Larasa
durku. Aku berbaring di bawah seprai putih bersih, tanganku bertumpu di perutku-sebuah tempat yang kini terasa aneh
adalah batu karangku, satu-satunya orang yang tidak gentar ketika aku memberitahunya rencanaku. Dia hanya mengangguk, matanya
adaku. "Sudah beres. Transfernya selesai.
jangkar yang tenang di
Rania," bisikku
atanya menyimpan jejak simpati. Dia memeriksa tanda-tanda vit
pannya bertemu denganku. "Anda mengerti bahwa prosedur ini tidak dapat diu
lebih tegas sekarang. Tidak ada
"Apakah ada keluarga yang haru
g-orang yang telah merencanakan kehancuranku? Pria yang meli
raku dingin dan tena
sering melihat wanita dalam posisiku, wanita yang dipaksa membuat pilihan yang m
mantap menghitung mundur akhir dari satu kehidupan dan awal dari kehidupan yang lain. Ini bukan kehilangan. Ini adalah p
meresap jauh ke dalam jiwaku, bahwa
h tapi mendesak. "Dia menelepon terus-menerus. Entah bagaimana dia ta
kuk di atasku, wajahnya dipenuhi kekha
ku. Tonjolan kecil yang familiar itu hilan
an itu, sebuah anggota tubuh hantu ya
l?" tanya Rania, suaran
ergelangan tangan adikku; senyum merendahkan ibuku; desahan acuh tak acuh ayahku. Waja
n yang murni dan tak tercemar atas kebutaanku sendiri, atas tahun-tahun yang kuhabiskan mencintai orang-orang
h bibirku. "Tidak," kataku, suar
kan rasa sakit tumpul di perutku. Aku mera
" kata Rania,
suaraku serak tapi tegas. "Su
h mengeluarkan ponseln
yang kubeli deng
nya dengan senyum muram. "Dananya sudah ditransfer ke rekening p
an uang saku kecil yang diberikan orang tuaku, uang saku remeh yang dimaksudkan un
ntuh. Aku ingin dia tahu bahwa setiap batu bata dibangun di
ngarnya. Langkah kaki tergesa-g
lambat dan berat. Aku telah menunggu ini. Aku duduk lebih tegak di at
buka deng
. Matanya, liar dengan kepanikan yang belum pernah kulihat se
rhuyung-huyung ke dalam ruangan, pandangannya jatuh ke peru
knya, wajahnya pucat pasi. "Kau ti
GOOGLE PLAY