ketnya. Dengan gerak cepat, ia mengambil ponselnya, tapi begitu ia melihat nama ayahnya muncul di layar, d
mel dengan nada penasaran. Galang
a terdengar begitu dingin hingga A
kat bahu, tanpa rasa bersalah. "Mau naik atau giman
ir jernih. Tangan kanannya menggenggam kuat stang motor, sement
ya itu. Keningnya berkerut, dan ada semburat kegelisahan yang tidak bisa ia sembunyikan lagi. Dia menarik napas
galkan tempat itu. Amel hanya mengangguk pelan, hatinya masih diliputi kebingungan. Dengan
ang belum terpecahkan, sementara pikiran Amel melay
ti-hati mengarahkan kendaraannya menuju lokasi pusat perbela
a akhirnya, suaran
. Maaf ya, tadi aku nggak sengaja keras sama kamu."
apat di dalam dada. Sementara Amel sibuk menghilangkan kekecewaan dan rasa penasarannya dengan berbelanja keperluan ospek, Galang memilih untuk menunggu di t
nikan yang mulai menggelepar di dada, r
nggu Galang yang tak kunjung datang. Beberapa kali dia melirik ke arah jalan, berharap melihat sosok Ga
ucapnya dengan nada sedih, men
tunggu-tunggu akhirnya muncul. Galang berhenti tepat di sam
an sesuatu ke arah Amel. Sebuah boneka kec
kesal. "Kamu kira aku anak kecil?" tanyanya, suaranya
ikah," jawab Galang d
na terkejut dengan kepedulian yang ditunjukkan Galang. Meski kesal, dia tidak bisa menahan senyum yang merekah
**
ampu remang-remang. Udara malam itu terasa panas, membuat Galang hanya mengenakan kaos singlet dan
yang lambat, ia duduk tepat di depan televisi, menghalangi pandangan Galang. Amira hanya mengenak
kipas," ujar Amira, sambil menoleh memberikan senyuman yang canggung. Suaranya terd
malah tertuju pada sosok Amira yang duduk menghadapnya. Kulitnya yang terlihat berkilauan karena keringat
yang sulit dijelaskan; campuran antara keberatan dan ketertarikan. Wajahnya yang awalnya tampak kesal p
ng," keluhnya tanpa memandang G
ara Amira, hatinya tergerak ole
u?" tanyanya, suaranya mengan
rtemu Galang sesaat-ada lu
n, "Tapi... Lang, duduk sini dulu, aku mau
da, memaksa ia menggeser duduk lebih dekat
marinya seperti menari tanpa irama. "Sulit, Galang..." suartang menikmati hari ini tanpa harus terikat esok." Ada hampa dalam suaranya, laksana malam kelam yang menyelimuti jiwa yang seda
ta. "Tapi Ibu ingin lebih dari itu, ya, Bu?" tanyanya,
ingin rumah yang bisa kusebut milik, bukan sekedar tempat bertedu
rusaha memberi sudut pandang lain,
atau mungkin, takut tidak bisa m
ranya semakin lirih. "Tapi mungkin juga aku yang harus belajar m
i betapa rumitnya jalan yang harus dilalui Amira. Dalam hening, mereka berdua t
rinya sudah tidur. Galang, dengan nada santai, mengonfirmasi bahwa istrinya m
um tipis, seolah ada makna ter
uga gitu kok, sekarang dia juga udah tidur. Tapi kok aku merasa, malam ini seolah merestui kita ber
Dia mulai merespons dengan mengelus lembut kepala Amira, tangannya bergerak secara instingtif menunjukkan kenyamanan yang mulai terjalin di an

GOOGLE PLAY