Mutia yang bekerja di luar negeri harus menahan diri saat suaminya menikah lagi lalu putrinya di aniaya. Setelah pulang ke Indonesia, Mutia bertekat untuk membalaskan semuanya.
Mutia yang bekerja di luar negeri harus menahan diri saat suaminya menikah lagi lalu putrinya di aniaya. Setelah pulang ke Indonesia, Mutia bertekat untuk membalaskan semuanya.
"Dasar anak tidak berguna. Cuiih." Teriak Saka untuk yang terakhir kalinya lalu masuk ke dalam rumah. Mutia hampir saja melepaskan ponsel dari genggaman karena tubuhnya yang terus bergetar. Mutia berjalan mendekati rumah mertuanya saat memastikan pintu telah tertutup rapat.
"Ibuuu. Sakit." RIntihan Tiara, anak Mutia, yang tengah meringkuk di depan pintu membuat Mutia berjalan dengan cepat. Ia menahan isak tangisnya saat melihat tubuh sang putri yang terlihat babak belur.
"Ibuuu." Rintih Tiara lagi. Mutia menganggukan kepalanya dengan cepat saat Tiara menyentuh wajahnya.
"Iya. Ini Ibu sayang. Ayo kita pergi sekarang." Dengan susah payah, Mutia menaikan Tiara ke punggungnya. Walaupun langkahnya tertatih, Mutia berusaha berjalan dengan cepat menuju taksi.
Sopir taksi langsung membukakan pintu belakang saat melihat Mutia sudah datang. Mutia lalu membaringkan tubuh Tiara. Ia masuk lewat pintu lain dan memangku kepala Tiara.
"Ibu, aku lagi nggak mimpi kan?" Mutia menggelengkan kepalanya. Isak tangisnya pecah sudah melihat keadaan sang putri.
"Nggak sayang. Ini benar-benar Ibu." Mutia tergugu sambil membungkuk untuk memeluk Tiara. Ibu dan anak itu menangis bersama.
Setelah lima tahun berpisah karena Mutia pergi ke Jepang untuk menjadi TKI, akhirnya Mutia bisa bersua lagi dengan sang anak yang kini sudah menjadi gadis cantik. Walaupun penampilan Tiara tampak sangat kusam dengan bekas luka di sekujur tubuhnya.
"Saya bawa anaknya ke klinik saja ya Bu."
"Iya Pak, hiks. Terima kasih. Nanti saya bayar double."
"Iya sama-sama Bu."
Mutia mengusap kepala Tiara yang kini sudah jatuh tertidur. Sejak lima belas bulan setelah Mutia menjadi TKW di Jepang, ia sudah tahu tentang kelakuan suaminya. Tapi, Mutia tidak bisa langsung pulang karena terikat kontrak. Ia lalu menyusun rencana agar Saka tidak bisa menguasai hartanya.
Drrttt... drrttt.... drtttt...
Mutia mendengus saat nama Saka terpampang di layar ponselnya. Dengan enggan, wanita itu mengangkat telpon dari sang suami.
"Halo sayang. Lagi ngapain sekarang?" Suara Saka terdengar sepuluh kali lipat lebih memuakan dari biasanya. Apalagi saat ia melihat penyiksaan sang putri di depan matanya langsung.
"Lagi di perjalanan ke rumah sakit mas. Nenek Honda lagi nggak enak badan. Tiara mana mas? Aku pengen banget video call sama putri kita."
"Emmm. Tiara udah tidur sayang. Tadi kecapekan setelah seharian bermain bersama teman-temannya." Mutia mendengus kesal. Pintar sekali Saka membuat alasan. Pria itu tidak tahu saja bahwa ia kini sudah membawa Tiara pergi.
"Oh gitu. Ya udah aku tutup dulu telponnya ya mas."
"Tunggu Mut. Jangan di tutup dulu telponnya. Bulan ini kamu belum kirim uang lagi sayang. Aku lagi butuh untuk keperluan rumah dan bayar biaya sekolah pendaftaran Tiara. Sebentar lagi kan Tiara masuk SMP." Mutia memang sengaja tidak mengirim uang bulan ini pada Saka. Toh, ia sudah pulang ke Indonesia. Apalagi,kepulangannya tidak di ketahui oleh sang suami.
"Maaf ya mas. Aku belum bisa kirim. Anaknya Nenek Honda lagi pergi ke Korea untuk bekerja selama dua bulan. Karena terlalu sibuk, dia jadi nggak sempat transfer gajiku."
"Kalau begitu jangan lupa di ingatkan sayang. Soalnya gaji kamu itu kan hak kamu juga. Lagian majikan kamu itu pelit banget. Buat biaya hidup di sana aja kamu harus cari makan dan bayar aparteman murah juga." Mutia mengangkat tangannya saat sopir taksi hendak bicara. Sopir itu hanya menganggukan kepalanya lalu memarkirkan mobil di depan klinik yang berada di Kecamatan.
"Iya mas. Nanti kalau Nyonya muda telpon, aku minta gajiku. Udah dulu ya mas. Kita sudah sampai di rumah sakit."
"Iya sayang. Jangan lupa kirim uangnya ya. Kan untuk anak kita juga." Rasanya Mutia ingin muntah mendengar dusta yang keluar dari mulut Saka.
"Iya mas. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Sopir yang sudah lebih dulu turun lalu menggendong Tiara masuk ke dalam klinik.
***
"Gimana Ka? Mutia udah kirim uangnya?" Saka menggelengkan kepala dengan lesu. Wajah Bu Jarmi, Ibu Saka, seketika cemberut.
"Besok jangan lupa hubungi Mutia lagi. Kita harus bayar cicilan mobil bulan ini. Udah nunggak gara-gara kamu lebih memilih untuk membelikan Sekar perhiasan.
"Iya Bu." Sungut Saka sebal. Pria itu lalu beranjak ke depan untuk memeriksa Tiara. Ia ingin memasitkanTiara tidak kabur ke rumah orang tua Mutia seperti yang sering putrinya itu lakukan dulu.
Mata Saka membulat saat tidak menemukan Tiara di teras. Dengan langkah berderap, Saka mendatangi rumah tetangganya yang sering menolong Tiara. Dari jendela ruang keluarga, Saka dapat meilhat keluarga itu tengah asyik menonton TV. Karena tidak melihat keberadaan putrinya, Saka kembali ke rumah. Ia masuk ke dalam kamar hendak mengambil kunci mobil.
"Kamu mau kemana mas?" Tanya Mutia istri keduanya yang tengah berbaring di atas tempat tidur dengan bermain ponsel. Rasya, putra mereka yang baru berusia tiga tahun juga tampak anteng dengan ponsel di tangan.
"Mau ke rumah orang tuanya Mutia. Tiara pasti kabur lagi kesana."
"Kamu sih nggak mukul kakinya Tiara tadi. Besok aja kesananya. Biarin Tiara ngisi perut di sana. Aku nggak mau anak kamu itu mati di sini." Saka menyugar rambutnya kesal. Tapi, ucapan Sekar ada benarnya juga. Ia melatakan kembali kuncinya di atas nakas lalu berbaring di sebelah Saka.
Cklek
"Bapak, aku minta tas baru. Tadi temanku ada yang beli tas barbie bagus banget." Seru Dini, anak Sekar dari pernikahan pertamanya.
"Bapak lagi nggak ada uang Din. Kamu pakai yang ada saja dulu. Tas kamu masih bagus kok." Sekar menurunkan ponselnya saat mendenagr penolakan Saka.
"Kasih aja uang kamu sih mas. Uang kiriman dari Mutia kan masih ada."
"Ibu benar. Bapak kok jadi pelit sih?" Seru Dini sebal lalu keluar dari kamar orang tuanya.
"Aku memang lagi nggak ada uang Kar. Uang kiriman dari Mutia bulan lalu kan buat bayar biaya kuliahnya Ana." Bibir Sekar mencebik sebal.
"Lagian gaya banget mau kuliah segala. Udah tahu keuangan kita sulit sejak gajinya Mutia di pangkas. Suruh adik kamu kerja buat bayar biaya kuliahnya sendiri dong mas."
"Sudahlah Sekar. Hanya bulan ini saja. Lagipula aku selalu mengutamakan Dini daripada Tiara, anak kandungku sendiri."
"Oh, jadi kamu mulai perhitungan sama aku. Sejak kamu menikah denganku, kamu memang harus mendahulukan kebutuhan Dini darpada Tiara. Karena aku yang melayani kebutuhan kamu. Bukan Mutia." Cekcok malam itu tidak terhindarkan lagi. Hingga membuat Rasya menangis.
Sementara itu di klinik, Dokter baru saja selesai memeriksa Tiara. Tampak selang infus yang terhubung dengan tangan kiri gadis remaja itu.
"Untuk sementara ini, Tiara sama sekali tidak mengalami luka dalam Bu. Selain itu, luka memarnya masih dapat di sembuhkan dengan salep." Mutia menghela nafas lega.
"Terima kash Dok. Kapan hasil rontgennya keluar?"
"Besok pagi sudah keluar. Bu Mutia bisa tidur di bankar sebelah untuk menemani Tiara. Jika ada keperluan, silahkan panggil perawat yang berjaga."
"Terima kasih dok." Mutia menaikan selimut Tiara. Ia lalu mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada Zaki, adiknya.
'Mbak dan Tiara nggak jadi pulang. Tiara lagi di rawat di klinik setelah di siksa sama Mas Saka.'
Drrtt...
Balasan pesan dari Zaki masuk tidak lama kemudian. 'Ya udah mbak. Nanti aku bilang ke Ibu. Besok pagi biar aku yang jemput ke klinik.'
'Iya Ki. Salam buat Ibu.'
Mutia memandang Tiara yang masih terlelap tidur. Raut wajah Tiara kadang ketakutan. Mutia lalu mengusap pucuk kepala putrinya hingga Tiara merasa tenang kembali.
'Kamu tenang saja sayang. Ibu akan membalas perbuatan keluarga Bapak kamu. Mereka pasti akan menyesal karena kejutan dari Ibu.'
Orang ketiga bisa hadir darimana saja tak terkecuali dari orang yang kita pekerjakan di rumah kita sendiri.
CERITA DEWASA LUAR BIASA Janda Rasa Melon, bukan cerita biasa-biasa. Mungkin ada beberapa adegan yang sekilas ada kemiripan dengan yang lain, tapi saat kamu masuk lebih dalam, kamu akan tahu, ini benar-benar beda. Karena akan mengajakmu menyelam, bukan hanya menikmati. Di balik gejolak batin, ada pesan yang mendalam. Tentang cinta, keraguan, dan cara memahami pasangan-lebih dari sekadar fisik dan nafsu semata. 'Janda Rasa Melon' bukan cerita dewasa yang hanya dipenuhi 'Oh yes oh no' atau sekedar hiburan receh yang bisa dilewatkan begitu saja. Tapi ini cermin untuk siapapun yang sedang mencari atau sudah punya pasangan. Selamat membaca dan merenung di setiap bab-nya yang sarat makna.
Bima tak menyangka, jika seorang gadis yang dia tolong seminggu yang lalu akan menjadi ibu susu anaknya. Dia adalah Jenny, seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang masih berstatus pelajar SMA. Namun, entah alasan apa, diumurnya yang masih terbilang muda gadis itu sudah mengandung. Apa mungkin karena salah pergaulan? Atau justru memang dia sudah menikah? Semakin lama dilihat, Jenny semakin mempesona. Hingga membuat seorang Bima Pradipta yang masih berstatus suami orang menyukainya. Dan suatu ketika, sebuah insiden kesalahan pahaman membuat keduanya terpaksa menikah dan menjadikan Jenny istri kedua Bima. Akankah pernikahan mereka abadi? Lalu, bagaimana dengan Soraya istri pertama Bima? Akankah dia terima dengan pernikahan kedua Bima? Atau justru dialah yang terlengserkan? “Setelah kita menikah, aku akan menceraikan Raya, Jen!” Bima~ “Kalau begitu Bapak jahat namanya, masa Bu Raya diceraikan? Aku dan dia sama-sama perempuan, aku nggak mau menyakitinya!” Jenny~
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Aku semakin semangat untuk membuat dia bertekuk lutut, sengaja aku tidak meminta nya untuk membuka pakaian, tanganku masuk kedalam kaosnya dan mencari buah dada yang sering aku curi pandang tetapi aku melepaskan terlebih dulu pengait bh nya Aku elus pelan dari pangkal sampai ujung, aku putar dan sedikit remasan nampak ci jeny mulai menggigit bibir bawahnya.. Terus aku berikan rangsang an dan ketika jari tanganku memilin dan menekan punting nya pelan "Ohhsss... Hemm.. Din.. Desahannya dan kedua kakinya ditekuk dilipat kan dan kedua tangan nya memeluk ku Sekarang sudah terlihat ci jeny terangsang dan nafsu. Tangan kiri ku turun ke bawah melewati perutnya yang masih datar dan halus sampai menemukan bukit yang spertinya lebat ditumbuhi bulu jembut. Jari jariku masih mengelus dan bermain di bulu jembutnya kadang ku tarik Saat aku teruskan kebawah kedalam celah vaginanya.. Yes sudah basah. Aku segera masukan jariku kedalam nya dan kini bibirku sudah menciumi buah dadanya yang montok putih.. " Dinn... Dino... Hhmmm sssttt.. Ohhsss.... Kamu iniii ah sss... Desahannya panjang " Kenapa Ci.. Ga enak ya.. Kataku menghentikan aktifitas tanganku di lobang vaginanya... " Akhhs jangan berhenti begitu katanya dengan mengangkat pinggul nya... " Mau lebih dari ini ga.. Tanyaku " Hemmm.. Terserah kamu saja katanya sepertinya malu " Buka pakaian enci sekarang.. Dan pakaian yang saya pake juga sambil aku kocokan lebih dalam dan aku sedot punting susu nya " Aoww... Dinnnn kamu bikin aku jadi seperti ini.. Sambil bangun ke tika aku udahin aktifitas ku dan dengan cepat dia melepaskan pakaian nya sampai tersisa celana dalamnya Dan setelah itu ci jeny melepaskan pakaian ku dan menyisakan celana dalamnya Aku diam terpaku melihat tubuh nya cantik pasti,putih dan mulus, body nya yang montok.. Aku ga menyangka bisa menikmati tubuh itu " Hai.. Malah diem saja, apa aku cuma jadi bahan tonton nan saja,bukannya ini jadi hayalanmu selama ini. Katanya membuyarkan lamunanku " Pastinya Ci..kenapa celana dalamnya ga di lepas sekalian.. Tanyaku " Kamu saja yang melepaskannya.. Kata dia sambil duduk di sofa bed. Aku lepaskan celana dalamku dan penislku yang sudah berdiri keras mengangguk angguk di depannya. Aku lihat di sempat kagett melihat punyaku untuk ukuran biasa saja dengan panjang 18cm diameter 4cm, setelah aku dekatkan ke wajahnya. Ada rasa ragu ragu " Memang selama ini belum pernah Ci melakukan oral? Tanyaku dan dia menggelengkan kepala
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY