seperti retakan kaca yang tak terbendung. Suara ayahnya barusan tel
yah sekarang," suara itu terdengar berat, tertekan. "Tapi
an kening, hatiny
ng aku alami sekarang?" ucapnya hampir berteriak, mem
... semuan
tegas. Tak ada keraguan bahwa dia memantau
akukan sekarang. Jika waktunya tiba... Ayah akan kembali. Dan sem
ingin memercayainya. Ingin sekali. Tapi luka itu
berseru, "Tunggu! Ayah! Benarkah Ayah menggelapkan uang perusahaan? Benarkah se
en
ada s
menaha
ih terdengar sebelum
aaf
... Tu
ntam jantungnya. Aurora menatap layar ponsel dengan gemetar. Ia mencoba menelp
nda tuju sedan
a patah, sebelum akhirnya menurunk
an orang asing yang lalu-lalang, Aurora terisak dalam diam, memeluk tasnya erat-erat seolah itu sat
*
ah, wajahnya gelap, matanya masih sembab namun dipenuhi bara. Setibanya di depan ruang
Rafael sedang ada tamu. Kau
li. Ia mendorong pintu i
AFA
bersama dua orang klien berjas
an saya. Saya akan menyelesaikan ini sebentar." Dengan cepat, dia meraih lengan Aurora dan men
darurat dan membawa gadis itu ke atap gedung. Begitu berada
kir karena aku sedikit lunak, kau bisa see
ar. Nafasnya membu
ua kekuasaan yang kamu pegang... apa sesul
nya menyipit curiga. "
berhasil mencarinya!" Aurora tidak menjawab pertan
ora kuat, tubuh gadis itu sedikit tergun
ras. "Dia menelponku pagi ini! Tapi sekarang nomornya tida
nya perlahan mengendur, lal
nomornya," k
ang tidak bis
Rafael, suaranya tajam dan tegas
dengan tangan gemetar, Aurora membuka ponselnya dan menunjukkan nomor itu. Rafael melihatnya sejena
lagi. Sekali saja kau mempermalukanku di depan orang penting, aku pasti
r dari bibirnya. Dengan amarah yang tertahan
bergerak, bibirnya bisu. Ada ribuan kata ingin ia lontarkan, namun semua terta
langkah cepat dan berat. Emosinya masih membara, namun wajahnya teta
uarkan ponsel. Jemarinya lincah menekan nomor k
ucap Rafael tegas, tanpa basa-basi lalu menyeb
kin dia berusaha menyamarkan jejak, tapi aku
suara lawan bicaranya kembali terdengar, lebi
cukup gila untuk menghubungi putrinya, d
meng
ambungan
*
rlihat jelas di wajahnya yang pucat. Meski ia berusaha menegakkan bahu dan memasang wajah seolah semuany
ng berani menegurnya atas
mbuat semua terdiam. Bukan karena matanya yang sembab, tapi karena semua orang tahu... d
ka ia menyadari bisikan-bisikan lirih
-teriak, loh... d
? Beneran b
berdiri untuk menghalanginy
mungkin orang biasa bisa seenakn
. Kayak abis ri
eka memang punya
engar, hingga tiba-tiba Rafael yang berjalan melewati ruangan mereka melirik sekilas ke
ambu