kec
nya, namun suaranya terlalu lemah, d
sa bertahan. Jilatannya semakin dalam, semakin memabukkan. Lysandra bisa merasakan
. Ia menatap Lysandra, matanya menyala-nyala. "Kau
alanya dengan lemah, air mata mengali
Ia memasukkan jari telunjuknya ke dalam lubang vagina Lysandra. Lysandra menjerit kecil, tubuhnya
ysandra, mencengkeram erat lengan Arth
usaha melonggarkan, membuat lubang. Lysandra terus menjerit dan merintih, air mata membanjiri wa
r, suaranya serak karena gairah. Ia me
. Rasa takut yang nyata mencengkeramnya. Bagaimana mungkin benda sebesa
ina Lysandra. Lysandra menjerit, mencengkeram erat seprai kasur hingga buku-buku jarinya mem
teriak Lysandra, air mata me
penuh perjuangan. Ia mendorong lagi, keras dan tanpa ampun. Lysandra merasakan sesuatu
alam tubuh Lysandra. Desahan panjang dan dalam lolos d
dipenuhi kenikmatan. Ia diam sejenak, membiarkan tubuhn
it itu luar biasa, mencengkeram seluruh sarafnya. Ia merasa kokin cepat, semakin kuat. Setiap dorongan adalah siksaan bagi Lys
." Lysandra terengah-engah, suaranya sera
in berat, menikmati setiap reaksi dari Lysandra. Ia terus bergerak, ritmis, tak peduli d
nuh, menghantam tubuh Lysandra berulang kali. Ranjang berderit seiring dengan ritme gairah Arthur. Des
aranya menggema di ruangan. Tubuhnya menegang
n spermanya menyembur deras ke dalam rahim Lysandra. Ia terengah-en
, kosong, dan kotor. Malam pertama yang seharusnya sakral telah berubah menjadi mimpi buruk yang merenggut se
i kembali diselimuti ketidakpedulian yang dingin. Ia meraih handuk dari samping ranjang dan mengelap tubuhnya sendiri ta
inya itu. Ini baru permulaan. Ia tahu ini baru permulaan dari neraka yang akan ia jalani. Pernikahan ini,