s dipelukanku. Untung saja hari ini libur kerja, jadi ak
uk hatiku. Bagaimana tidak, sejak pertemuan perta
utnya yang berantakan sedikit itu ku singk
tan. Aku memeluknya erat, begitu pula Rose yang
matanya. Langsung kuciumi keningnya secara bertubi-tubi hingga membuatnya menggeliat dan berusa
amu akan pergi se
Ucapnya hingga aku mengal
lagi sejak kemarin sore. Pesan dari Robbi tentang rincian Job
ukannya seingatku kemarin aku membuangnya asal ketika masuk ruangan ini. "Berapa tarif yang
tak mencarimu?" Rose menggeleng pel
salah satu dari para istri yang ternyata kekurangan kasih sayang dari para suaminya. Rata-rata penggun
mpak memandang langit
nmu." Dia tertawa menutup wajahnya. Langsung saja aku berubah posisi diatasnya, k
a nampak pemandangan tengah kota yang penuh dengan bangunan menjulang. Ak
ri teleponnya. Senyum yang begitu menawan
dua lengannya keatas. Aku sangat menyuka posisi ini, merasa bahwa aku adalah penguasa permainan n
menu sarapanku ini." Aku menatapnya menggo
g." Ku tautkan kedua alis, meman
menghabiskan waktu
annya, namun sekuat tenaga aku masih menahannya. Tidak, aku tidak mungkin melepaskan mangsaku kali ini. Sejuru
tetap berusaha membuka bibirnya agar membalas lumatank
bali tenggelam
angannya perlahan dan beralih untuk menjelajahi setiap jengk
Rose dengan kenikmatan secara bertubi-tubi. S
sahan yang makin tak beraturan. Aku melepas sejenak, Rose menatapku tajam. Men
*
angan seorang karyawan sepertiku ini. Tak lupa Rose memberikan akses apartemen agar aku
Rose. Hasratku untuk memiliki Rose semakin menggila, aku harus memik
obbi, dia sedikit kecewa karena aku membatalkan semua job hari ini.sedikit ra
pa ntar sore." Segera kututup sambunganya aga
ngajaku dengan Robbi disebuah tempat gym. Robbi yang kala itu terang-terangan menawariku untuk menemani seorang wanita berusia limapuluh tahunan, aku yang terbiasa men
irnya aku memutuskan untuk pergi kesebuah
giran kota dan beberapa kendaraan yang biasa kuguna
a digunakan untuk menitipkan beberapa barang berharga. Menghabiskan sisa
dari balik tempat dudukku. Aku kembali mendengarnya
nanti juga akan melewati tempatku ketika akan keluar dari ruangan ini. Aku b
nya begitu familiar. Masih mengingat sosok siapa barusan, namun masih belum kuingat dan h
ari lelaki yang barusan memanggilku keluar d
temu dengan suami Rose waktu itu kini tengah berada dihadapanku. Namun ak
tu tersenyum kearahku, aku mengangguk bukan karena senang bertemu dengannya. Namun aku s
para pengunjung yang fokus pada alat olahraganya masing-masing. Kue
anku barusan namun secepat kilat dia merubah ekspresinya Kemudian kami berdua dud
eman Lalu kamu kes
endekatinya. "Banyak kabar yang ternyata kita lewatkan, ngomong-ngomong Kamu sudah punya
kamu miliki?" pertanyaan bodoh dari nya itu membuatku tertawa. Haruskah aku menjela
dengan perempuan yang tengah ku i
cerita tentang teman-teman yang sem
diri dihadapanku, dia memandang bergantian padaku dan Alex. Segera mungkin aku men
a kita bertemu disini lagi.
itu kepada lelaki didepanku ini?. Namun setelah mendengar ucapan Alex, lelaki ini berubah sikap menjadi ramah. "Kenalkan,Thomas." Aku menjabat tang
tkan olahraga. Padahal secara diam-diam aku mengawasi setiap pergerakan mereka be
anji temu bersama Robbi sore ini. Setelah akhirnya kembali keruangan loker tadi namu
enggeleng. Wajahnya memang sedikit
dak menyangka sekali bertemu secara tidak sengaja disini." Aku ter
sini. Aku memilih untuk tak mempedulikannya dan
iasa menjadi tempat langganan kami. Robbi sudah datang d
disebelahnya namun Robbi masih sibu
sekarang berprofesi sebagai disigner. Statusnya sudah menikah dengan Thomas Adijaya anak crazy rich juga yang lagi menggeluti bisnis ekpsor futniture mewah."
karena alasan bisnis. Namun ada satu yang luput dari pengetahuan Rose tentang suaminya ki
n sebuah tangkapan layar diponsel yang tengah membuka laman profil teman kuliahku, Alex. "Rekam jejak kesibukannya sel