am dalam bayang sore. Hening bengkel Galang tiba-tiba pecah oleh dering pon
an gesit. "Hallo, Mas, lagi rame ngga?" suara Gaby memecah
tapannya mengguratkan rasa pen
pi, Dek.
"Bisa tolong anterin Amel ke kampus?
ang tak terlihat. "Kenapa kamu gak yang antar langsung?" tan
ab Gaby, nada suaranya seperti terjeba
irannya mulai berputar. "Aku bis
ahan di udara. "Dia malu-malu minta diteman
ranya penuh kepastian. "Oke
ia membuka pintu kamar dengan gegabah-dan dunia seolah tersedak saat matanya mena
pat ke dalam kamar mandi, meninggalkan Galang yang ter
ang, dadanya terasa sesak saat pandang
n takut, "Ohh tidak..." pikirnya, berusa
bibir Amel, penuh ke
ilangan kontrol. Tubuhnya kaku, sementara pikirannya berputar
i canggung, na
suaranya bergetar, seolah suara itu sendi
a, nggak apa-apa, Kak." Galang menelan luda
nya dengan suara nyaris ragu, be
penuh perhitungan, sebelum akhi
mengungkapkan keberanian kecil yang baru ia temukan. Sejenak, ruang itu
pesonanya. "Bisa," suaranya tercekat, nyaris bergetar, tatapannya mencuri pandang ke arah Amel yang masi
k keras menahan gelombang perasaan yang ingin saja mengacaukan semuanya. D
justru menyelipkan kekhawatiran yang tajam
n di situ, dek.
a hampir lenyap dalam kerendaha
Amel yang gemetar dan kepala yang tertunduk memperkuat suasana canggung yang menyesak di antara m
**
mel pamit, sementara Gal
di dada sambil menatap sekeliling kampus yang ramai.
saat melihat Galang, "Kamu kok di sini?" tanyanya dengan nada
embunyikan rasa tidak nyaman yang mulai muncul, "Emangnya ngga b
g membagi sebuah rahasia. Melisa tampaknya berbisik sesuatu yang cukup m
berambut panjang itu, matanya melebar s
ang dulu pernah dekat dengannya, kini berdiri di hadapannya dengan ekspresi yang sulit dia baca. Atmos
menggoda, ia mengucapkan kalimat yang terasa seperti jarum menusuk ke hati Galang, "Katanya sih udah nikah, sama tan
luluhlantakkan semua keangkuhan yang terpancar dari diri wanita itu. Dengan suara yang terkendali namun penuh kekesalan, ia balas menyer
paling pada sahabatnya, mengabaikan Galang yang masih terpaku di tempat, dan berkata dengan ri
erdesir kencang, sambil memandangi punggung Melisa yang semakin menjauh. Sebuah perasaan kehil
**
gu-ragu dan dahi yang berkerut. Pada tatapan ma
yah," keluhnya sambil memain
arnya, merasa penasaran. "Kenapa dek?" tanyany
elah itu tiga hari lagi mau acara ospek. Tapi aku belum lengkapin semua perlengkapannya, mulai dari pakaian dan banyak lagi. Aku bisa stres kala
lang yang tampak bingung. "Aku bahkan belum tahu harus mulai dari mana, kak
ucat pasi. "Yaudah, nanti kita cari bareng setelah ini. Jangan
inkan kecemasan yang mendalam. "Aku takut nggak semberikan dukungan. "Pasti bisa," ka
r kata-kata Galang. "Makasih, Kak. Untung ada kakak kasih aku semangat." ucapn

GOOGLE PLAY