" Sebenarnya tidak terlalu lama, Alex. Baru dua bulan sejak kau mencampakkanku. Dasar bajingan. Dan tolong, namaku Katrina bukan Joy", cetus wanita itu. Wajahnya tidak menunjukkan kebencian sebesar kata-katanya. Dia mengatur emosinya yang meluap dengan sangat baik. Tetap tenang dan anggun.
" Ah, ya. Tentu saja namamu Katrina. Minuman disini membuatku sedikit mabuk dan pelupa", elak si pria sambil mengangkat gelas minumannya. Terdengar santai saja menanggapi gadis yang kesal itu.
Wanita cantik tadi hanya mendengus kasar dan berlalu meninggalkan pria yang disapanya. Berbaur dengan tamu-tamu lainnya.
Sang surya terbenam di balik gedung pencakar langit, memberikan cahaya oranye dan merah yang membelai langit kota. Di sebuah tempat eksklusif di pusat kota Jakarta, sebuah gedung mewah dengan lobi yang berkilauan yang disebut "The Elysium" menjadi saksi perayaan ulang tahun salah satu klien terkaya Alexander Liam, CEO dari Liam Group. Para tamu yang tiba adalah sosok-sosok elit dengan pakaian mewah dan senyum kemenangan di wajah mereka. Mereka adalah sosok-sosok yang berkumpul di puncak piramida finansial.
Alexander, seorang pria yang mengenakan setelan jas hitam yang begitu sempurna dan melengkapi pesona tampannya, berjalan melewati kerumunan orang yang merayakan kesuksesan bisnisnya. Para tamu yang di lewatinya mengucapkan sapaan padanya dan seakan-akan Alexander adalah raja di tengah kerumunan tersebut.
Ketika Alexander berbicara dengan tamu-tamu, ia mencoba untuk tetap tampil ceria dan ramah seperti biasa. Namun, wajahnya mungkin telah memperlihatkan bahwa ada yang mengganggu pikirannya. Setiap kali telepon selulernya bergetar di saku jasnya, pikirannya mengarah ke telepon tersebut dengan cemas.
Namun, ketika telepon selulernya bergetar sekali lagi, keceriaan dalam hati Alexander tiba-tiba meredup. Ia menjauh dari kerumunan, mengambil tempat di sudut yang tersembunyi dan menjawab teleponnya dengan khawatir.
"Ya, apa?" Alexander menjawab dengan suara yang bergetar.
Di seberang samudra Atlantik, suara seorang wanita dengan nada tegas terdengar, "Alexander, aku sudah membuat keputusan. Aku ingin perceraian dan aku ingin itu segera diselesaikan."
Alexander menelan ludah dengan berat. Istrinya, Miranda, yang berada di Amerika untuk beberapa waktu, tampaknya telah membuat keputusan yang tak terduga ini. "Miranda, kita bisa bicarakan ini nanti. Kau bahkan tidak bisa hadir di acara penting ini untuk sekedar menampakkan kepura-pura bahagiaan kita. Aku sudah kehilangan muka di depan semua tamu."
Miranda memotongnya, "Tidak, Alex. Aku sudah memutuskan. Aku sudah menyerahkan semua dokumen kepada pengacara. Aku ingin perceraian secepatnya. Dan aku bukan bonekamu yang bisa kau pakai dan perintahkan sesuka hati. Saat kau membutuhkanku, aku harus selalu siap. Tapi, saat aku membutuhkanmu, yang ku dapat selalu kenyataan kau sibuk. Kau sibuk bekerja? Kau sibuk dengan wanitamu yang lain."
Alexander berdiri di tengah kerumunan dengan tatapan kosong, mencoba meresapi keadaannya. Ini adalah perubahan besar dalam hidupnya yang akan mempengaruhi bisnis dan keluarganya. Tidak cukupkah kehidupan glamour dan harta yang selama lima tahun ini di berikannya pada Miranda?.
"Baiklah kalau itu maumu, tapi hak asuh anak kita, Lucas harus jatuh ke tanganku" Alexander menjawab dengan suara tegas.
" Biarkan pengadilan yang memutuskan", kata suara di seberang dan setelah itu hening. Miranda sudah memutus sambungan telepon.
Sementara itu, para tamu di sekelilingnya terus berbaur dalam perayaan. Dia merasa terisolasi di tengah kerumunan. Dalam hatinya yang kacau, dia bertanya-tanya apakah pernikahannya dengan Miranda telah berakhir begitu saja, dan apa yang akan terjadi selanjutnya dalam hidupnya. Ia merasa seperti dia sedang berdiri di ambang perubahan besar yang tidak bisa dia hindari. Dan meskipun masih ada tumpukan ucapan selamat dan pujian yang menunggunya di dalam pesta, dia merasa sendirian.
Ketegangan yang mendalam merajalela di dalam dirinya. Dengan pikiran yang kacau, dia memutuskan untuk kembali ke pesta dan mencoba menjalani perayaan, tetapi dalam hati, dia tahu bahwa kehidupannya tidak akan pernah sama lagi. Walaupun jarang bertemu dengan anak dan istrinya namun Alexander benar-benar merasa memiliki mereka.
Alex menuju bar minuman keras yang terletak di sudut ruangan. Mungkin beberapa gelas minuman keras dapat sedikit menenangkan pikirannya. Otaknya sudah cukup lelah dengan urusan bisnis yang harus di kerjakannya. Bepergian ke kota- kota yang jauh membuatnya membutuhkan sedikit hiburan, termasuk wanita. Sekarang, istrinya malah meminta perceraian secara resmi. Hal itu sungguh akan merusak reputasi bisnisnya.
" Sialan ", gumam Alex pelan. Tangannya menggenggam erat gelas minuman yang sudah kosong.
" Oh, ini dia tuan Alex yang perkasa. Ada apa dengan wajah tampanmu yang kusut itu?" tanya seorang gadis cantik berambut pirang dengan wajah blasteran. Entah sejak kapan tiba-tiba wanita itu sudah berdiri di sebelah kiri Alex.
Sejenak Alex terdiam memandang sosok di sebelahnya. Mencoba mengingat wajah itu dan menemukan siapa tepatnya nama dari pemiliknya. Dirinya sedikit heran, mengapa tiba-tiba saja wanita-wanita yang pernah dipakainya bisa berkumpul di satu tempat.
" Halo Nikita. Tidak ku sangka kita bertemu di sini. Dan kau semakin cantik saja", ucap Alex.
" Ayolah Alex, sudah berapa banyak kau mengencani wanita? Namaku Joy bukan Nikita. Kita sudah berhubungan lebih dari enam bulan", jawabnya. Tangannnya bergerak ke arah dada Alex. Merapikan dasi hitam Alex dengan sentuhan lembut jemari tangannya yang lentik dan posenya yang menggoda.
" Maafkan aku. Kau tahu, terlalu banyak isi di dalam kepalaku. Mengingat nama banyak orang sangat sulit kulakukan", kata Alex berkelit.
" Tidak masalah Lex. Kau bisa memanggilku dengan nama apa saja. Kapan aku bisa menemanimu kembali? Mungkin kita bisa pergi liburan berdua ke Bali?" goda Joy mengedipkan sebelah matanya.
" Aku sedang sibuk akhir-akhir ini. Sama sekali belum ada waktu. Mungkin lain kali aku akan mengajakmu". Alex mulai merasa risih dengan tangan Joy yang hiper aktif.
" Jangan biarkan aku memohon padamu Pak Alexander yang hebat. Orang-orang disini mengatakan Bali tempat yang sangat indah terutama untuk honey moon", goda Joy tidak mau kalah.
" Aku sangat sibuk Joy dan perjalananku kali ini cukup cepat. Waktuku disini tidak cukup untuk liburan", kilah Alex, menipis lembut jemari Joy dari perutnya.
Alex memang seorang pria yang senang bermain wanita. Dia memiliki banyak uang dan itu bisa membuatnya mendapatkan wanita manapun yang dia mau. Seperti nasi bungkus, dia akan melupakan mereka saat sudah bosan.