Tring
ka, napasnya terengah karena kaget. Dengan cepat ia meraba ponsel di samping bantal, mematikann
, langsung melompat t
r sewa yang kemarin. Ia mengganti piyamanya dengan cepat, mengenakan seragam pelayan yang diberik
. Satu set wafel hangat tersusun di piring, dilengkapi sirup maple dan potongan buah. Ia menyeduh kopi hitam sesuai permintaan Rafael. S
lorong panjang menuju kamar Rafael. Tangannya sempat ragu
tok
samar, ia mendengar suara air dari kamar mandi. D
tanya perlahan, berharap
ntung rapi, sepatu-sepatu kulit mahal berjajar di rak seperti pameran butik. Jam-jam ta
-benar perfeksion
emilih mana yang cocok untuk hari ini, tiba-
ali memili
badan refleks dan la
akan handuk yang melilit di pinggangnya. Butiran air masih menetes dari rambut
nya tersangkut pada tepi karpet. Ia hampir ter
etik, tubuh Aurora m
tung keduanya berdebar beg
air dari kamar mandi yang mas
yum miring. "Kau sed
memerah. "Jangan mimpi!" serunya, m
ia kenakan. "Seragam itu sangat cocok untukmu. Aku
kan jas pilihan ke arah Rafael. "Pakai ini.
u secepat mungkin, tak ingin jantungnya yan
el tersenyum de
*
ra sol sepatunya menggema di ruang makan yang masih sepi pagi itu. Aroma wafel
an. Rambutnya diikat kuda, dan sepatu kerja sudah menempel di kakinya. Di depannya, sepotong wafel setengah habi
fael langsu
pakaian sebelum tugasmu selesai?"
tanya menatap Rafael dengan ketegasan yang tak goyah. "Kalau
enaikkan alis. "Kau bangun satu
suka dipermalukan seperti itu, ia memilih diam, menunduk se
, puas karena Auror
i di sisi pintu belakang. Rafael membuka pintu, hendak masuk. Tapi langkahnya terhenti saat me
n Rafae
ng kau lakukan?
cepat. "Berang
a kecil penuh ejekan. "Naik mo
"Memangnya kenapa? Aku hampir
adi asistenku juga di kantor. Dua puluh empat ja
asnya erat, lalu mendesah tajam.
ecuali kau mau
ikit keras. Rafael pun naik ke kursi belakang, menyandarkan diri
urora," katanya datar, sebelu
enatap tajam ke arah mobil yang menjauh, lalu cepat-cepat ia
sway yang melaju cepat dan terkadang mengerem mendadak. Ia terjepit di antara puluhan penumpang lainnya yang tampa
berdering nyaring. Ia buru-buru merogohnya, dan
ring keras itu mulai membuat orang-orang di sekitarnya menoleh dengan
menggeser ikon hijau dan me
ucapnya
ara mesin dan rem bus y
menyebut namanya dengan
rora
pegangan satunya hampir terlepas dari besi di atas kepala. Su
Ay
beradaannya, tapi Aurora sendiri seolah ter
Aku tak punya banyak waktu, tapi aku harus
an kaca. Suara ayahnya mengoyak luka lama yang sudah lama ia ku
ng?" tanyanya lirih, hampir tak
ambun