nampar pelan kaca jendela ruang kerja Rafka di lantai 35 gedung perkantoran pusat kota. Dari tempatnya duduk, ia

yang harus ia siapkan. Pikirannya sibuk memutar ulang potongan gambar: Nayla tertawa kecil dalam sebuah foto, rambutnya digelung longgar, bib

did di acara pameran seni. Rafka menemukannya secara tidak sengaja ketika sedang scroll

a tidak ia lihat. Kilau hidup. Kilau yang dulu selalu menyala u

k merger sudah ditunggu," suara

ngkat tanpa menoleh

bagian dirinya yang paling rapuh. Ia pernah merasa punya Nayla seutuhnya, seperti seseorang yang merasa memiliki matahari hanya k

-

ala tanpa suara, hanya menjadi cahaya latar di ruang yang sepi. Di meja, ada laptop terbuka menampilkan draf arti

a, tapi kamu lebih menarik dar

a misi, hanya strategi-umpan untuk membuat Rafka merasakan sedikit dari racun yang selama ini ia telan. Tapi kenapa dada in

udian, pintu utama terbuka, dan Rafka masuk-lebih awal dari

atanya, seperti le

rus di mana?" Nay

, menatap Nayla seolah sedang memeriksa sesuat

Nayla men

lam. Kamu bahkan hampir tidak pernah menungguku pulang." Nada suaranya ter

ahu. "Dulu kamu ju

asaran, dan kedipan matanya membocorkan r

" katanya akhirnya, suara melem

itu. Ada begitu banyak hal yang ingin ia lemparkan-foto perselingkuhan, pesan-pesan me

pelan, nyaris seperti bisikan. "Selama k

u ia berdiri, berjalan ke samping Nayla, dan meraih tangannya.

rnih dan hangat-menyeruak begitu kuat, membuat dadanya nyeri. Tapi lalu ia mengingat tangan lain: tangan perempua

dut bibir membentuk senyum sam

bahan. Ia menunduk, mencium tangan Nayla, lalu memeluknya

-

ra sosial. Ia mengirimkan bunga ke ruang kerjanya, mengajaknya makan malam mendadak di restoran yang dulu mereka datangi saat masih pacaran. Ia

baik: ini bukan cinta, ini **ketakutan.** Rafka merasakan posisinya terancam, dan seperti semua pria y

natapnya dengan mata penuh cinta palsu, ia membayangkan pria itu memeluk perempuan lain di

-

ngin malam meniup rambut Nayla pelan saat ia menatap kota yang tak pernah tidur itu. Rafka menyesa

?" Nayla

o, atau bahkan Ubud. Aku akan atur semua. Aku

lalu tersenyum manis.

ari Nayla di atas meja. Tapi Nayla hanya membiarkannya, senyum

n perempuan itu tetap di orbitnya, tetap menjadi satelit yang mengelilingi matahari bernama Rafka Dirgantara. Tapi Nayla bukan satelit lag

a diam-diam membuka ponselnya di bawah meja, memb

pat, ada pertunjukan teater Jumat ma

ekah tipis, nyar

nya pada Rafka.

annya, satu suar

akan menja