/0/12931/coverbig.jpg?v=6dae92d38a88c9911b7953a9990254fa)
~Saat melihatnya kembali maka saat itu pula aku tak akan pernah melepaskannya lagi~ Seorang wanita tengah berjalan menuju lift di sebuah gedung pencakar langit. Beberapa berkas berada di dalam pelukannya. Ia menekan tombol lift dan menundukkan kepalanya sambil mengentak pelan high heels hitam yang dipakainya. Ting! Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pintu lift terbuka lebar dan ia segera memasukinya tanpa pikir panjang. Ia menekan tombol angka sesuai lantai yang hendak ia tuju. Namun, seketika pandangannya tertuju pada seseorang. Suasana di dalam lift itu langsung terasa begitu mencengkam, seperti ada aura gelap dan menakutkan menyelimuti lift. Tentu itu bukanlah karena kehadiran hantu, tetapi makhluk yang lebih menakutkan. Wanita itu langsung menoleh ke belakangnya untuk memastikan apakah pandangannya keliru dan tatapannya beradu dengan mata abu gelap yang begitu tajam milik seseorang yang pernah ia kenal. Orang itu menyeringai kecil dengan tatapan lapar menelusuri seluruh tubuhnya, membuat sang wanita merasa sangat gugup dan ketakutan. "Se-selamat siang, Pak Davero," gumamnya dengan gugup. "Siang," jawabnya dengan suara serak. Pria tinggi nan tampan itu melangkahkan kakinya mendekati sang wanita, membuat sang wanita terperangah dan mundur perlahan. Pria yang dipanggil Davero itu tak menghentikan gerakannya. Ia terus melangkah memojokkan sang wanita hingga menyentuh dinding lift di belakangnya, ia terlihat ketakutan karena sang pria semakin merapat. "Lama tak bertemu," ucap Davero diiringi seringaian yang membuat bulu kuduk berdiri. Sang wanita tak bisa berkutik sedikit pun. Apalagi sebelah tangan pria itu menyentuh dinding tepat di samping kepala wanita cantik itu. "A-apa yang kau inginkan dariku?" tanya sang wanita dengan suara lemah, nyaris berbisik setelah mengumpulkan segenap keberaniannya. "Kau!" Seketika tubuh wanita itu menegang dan merinding karena mendengar bisikan penuh ancaman dan penekanan yang tak terbantahkan. Tanpa sadar wanita itu menahan napasnya karena rasa takut. "You're Mine!"
Aku Agneta Laurinda Aretina, saat ini usiaku 23 tahun. Aku bekerja di sebuah perusahaan besar di bidang Apparel, Textile dan Fashion yang sepak terjangnya melesat sukses. Aku merasa beruntung bisa bekerja di perusahaan ini, walaupun hanya di bagian marketing.
Saat ini aku tengah menyiapkan sarapan untuk kami.
Oops! Aku belum kasih tahu kalau aku memiliki seorang pangeran kecil, ya? Yah, saat ini aku memiliki seorang malaikat kecil bernama Regan Danial. Usianya sudah menginjak empat tahun.
"Pagi, Bunda!" sapanya dengan ceria membuatku tersenyum gemas.
Regan-lah alasanku bertahan hingga sekarang. Regan jugalah yang membuatku bersemangat kembali setelah sekian lama menahan kesakitan yang belum terobati.
"Pagi, Pangerannya Bunda." Aku mengecup pipi chubby Regan.
Meski usianya baru empat tahun, Regan termasuk anak yang cekatan dan cerdas. Dia bahkan menjadi siswa unggulan di taman kanak-kanaknya. Wajahnya yang oriental, blasteran, membuatnya semakin tampan. Namun, hanya dengan memandang wajahnya saja, itu mengingatkanku pada pria brengsek yang sudah memorak-porandakan hidupku. Lelaki pertama dan terakhir yang sangat kubenci dan tak ingin kutemui seumur hidupku lagi.
"Bunda kok tatap Egan telus. Egan sangat tampan, ya?" celetuknya dengan cadel membuatku tersenyum lebar.
Mereka bahkan memiliki sifat yang sama, begitu percaya diri dan aku tidak ingin Regan mirip dengan pria itu, tidak sama sekali.
"Kamu sangat tampan, Sayang. Ayo kita sarapan!" ucapku memangku tubuhnya dan mendudukkannya di atas kursi meja bar yang ada di rumah kontrakan kecilku. "Egan, hari ini mungkin Bunda akan sedikit sibuk di kantor dan tak bisa menjemput kamu pulang. Kamu bisa pulang sendiri dan pergi ke rumah Tante Iren, 'kan?" ucapku karena hari ini adalah hari penyambutan bos baruku.
"Biar aku yang menjemputnya." Ucapan seseorang membuatku dan Egan menengok ke arah suara di mana seorang pria memakai jas hitam tengah berdiri di ambang pintu. Dia tersenyum manis ke arah kami.
"Ayah Aiden!" teriak Egan dan berlari ke arah Aiden.
"Jagoan Ayah!" Aiden mengangkat tubuh Egan ke udara membuatnya tertawa riang.
Dia adalah Aiden Zharil Pratama, pria baik hati yang sudah mengisi hatiku selama ini. Ia mampu menerimaku yang sudah memiliki anak. Bahkan dia juga begitu menyayangi Regan seakan Regan adalah anak kandungnya sendiri.
"Pagi, Sayang."
Bisikan itu menyentakku ke dunia nyata. Aku tidak sadar kalau Aiden sudah berdiri di sampingku. Aku tersenyum padanya dan beranjak menyiapkan sarapan untuknya juga.
"Memang kamu tidak akan sibuk? Bukankah kamu sebagai wakil CEO sangat dibutuhkan kehadirannya?" tanyaku.
Aiden adalah wakil CEO di Wiratama Group atau dikenal dengan korporasi WT Group. Sebuah perusahan Apparel, Textile & Fashion terbesar di Indonesia dan juga luar negeri, termasuk di beberapa negara maju. Aku bekerja di sana.
"Tidak, biarkan saja. Lagian sepupuku yang baru pulang dari London yang jadi CEO-nya. Dia tidak akan membutuhkanku. Jadi nanti Ayah yang akan jemput Regan." Aiden mencubit pipi Regan, membuatnya bersorak senang.
Aku hanya bisa tersenyum dan bahagia melihat kekompakan mereka berdua. Aku juga bersyukur di saat hidupku hancur dan tak ada tempat bagiku berpijak, Aiden datang membawa harapan untukku dan juga Regan. Aku memang belum mencintainya sebesar dia mencintaiku, tetapi aku akan berusaha untuk mencintainya sepenuh hatiku.
Setelah mengantar Regan ke sekolah dan menitipkannya kepada guru di sana. Aku dan Aiden langsung menuju ke kantor. Kami berpisah di parkiran karena kami berbeda ruangan.
Di sinilah aku sekarang, di meja kerjaku dengan beberapa berkas menumpuk. Pak Wildan, manajer bagian marketing sudah menyuruhku menyiapkan beberapa laporan.
"Ta, lo tau gak? Katanya pengganti CEO yang lama itu masih muda, lho," celetuk Sonya.
"Lalu?" tanyaku.
Saat aku datang ke kantor pun, dari lobi hingga lorong ruanganku semuanya menggosipkan CEO baru yang katanya masih muda dan sangat tampan.
Whatever-lah.
"Katanya dia sangat tampan," celetuk Sonya membuatku memutar bola mataku karena jengah.
"Kamu sudah mengatakan itu berulang kali dan ini mungkin sudah yang keseratus kalinya," ucapku berlebihan.
"Lebay, lo," kekehnya.
Seketika beberapa orang datang dengan heboh, menyiarkan berita sang CEO baru sudah datang. Kami harus segera bersiap karena CEO itu tengah berkeliling ke semua divisi.
"Aku harus berdandan secantik mungkin," ucap Sonya seraya bercermin dan menambahkan riasannya. Aku hanya menggelengkan kepalaku saja.
"Aku pergi ke ruangan Pak Wildan dulu ya." Aku lekas berlalu menuju ruangan Pak Wildan dan Sonya hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Aku tengah melaporkan beberapa dokumen kepada Pak Wildan hingga pintu ruangan terbuka.
"Pak Wildan, Tuan Wiratama sudah datang." Pemberitahuan itu membuatku dan Pak Wildan berdiri dari duduk kami.
"Selamat siang,"
Degh!
Dia?
Saat ini dia berdiri di hadapanku dengan tatapan yang sama. Tatapan tajam penuh intimidasi, wajahnya makin terlihat tampan dan terlihat dewasa. Setelah lima tahun berlalu, kini dia berada di depanku. Aku merasa duniaku berhenti berputar saat tatapannya kembali menusuk ke dalam retina mataku. Tatapan yang sama yang membuatku membencinya sekaligus mencintainya. Namun, dialah satu-satunya orang yang ingin kuhindari dan kulenyapkan dari dunia ini. Dialah orang yang sangat tak ingin kutemui lagi seumur hidupku. Dia adalah Davero Anderson Wiratama!
***
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Naya Agustin, "aku mencintaimu, tapi cintamu untuknya. Aku istrimu, tapi kenapa yang memberi segalanya ayah mertuaku?" Kendra Darmawan, "kau Istriku, tapi ayahmu musuhku. Aku mencintamu, tapi sayang dosa ayahmu tak bisa kumaafkan." Rendi Darmawan, "Jangan pedulikan suamimu, agar aman dalam dekapanku."
*Warning Mature Conten* Banyak adengan 21+. Mohon bijak dalam memilih bacaan. Dalam kondisi mabuk dan kecewa berat kepada sang kekasih yang berselingkuh, Floretta Shopia Copper mengambil memutuskan memberikan kehormatannya kepada Jeff Nickolas Edmund, bodyguard nya sendiri. “Nona yakin ingin melakukan yang pertama kalinya denganku?” Nick memastikan sekali lagilagi sambil mata tajamnya menatap serius. Shopia mengangguk, “ya, saat ini aku sangat menginginkanmu. Aku tidak akan menyesal memberikan keperawananku kepadamu.” “Kalau itu yang Nona mau, aku akan melakukannya. Untuk terakhir kalinya aku meminta Nona untuk berpikir sekali lagi. Sebab, aku tidak akan mundur atau berhenti nantinya." “Lakukanlah, berikan aku pengalaman pertama yang menakjubkan.” Entah memang benar keinginan dari hati atau hanya pelampiasan semata, Shopia menyerahkan diri seutuhnya kepasa sang bodyguard tanpa tahu niat tersembunyi pria itu terhadapnya dan terhadap orang tuanya.