seluruh tabungan keluargaku. Mereka kemudian menjebakku sebagai biang
a, memaksaku menandatangani pengakuan palsu. Dia mengancam
rhenti di situ. Jihan menyombongkan diri, mengungkapkan warna asli Darma: aku hanyalah "alat yang ber
kami bagi-semuanya bohong. Aku ditinggalkan tanpa apa-apa sel
rongku ke dalam api? Aku dihadapkan pada pilihan: menyerah pada keputusasaan atau melawan. Aku memil
a
Prameswari, sahabatku sejak kecil, telah melenyapkan seluruh tabung
yang memohon padaku untuk bergabung dengan perusahaannya. Sekarang, dialah dalang di balik kehancuranku. Dia d
tas meja kecil. Sebuah pengakuan yan
dan tenang. Dia dengan santai memutar-mutar sebuah kartu p
ang di samping kami. Desis ritmis mesin oksigen ad
ngangkat kartu itu, "ibumu akan kehilangan tanggungannya.
alau aku tidak tanda tangan... kamu benar-benar agalanya bagiku, Anya. Aku memercayaimu dengan perusahaanku, deng
. Dada ibuku terangkat dengan napas putus asa. Darma seperti
malapetaka yang lembut dan stabil. "Empat pul
a kami begitu berbeda. Aku adalah seorang analis keuangan yang merangkak naik melalui kerja keras
uku. "Anya," katanya, matanya penuh dengan apa yang kukira adalah keyakinan tulus padaku, "Aku
mberikan pidato utama di sebuah acara industri besar. Aku dibiarkan berdiri di atas panggung di depan ratusan orang, dipermalukan, sementara
hingga para petugas kebersihan mulai mematikan lampu malam itu. Dia tida
karierku, sebuah kesepakatan yang telah kukerjakan selama setahun. Lalu, sebuah tel
api klien yang marah sendirian. Kemudian, aku melihatnya di lobi, dengan lembut mem
, untuk memperjuangkanku. Seka
mataku, menelusuri jejak p
ci kamu,
as kertas, noda hitam di masa depanku. Aku melemparkan dokumen itu ke meja dandak ada benci tanpa cinta, Anya," katanya, suaranya tanpa emosi. "Aku tahu kamu masih meng
dalam tujuh hari. Kali ini, aku akan pastikan kamu
pe
pahit di ruangan steril itu. Puj
i di atas layar. Aku menelepon Fandi Husain,
ilang kondisi Ibu bisa ditangani lebih baik di luar n