/0/12826/coverbig.jpg?v=698c149572f8bddc50ede3574cea59ed)
"Teman-temanku telah membelimu." Pernyataan singkat dari seorang CEO dingin, membuat hati Dillara semakin hancur. Hingga dia diharuskan menjalankan misi menaklukkan hati sang CEO dalam waktu tiga bulan, dengan imbalan dirinya akan dibebaskan dan dibantu untuk melarikan diri selamanya. Mampukah Dillara menjalankan misi tersebut, atau justru ikut terjebak dalam misi yang dia jalankan sendiri. IG author: nonasagitarius6
"Ayo, cepat ikut dengan paman!" bentak Santo pada keponakannya yang kini terus menangis dan memberontak.
"Aku tidak mau Paman! Aku tidak mau ke tempat itu!" raung Dillara saat pamannya yang bertubuh tinggi besar dan dipenuhi tato, terus menyeretnya keluar dari rumah untuk masuk ke mobil.
"Jangan jual aku, Paman! Aku berjanji, akan mencari pekerjaan, dan bantu melunasi hutang-hutang Paman," pinta Dillara lagi.
"Halah! Kau itu hanya bohong saja. Buktinya sudah hampir sebulan aku mengizinkanmu mencari kerja, tapi kau masih belum mendapat pekerjaan juga!"
"Sudahlah. Dengan kulelang dirimu di club malam itu. Aku pasti bisa melunasi hutangku. Apalagi," cecar Santo.
"Haaaa! Ampun Paman. Beri aku waktu seminggu lagi, Paman," mohon Dillara.
PLAK!
Sinta yang sudah tidak tahan mendengar rintihan dan tangisan Dillara, langsung melayangkan sebuah tamparan pada pipi kiri gadis itu.
"Berisik!"
"Bergunalah sedikit untuk keluarga paman dan bibimu ini, Dil. Lagi pula kau hanya dilelang saja. Orang yang ikut pelelangan itu juga sudah pasti orang kaya dan berduit. Jadi, hidupmu juga akan senang. Tidak melarat seperti sekarang," beber Sinta sama sekali tidak mempedulikan perasaan keponakannya.
"Sudah, cepat bawa dia. Nanti yang punya mobil perlu," suruh Sinta beralih pada suaminya.
"Heem. Aku berangkat dulu," pamit Santo berjalan ke arah pintu samping kemudi, dan langsung mengunci pintu mobil.
"Jangan coba-coba melarikan diri, Dil. Kalau kau berbuat nekat, kupastikan kau akan menyesal seumur hidup," peringat Santo membuat Dillara semakin gemetar.
Sepanjang jalan gadis itu terus terisak, dengan tangan memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan sang bibi yang begitu kuat.
***
Dengan langkah tertatih dan dipenuhi rasa takut, Dillara dibawa oleh beberapa wanita memasuki sebuah ruangan. Netra coklatnya menyapu ruangan kecil yang dipenuhi oleh banyak pakaian.
"Kalian mau apa?" tanya Dillara dengan tatapan waspada.
"Mau make over dirimu. Mana mungkin kami membawamu ke hadapan para milyarder dan milyarder dengan penampilan seperti ini," ucap perempuan dengan potongan rambut bob, sambil menarik kaos lusuh yang melekat di tubuh Dillara.
"Tidak! Saya tidak ingin bertukar pakaian," tolak Dillara menjauh dari dua wanita asing di hadapannya. Dia lebih memilih untuk tetap mengenakan kaos oblong serta celana jeansnya yang sudah lusuh, agar tidak ada orang yang menginginkan dirinya.
"Hei jalang kecil! Kau itu mau dijual. Paling tidak berpenampilan cantiklah untuk memikat para tamu nanti malam," tukas wanita berdress sepanjang lutut. Penampilannya terlihat lebih baik dibanding temannya.
"Jalang?"
"Lalu kamu ingin kami memanggimu apa? Putri? Ratu? Baiklah. Jika kamu patuh, kami berdua akan membuat kamu menjadi yang paling bercahaya dari yang lainnya," usul wanita berambut bob.
Meski bahasa dan tutur katanya lebih halus, hal itu sama sekali tidak mengubah keputusan Dillara yang sudah dipenuhi pikiran buruk.
Mendengar dirinya hendak dilelang malam ini saja, sudah membuatnya terasa dicekik. Apa lagi jika saat itu benar-benar tiba.
Tak dapat Dillara membayangkan dirinya akan berhadapan dengan banyak orang, yang akan menawar dirinya bagai barang. Dan penawar dengan harga tertinggilah yang akan mendapatkan dirinya. Sedang paman dan bibinya, sudah dipastikan akan menikmati uang hasil pelelangan itu.
"Aku mau pergi dari sini," putus Dillara melupakan perbuatan sang paman saat mereka dalam perjalanan.
Namun, baru saja ia hendak keluar, dua orang pria bertubuh kekar sudah lebih dulu mengangkat tubuhnya kembali ke ruangan kecil dan sedikit pengap itu.
"Lepaskan dia. Kalian hanya akan membuat harganya turun," perintah seorang wanita berkacamata hitam, yang baru muncul dari balik pintu.
Dillara langsung menghempaskan kedua tangan kokoh yang menahan tubuhnya. Kemudian tampilkan sosok di hadapannya. Gadis bersurai hitam panjang dan ikal itu yakin jika wanita di hadapannya bukanlah orang biasa. Gaya berpakaiannya pun cukup glamour, dilengkapi barang-barang branded.
Bahkan, hanya dengan mengucapkan satu perintah saja, dua pria di sisinya langsung patuh begitu saja.
Kini, wanita itu hanya memberikan isyarat mata saja dua pasang manusia di ruangan itu lalu mereka langsung keluar. Menyisakan Dillara bersama wanita glamour tersebut.
"Dillara Ambrita, benarkah?" tanya wanita itu seraya melepas kacamata dan menaruhnya di atas kepala.
"Iya. Bagaimana Anda bisa tahu nama saya?" balas Dillara.
"Sini duduk, nanti kaki kamu pegal terlalu lama berdiri," ajak Madam Monic sambil duduk di sebuah sofa untuk dua orang, dan memasukkan sisi sofa di sampingnya.
"Tidak, saya berdiri saja," tolak Dillara.
Madam Monic tersenyum miring melihat Dillara yang keras kepala. Wajar saja, karena gadis di hadapannya datang bukan karena keinginan dirinya sendiri. Melainkan karena paksaan pamannya.
Apabila ditelisik dari penampilan Dillara, gadis itu terlihat masih remaja. Sangat muda untuk mengikuti pelelangan nanti.
Sudah biasa Madam Monic bertemu dengan peserta seperti Dillara. Sehingga tidak terlalu sulit baginya untuk menaklukan gadis kecil di hadapannya.
"Baiklah, bicara seperti ini juga tidak masalah," putus Madam Monic sedikit mendongak agar bisa menatap Dillara.
"Perkenalkan saya Monic. Kamu bisa memanggil saya dengan sebutan Madam. Saya juga yang akan mengurus semua perempuan yang akan hadir dalam acara istimewa nanti malam," ujar Madam Monic mengangkat kedua sudut bibirnya.
'Aku tidak peduli siapa namamu. Yang kuinginkan hanyalah tidak jadi ikut pelelangan itu,' batin Dillara.
Namun, yang dia tahu saat ini, Madam Monic lah yang bisa membantunya melarikan diri. Karena dia yang mengurus semuanya.
Akhinya Dillara memberanikan diri untuk duduk di samping beliau dengan tatapan memelas.
"Saya tidak mau dilelang Madam. Tolong izinkan saya pergi," pinta Dillara mengatupkan kedua tangannya.
Dahinya pun berkerut dalam. Mengharap belas kasihan dari wanita di hadapannya. Ia rela membatasi harga dirinya, dan tidak memusuhi sombong seperti dirinya dulu saat orang tuanya masih ada.
"Syuuut...." Madam Monic menempelkan jari telunjuk ke arahnya sendiri, lalu mendekat ke arah Dillara.
"Jangan berisik, dan jangan bicara keras-keras. Paman kamu masih ada di luar. Kalau dia dengar, bisa saja dia menyakitimu," bisik Madam Monic berhasil membuat Dillara patuh pada dirinya.
"Paman saya ada di sini, Madam?" tanya Dillara mengecilkan nada suaranya.
Madam Monic mengangguk pelan, sambil mengusap pundak Dillara penuh kasih sayang.
"Sebentar, kamu pasti haus," kata Madam Monic sambil bangkit dan berjalan ke arah pintu. penjaga di luar mengambil segelas air untuk Dillara.
"Ini, kamu minum dulu, biar lebih tenang," ucap beliau.
Hanya beberapa detik, air dalam gelas itu pun habis tak tersisa. Sebab dirinya sudah menahan haus sejak tadi. Ditambah terus berteriak dan menangis, membuat tenggorokannya sangat kering.
"Saya tahu kamu tidak ingin ada di sini, dan berada dalam situasi ini. Tapi, saya juga tidak tega melihat gadis seusia kamu berada di tempat ini," tutur Madam Monic dengan raut muka sendu.
Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tampak begitu berat untuk menceritakan kehidupan malam yang dia jalani selama beberapa tahun ke belakang.
"Tapi, saya akan membantu kamu agar bisa bebas dari sini," janji Madam Monic.
Chloe terpaksa menikah dengan anak dari sahabat bibinya, demi mempertahankan rumah serta perusahaan keluarga sang paman yang berada diambang kebangkrutan. Namun, pernikahan itu tidak berjalan baik karena Chloe terus mempertahankan cinta pertamanya pada seorang lelaki sederhana, yang membuat hidupnya lebih berwarna. Hingga sang mantan kekasih berhasil menjadi lelaki kaya, yang membawa keduanya pada cinta kedua dengan orang yang sama. Akankah mereka kembali bersama, setelah Chloe mengakhiri hubungan mereka dengan alasan perbedaan kasta, dan mengobati luka yang telah ia toreh pada lelaki yang dia cinta? Atau justru ia tetap terjebak dalam pernikahan tanpa cinta seumur hidupnya?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?