/0/5968/coverbig.jpg?v=59849030916cf66be235dd8d64c0ee97)
Wulandari, wanita berasal dari Desa ingin mengadu nasib ke ibukota. Tujuannya hanya satu ingin mengubah kehidupan perekonomian keluarganya yang kerap kali mendapat hinaan dan caci maki dari warga desa. Berhasilkah Wulan mengadu nasib di ibu kota?
Wulandari, wanita berasal dari Desa ingin mengadu nasib ke ibukota. Tujuannya hanya satu ingin mengubah kehidupan perekonomian keluarganya yang kerap kali mendapat hinaan dan caci maki dari warga desa. Berhasilkah Wulan mengadu nasib di ibu kota?
Memiliki paras yang cantik dan fisik nyaris sempurna tidak lantas membuatku bahagia.
Namaku Wulandari, anak pertama dari empat bersaudara. Aku adalah satu-satunya anak perempuan di keluarga ini. Keluarga yang kerap kali dihina dan tak jarang mendapat perlakuan rendah orang-orang sekitar, hanya karena tidak memiliki harta berlimpah dan banyak hutang.
Bapak yang kupanggil Abah bekerja serabutan. Itu pun kalau sedang mau. Lebih sering berpangku tangan, mengandalkan Ambu yang bekerja sebagai buruh cuci pakaian di rumah Pak Lurah.
"Abah mau bertani. Gak mau bekerja!" tukas Abah saat Ambu mulai menyuruhnya mencari nafkah.
"Atuh Bah kalau bertani mah harus punya sawah. Emang kita teh punya sawah?" sahut Ambu penuh nada kesal.
Istri mana yang tidak kesal, melihat suami yang setiap pagi kerjanya duduk di bale sembari minum kopi dan merokok.
"Sudahlah, masih pagi udah ribut. Malu atuh sama tetangga Ambuuu ...."
"Yang kudu malu itu Abaaaah
... jadi suami gak ada tanggung jawabnya!"
Adu mulut itu hampir tiap hari terjadi. Aku dan adik-adik sudah tidak terlalu mempedulikan.
Selesai memandikan Ujang dan Asep, aku bergegas mengambil pakaian mereka. Memakaikannya satu persatu. Sedangkan Jaka adik pertamaku, menginap di rumah temannya. Usia Jaka sudah empat belas tahun, dia hanya tamatan SD. Ujang masih berumur satu tahun, sedangkan Asep empat tahun. Aku sendiri baru tamat SMA setahun lalu, itu pun dibiayai pemerintah. Karena termasuk siswa yang cerdas.
"Neng ... Neng Wulaaan ...."
"Iya Ambu?"
"Ini uang 30 ribu. Belikeun beras sama telur. Buat nanti makan." Suara Ambu setengah berbisik.
"Jangan sampe ketauan sama Abah. Bisa-bisa dibeliin kopi sama rokok." Aku mengangguk lalu menyimpan uang pemberian ibu.
***
Tak lama setelah Ambu pergi ke rumah Pak Lurah, aku pun ke warung untuk membeli pesanan Ambu.
"Mau ngutang lagi, Lan?" tanya Teh Mirna pemilik warung sembako dengan ketus. Ibu-ibu yang sedang berbelanja di warung menoleh ke arahku.
"Enggak. Ini Wulan bawa uang. Telur seperapat sama beras seliter ya teh?"
"Mana coba uangnya?" Wajar kalau Teh Mirna tidak percaya. Karena hutang keluargaku sudah berlembar-lembar di buku catatan hutang milik Teh Mirna. Aku memperlihatkan dua lembar uang kertas ke hadapannya.
"Lan, kamu kan lulusan SMA. Kenapa gak kerja di kota aja? Lumayan kan bantu-bantu Ambu kamu." Celetuk Teh Zulfa yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.
"Iya ih, komo punya badan bagus, wajah cantik. Uluuh pasti gampang atuh cari kerjanya." Giliran Teh Yati ikut nimbrung. Aku masih enggan menanggapi.
"Jadi artis dangdut wae atuh Lan. Milu sama si Kang Heri. Kalau mau, nanti teh Zulfa yang ngomong."
"Nih, belanjaannya. Telur delapan rebu, beras sepuluh rebu. Jadi delapan belas rebu." Ujar Teh Mirna dengan suara yang jauh dari kata ramah. Aku menyerahkan uang berwarna hijau.
"Kamu mah Lan ... diajak ngobrol teh diam aja." Protes Teh Yati.
"Si Wulan mah males. Cantik-cantik pemales. Makanya gak pada mau punya mantu kayak si Wulan! Cantik juga percuma, ditinggal kawin terus sama pacarnya. Ya iyalah, orang si Wulan mah males pisan." sahut pemilik warung menyerahkan kembalian dua ribu.
"Kalau Wulan kerja, Ujang sama Asep siapa yang jaga?" Akhirnya aku buka suara. Sebenarnya ingin sekali kusumpal mulut-mulut mereka. Tunggu saja, suatu saat nanti aku pasti jadi orang kaya. Banyak uang! Tekadku dalam hati.
"Segala mikiran budak dua eta. Kan aya Abah kamu Lan. Ah emang wae keluarga pemalas. Sukana teh ngutaaang ka unggal jelema.(Segala mikirin anak dua itu. Kan ada Abah kamu Lan. Ah emang keluarga pemalas. Sukanya ngutang ke setiap orang.)" Mendengar ucapan Teh Marni darahku mendidih. Menahtapi apa yang mereka katakan ada benarnya.
Setelah mengambil uang kembalian dua ribu, aku memilih pergi meninggalkan mereka. Samar-samar terdengar omongan. Semuanya bernada mengejek dan merendahkan.
***
Buruh cuci yang Ambu lakukan hanya dikasih upah tiga puluh ribu perhari. Kalau ditambah dengan menyetrika dikasih upah delapan puluh ribu.
Aku tidak seperti gadis desa lain. Keseharianku hanya dirumah menjaga adik-adik. Sudah malas juga bergaul dengan anak-anak sebaya di desa ini.
"Mendingan aku tuh Lan. Walaupun gak secantik kamu tapi udah punya pacar." Ujar Maesaroh suatu ketika.
"Kasihan kamu Lan, punya wajah cantik gak ada guna. Sekalinya punya tunangan malah ditikung sahabat sendiri. Tapi wajar sih, si Cecep pilih si Minah. Minah kan orang tuanya punya sawah banyak. Lah kamu? Cuma punya banyak hutang. Hahahaha." Perkataan teman-temanku terdengar kembali.
Usia belasan tahun gadis di desaku sudah menikah. Sebenarnya dua bulan lalu, ada juragan tanah dari kecamatan lain yang ingin melamar. Tapi Ambu tolak karena laki-laki yang seumuran Abah itu telah memiliki istri.
"Jangan Neng. Walaupun dia kaya raya, kalau punya istri lebih baik ditolak. Neng juga ngerasain kan rasanya dia khianati pacar? Apalagi dikhianati suami?" Itu ucapan Ambu yang selalu kuingat.
"Kamu memang harus menikah dengan laki-laki yang kaya raya, tapi jangan yang sudah beristri Neng. Ambu lebih baik punya mantu duda tapi banyak uang." Canda Ambu suatu malam. Aku hanya meringis.
***
Seperti malam-malam sebelumnya, mataku enggan terpejam. Keinginan menjadi orang kaya raya semakin kuat.
"Pokoknya aku harus menjadi orang kaya. Sudah cukup mereka menghina keluargaku."
Tiba-tiba aku teringat obrolan Kang Sukri dan Kang Dandi di pos ronda.
"Cuma bertapa seminggu di gunung Kawi, balik dari sana si Mardun jadi banyak uang. Edan!"
Apakah aku juga harus ke sana?
Panji mencintai seorang janda yang terkenal sangat galak bernama Riani. Terpaut usia lebih tua dari Riani, tidak menyurutkan Panji untuk mengejar cintanya Riani. Namun, Panji yang berprofesi sebagai dokter cintanya pada Riani mendapat pertentangan dari kedua orang tuanya. Mengingat Riani adalah seorang janda dan usianya jauh lebih tua dari Panji.
Andini dincintai oleh lelaki yang usianya jauh lebih muda. Akan tetapi, hubungan mereka tidak berjalan mulus karena kedatangan seseorang yang sedari dulu Andini harapkan kedatangannya. Akankah Andini dan lekaki itu akan tetap menjalin hubungan? Ataukah hubungan Andini dan Alex kandas begitu saja?
Laila disuruh memilih antara bersedia dicerai atau dipoligami oleh suami dan ibu mertua karena tidak dapat memberikan keturunan selama pernikahan Lima tahun. Apakah yang Laila pilih? Memilih dipoligami atau dicerai dan menyandang status Janda Laila?
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Kirani dipaksa menikah dengan Devon, seorang preman terkenal. Adik perempuannya mengejeknya, "Kamu hanya anak angkat. Nasibmu benar-benar sial karena menikah dengannya!" Dunia mengantisipasi kesengsaraan Kirani, tetapi kehidupan pernikahannya ternyata disambut dengan ketenangan yang tak terduga. Dia bahkan menyambar rumah mewah dalam undian! Kirani melompat ke pelukan Devon, memujinya sebagai jimat keberuntungannya. "Tidak, Kirani, kamulah yang memberiku semua keberuntungan ini," jawab Devon. Kemudian, suatu hari yang menentukan, teman masa kecil Devon mendatanginya. "Kamu tidak layak untuknya. Ambil seratus miliar ini dan tinggalkan dia!" Kirani akhirnya memahami perawakan sejati Devon, orang terkaya di planet ini. Malam harinya, gemetar karena gentar, dia membicarakan masalah perceraian dengan Devon. Namun, dengan pelukan yang mendominasi, pria itu mengatakan kepadanya, "Aku akan memberikan semua yang kumiliki. Perceraian tidak bisa dilakukan!"
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
© 2018-now Bakisah
TOP