"Tidak, nak. Kau harus pergi, ingat nak, jangan pernah menoleh ke belakang. Ingat papa akan baik - baik saja, papa hanya ingin bicara dengan seseorang.. Kau jangan khawatir. OK.."
"Tidak, Bram tidak mau pergi sendiri.. Bram takut orang jahat itu kembali memukul papa seperti tadi.. Bram akan bersama papa, Bram takut kalau mereka memukul papa lagi.."
Bram masih menangis. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada papanya. Bram ingin papanya kembali pergi bersama dengan dirinya dari sana secepatnya..
Dor.. Dor..
Kembali suara tembakan terdengar. Migo semakin khawatir, dia tidak perduli dengan nyawanya sendiri, yang dia khawatirkan adalah Bram, anaknya.. Migo menoleh kebelakang. Dan benar saja, ada beberaap mobil mewah berhenti dari jarak yang cukup jauh..
"Pa, ayo kita pergi, mereka datang lagi, orang jahat yang lain datang lagi pa, Bram mohon. Bram takut pa.. Hiks, Hiks.."
"Hei, anak papa.. Bram jagoan papa, kamu anak lelaki papa.. Jagoan tidak boleh takut.. Ingat nak, pergilah. Jangan pernah lihat kebelakang.. Papa akan baik - baik saja. Pergilah, lari yang kencang, jangan pernah menoleh ke belakang. Kau mengerti.."
Bram geleng kepela, kedua tangan semakin erat memegangi tangan papanya, Migo.. Tak ingin anaknya pun ikut celaka, Migo pun mendorong Bram untuk pergi berlari..
"Pergi Bram, jika kau tidak meurut sama papa, maka papa akan marah sama kamu, papa akan mengirim mu ke asrama, papa tidak akan pernah mengijinkan mu bertemu mama kamu lagi.."
"Pergi Bram, cepat.. Jangan nakal, nurut sama papa. Pergi sana.." Migo mendorong Bram kuat.
"Tidak, biar saja Bram dikirim ke asrama, asal Bram ikut sama papa, Bram takut pa.."
Bram, pergi sana, kau harus melindungi mama, kau harus menjaga mama dari orang jahat.. Pergilah nak, papa akan menusul. Ingat jaga mama ya.."
Mendengar kata mama, Bram seketika takut kalau sampai dirumah neneknya pun, nyawa mamanya terancam.. Anak berusia sepuluh tahun itu segera mengangguk. Dia pun berlari kencang.. Niat hati ingin segera tiba dirumah neneknya, lalu dia akan menceritakan semua yang tarjadi saat ini..
Tapi, belum juah Bram berlari, dia sudah mendengar suara tembakan..
Dor..
Langkah Bram terhenti.. Di lihatnya ke belakang, papanya Migo berlutut sambil memegang lengan nya yang terluka..
"Papa.." Lirihan kecil keluar dari mulutnya di iringi tangis..
"Hiks, Hiks,... Papa.. Papa.. Jangan sakiti papaku.." Ingin Bram melangkah mengejer papanya. Tapi kembali terhenti ketika mendengar ucapan seorang pria yang sangat menakutkan..
"Cari seluruh keluarganya, dan bunuh mereka semua, jangan sampai ada yang tersisa.."
Deg..
"Mama, nenek.. "
Bram kemudian berbalik.. Berlari kencang untuk bersembunyi..
"Itu ada anak kecil.. Tangkap dia, jangan sampai lolos.. Dia bisa saja melaporkan apa yang terjadi hari ini.."
"Tidak, aku tidak boleh tertangkap.." Jawab Bram dalam hati.. Terus berlari, hingga Bram melihat semak - semak yang mungkin bisa menyelamatkan nyawanya..
"Tolong, jangan sakiti anak itu.. Dia hanya anak kecil.. Dan tolong jangan sakiti keluargaku.. Mereka tidak salah, mereka tidak tau apa yang terjadi.. Dan--"
"Tutup mulutmu.. Ini lah dunia Mafia.. Siapa yang kuat, maka dialah yang memang.. Hahahah.."
"Tapi, kau berhianat, kau curang.. Kau sudah menipuku.. Kau bilang akan ada kerja sama diantara kita, dan kau juga sudah berusaha mengambil perusahaan ku..." Jawab Migo, nafasnya sudah tidak beraturan lagi.. Migo sudah pasrah jika dirinya akan berakhir saat ini..
Migo, hanya berharap, istri dan anaknya baik - baik saja. Migo tidak ingin istrinya juga ikut merenggang nyawa..
"Tutup mulutmu, kau saja yang bodoh. Mau percaya dengan apa yang sudah kami lakukan.. Terima hukuman mu."
Dor..
"Agkhh.." Lengan kanan Migo kembali di tembak.. Migo yang tidak mau ma-ti sia - sia, dia pun mencoba melakukan perlawanan.. Migo tidak perduli jika harus berakhir hari ini, setidaknya dia sudah melakukan perlawanan. Migo sudah yakin, tidak mungkin menang dengan kondisi dirinya yang sudah terluka, apa lagi musuhnya sangat banyak.. Lebih dari dua puluh orang lengkap dengan senjata api. Sedang dirinya sendiri dengan keadaan terluka..
Bug.. Bug..
"Kurang ajar, kau sudah mau mati, tapi masih saja mau melawan.."
"Habisi dia, jangan biarkan dia hidup.. Jika dia sudah tiada, aku bisa menguasai perusahaan miliknya.. "
Bug.. Bug..
Lima menit, Migo pun tumbang, tapi masih bernyawa.. Dilihatnya Migo masih bernyawa.. Seorang bos yang licik itu pun meletuskan peluru tepat di jantung Migo..
Dor.. Dor
Bram menutup mulut dengan kedua tangan.. Dia sekuat tenaga menahan tangis.. Di depan mata sendiri, melihat papanya merenggang nyawa.. Bram ingin sekali berlari mengejar papanya, tapi Bram takut.. Sesuai dengan pesan papanya, bahwa dirinya harus melindungi Mama dan neneknya..
"Papa.." lirihnya pelan..
"Papa, jangan tinggalkan Bram. Papa, Bram takut, pa.. Hiks, Hiks.."
"Ayo kita pergi.. Tinggalkan saja jasadnya, kalian cari keluarganya.. Yang aku dengar keluarganya tinggal di kota.. Cari anak dan istrinya dirumahnya, segera habisi.. Jangan sampai ada yang tersisa.."
"Siap tuan, akan kami lakukan juga malam ini.. Semua pasti akan lenyap secepatnya.. Tuan bisa mengambil semua harta pria tak berguna ini.." Jawab anak buah nya.. Mereka semua tertawa senang.. Musuh mereka sudah tewas.. Tidak ada lagi penghalang untuk mendapatkan kekayaan..
Dunia memang sangat kejam.. Manusia serakah sanggup melenyapkan nyawa orang lain demi harta.. Seharusnya, jika ingin kaya maka berusahalah bekerja lebih keras lagi.. Bukan malah menginginkan harta orang lain.. Tapi apa yang mereka lakukan, mereka bahkan sudah menjadikan seorang anak kehilangan ayahnya, menjadikan seorang istri kehilangan suaminya..
"Papa.. Hiks, Hiks.. "
Bram, berlari kencang, mengejar papanya yang sudah tidak bernyawa lagi.. Bram tertunduk sedih, tangisnya pun pecah.. Bram melihat beberapa mobil yang sudah tampak mengecil dari pandangan nya..
Bram, membingkai wajah orang yang sudah menghabisi nyawa papanya.. Akan dia ingat seumur hidupnya..
"Papa, hiks, hiks, Bram takut pa, kenapa papa pergi.. Maafkan Bram pa, Harusnya tadi Bram tidak ninggalin papa, harusnya tadi Bram bantuin papa melawan penjahat itu.. Hiks, Hiks.."
Pecah sudah tangisnya.. Di peluknya tubuh Migo yang sudah kaku, Bram tidak perduli dengan tubuhnya yang sudah ikut berdarah..
Kebencian dalam hati anak lelaki berusia sepuluh tahun itu sangat besar.. Bram, kembali teringat dengan mama dan neneknya dirumah.. Bram khawatir jika mama dan neneknya juga di habisi. Jika sampai mama dan neneknya tiada, maka Bram tidak tau harus pergi kemana..