/0/13807/coverbig.jpg?v=5a09160f0369ab2754073ea8592ef261)
Aku menyebut namamu disetiap doaku, berharap kaulah jodohku. Namun, aku sadar. Cinta tanpa usaha bukanlah apa-apa. Aku ingin berusaha, namun dirimu kian menjauhiku. Apa salahku? Sepertinya takdir tak mempersatukan kita. Namun aku berharap, suatu saat nanti ada seseorang yang mengantikan dirimu dan akan lebih baik darimu. Bahagia lah dengan wanita pilihanmu, jangan pernah kau buat dirinya menangis. sebagaimana kau meninggalkanku dulu.
Kamu tahu luka yang paling dalam apa? Iya, saat aku melihatmu dengan orang lain di pelaminan. Sedangkan aku sudah lama berjuang denganmu. Tapi aku ikhlas. Karena aku tahu, kamu bukanlah takdirku.
Aku tersenyum melihatnya, yang tengah bersanding didepan sana. Ada rasa perih, namun aku tepas. Karena aku tahu, dia bukan lagi miliku. Dia hanya singgah tidak menetap. Seharusnya aku tidak usah berharap lebih padanya, karena aku tahu akan ada rasa kecewa yang akan melukai hati ini.
"Semoga bahagia ya, aku yakin kamu pasti bisa lebih baik lagi. Jaga dia, jangan pernah kamu lukai hatinya." Aku menyalimi kedua pengantin itu, berusaha untuk tersenyum. Aku ingin menangis, tapi air mata itu tak bisa turun seperti biasanya, ia seakan tahu. Bahwa aku harus kuat dalam situasi seperti ini.
Sang pemelai wanita hanya tersenyum, dan memelukku. Seakan-akan ia ingin memberikan kekuatannya padaku, aku tahu wanita itu sangat baik. Buktinya dia lebih memilih wanita itu ketimbang diriku.
Aku tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan. Aku yakin, jodoh tak akan kemana. Sejauh apa pun kita melangkah jika dia jodohmu maka akan bertemu.
Aku kembali seperti biasanya. Melupakan kejadian kemarin yang membuat goresan baru dihatiku.
Fokus ku tertuju pada Kakek tua yang berada disebrang sana. Sepertinya dia ingin menyebrang namun, kesulitan. Aku segera berlari ke arahnya. Ingin membantunya.
"Kek, aku bantu ya," tawar ku. Kakek itu hanya menganggukan kepalanya. Aku mengengam tangannya, menuntunnya ke sebrang.
"Terima kasih ya ndok," balas Kakek itu. Aku tersenyum, sebagai jawaban. Saat aku hendak melangkah, suaranya menghentikan langkahku. "Jodohmu kelak akan menuntunmu kejalan yang benar, bersabarlah. Jika kamu bersabar Allah akan memberikan permata yang begitu berharga padamu."
Aku melongo, tak percaya dengan ucapan Kakek itu. Tapi aku membenarkannya, karena aku tahu akan ada pelangi setelah hujan. Dan akan ada yang lebih baik lagi daripada sebelumnya.
Aku kembali menghampiri Kakek yang sedang terduduk dikursi halte. "Terima kasih Kek, bagaimana Kakek bisa tau kalau aku sedang patah hati?" aku sedikit tertawa saat mengatakan kata 'patah hati' seharusnya aku tidak membicarakan hal ini lagi.
"Wajahmu sangat mudah untuk ditebak ndok," balas Kakek itu. Aku yakin Kakek ini sangat pintar menebak karakter mimik wajah seseorang. Contohnya seperti aku, padahal baru saja bertemu dengannya. Tapi Kakek ini sudah menebak mimik wajah sendu ku.
"Benarkah? Padahal wajahku terlihat biasa saja," aku tersenyum. Wajahku memang terlihat biasa, tapi hatiku sudah menjerit luar biasa. Dua tahun setengah yang ku lewati dengannya, tapi berakhir dengan sia-sia. Aku pikir dia jodohku,ternyata aku keliru. Ternyata hadirnya adalah luka yang dibekukan oleh waktu.
"Wajahmu seakan berbohong. Apakah dengan cara ini kamu menutupi segala perihmu?" Aku kembali dibuat binggung, ternyata Kakek ini sangat tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini.
Aku mengelengkan kepalaku. Mencoba mencari obrolan baru, agar Kakek ini tidak membahas masa laluku lagi. "Kek, apa Kakek mau pulang?" Aku bertanya, sekaligus menandaskan obrolan tentang mantanku.
"Kakek sedang menunggu bus," balasnya. Aku berinisiatif ingin menawarkannya untuk pulang bersamaku, "Memang Kakek mau kemana?"
Kakek itu mengeluarkan selembar kertas, yang aku yakini itu pasti sebuah alamat. Aku kaget dengan alamat yang tertara dikertas itu.
"Kakek yakin ini alamatnya?" Tanyaku, siapa tahu alamat itu salah.
"Benar, apakah kamu tahu?"
"Itu alamat rumahku Kek," balasku tersenyum. Ada hubungan apa keluargaku dengan Kakek yang kutemui ini?
"Sungguh?" Tanya Kakek itu tak percaya. Aku menganggukkan kepalaku, sebagai jawabannya.
"Ayo antarkan Kakek ke sana! Kakek jadi tidak sabar." Seulas senyuman terpapar jelas disudut bibirnya. Aku hanya menuruti apa katanya dan membukakan pintu untuk Kakek itu.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...