Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Pernikahan Kedua yang Dirahasiakan Suamiku
Pernikahan Kedua yang Dirahasiakan Suamiku

Pernikahan Kedua yang Dirahasiakan Suamiku

5.0
34 Bab
4.7K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Masih muda, memiliki karir bagus, dan sudah mempersembahkan tiga buah hati untuk suami, tapi tetap saja dia diduakan dengan perempuan lain. Kenapa bisa? Siska tidak menyangka bahwa dia akan mengalami nasib serupa sahabatnya yang diduakan secara diam-diam. Roni yang dikenal alim dan berpengetahuan luas ternyata telah menikah lagi tanpa izin Siska. Memorinya melayang beberapa tahun silam, saat Roni membicarakan tentang bolehnya seorang suami memiliki istri lebih dari satu, tapi Siska terang-terangan menolak. Apakah Siska tetap bertahan? Atau justru pergi dengan membawa serta anak-anaknya?

Bab 1 Siapa Dia

Setelah pekerjaannya di kantor selesai, Siska segera membereskan meja karena dia ingin segera bertemu dengan suaminya, Roni.

Karena ini adalah hari ulang tahun Roni, Siska berniat memberikan kejutan untuknya. Dia belum tahu apa yang akan dia berikan untuk merayakan hari ulang tahun suaminya kali ini.

“Aku duluan ya, Sis?” pamit Kavita, salah satu rekan kerjanya.

“Hati-hati, Vit!”

Siska berselancar ria di internet guna mencari referensi untuk memesan restoran yang bisa mendukung acara perayaan semacam ulang tahun. Wanita itu sudah tentu sudah pengalaman, karena ini bukanlah pertama kalinya dia merayakan ulang tahun suaminya.

Walaupun harus harus dipersiapkan secara dadakan, tapi dia percaya kalau Roni akan menyukai apa pun yang telah dia rencanakan.

Sebuah pesan singkat dari Roni membuyarkan konsentrasi Siska, dibacanya pesan itu dengan hati berdebar-debar.

‘Cepat balik ke rumah dan istirahat, jangan lupa hari ini aku pulang agak malam.’

Siska tersenyum sendiri membacanya. Walaupun Roni tidak pernah memanggilnya sayang atau memberinya kata-kata romantis hingga puitis, dia tidak pernah gagal dalam membuat Siska merasa menjadi perempuan paling bahagia di dunia.

“Selamat lembur, aku akan siapkan kejutan buat kamu, Mas ...” bisik Siska seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas, setelah itu dia menunggu taksi yang akan mengantarnya pulang ke rumah.

Sementara itu di tempat yang berbeda ....

Roni mendatangi kamar seorang wanita bersama beberapa orang yang mengaku sebagai Make Up Artist (MUA).

“Ririn, kamu berangkat duluan saja ke lokasi. Aku masih ada urusan sebentar,” kata Roni saat Ririn hendak dirias.

“Kenapa kita nggak berangkat sama-sama aja sih, Mas?” tanya Ririn heran.

“Kamu lupa kalau aku seharusnya masih berada di kantor hari ini?” jawab Roni. “Jadi kamu duluan saja dan tunggu aku sampai aku datang ke lokasi.”

Ririn akhirmya mengangguk setuju, setelah itu dia membiarkan Roni berlalu pergi sementara dirinya mulai dirias oleh tim MUA yang dibawa oleh lelaki itu.

Setelah semua selesai, Ririn yang sudah mengenakan baju pengantin diantar ke mobil yang akan membawanya ke gedung yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kantor tempat Roni bekerja.

“Bu, nanti sesampainya di sana kami akan pergi sesuai instruksi Pak Roni kepada kami.” Salah satu dari juru rias itu memberi tahu Ririn.

“Saya mengerti, terserah suami saya saja.” Ririn mengangguk sambil tersenyum.

Sepuluh menit kemudian, mobil yang ditumpangi Ririn berhenti di pelataran parkir saat gedung itu belum terlalu ramai. Ririn turun dari mobil dan tim yang tadi meriasnya mengantarkannya sampai ke dalam gedung.

“Kami pergi dulu Bu, semoga pernikahannya dilancarkan.”

“Terima kasih, Bu.” Ririn menganggukkan kepalanya dengan senyum cerah yang terbit di sudut bibirnya.

***

Siska langsung disambut oleh pegawai restoran yang telah dia booking, lalu wanita itu duduk di tempat yang telah tersedia dengan hati yang begitu berdebar, menantikan kedatangan lelaki yang menjadi suaminya tujuh tahun ini.

Tanpa terasa waktu bergeser hingga sepuluh menit berlalu, kemudian bertambah menjadi setengah jam, tetapi Siska masih menunggu dengan tenang karena menurutnya hari masih terlalu sore.

Namun, saat hampir satu jam berlalu dan belum ada tanda-tanda Roni akan datang ke resto, hati Siska mulai diselimuti kecemasan. Dia takut sesuatu terjadi pada suaminya itu hingga membuatnya terlambat seperti ini.

“Bu, apakah hidangannya mau dipersiapkan sekarang?” tanya salah satu pelayan dengan ramah. “Mungkin hidangan pembuka dulu?”

“Nanti saja, tunggu suami saya datang dulu ...” jawab Siska lirih. “Saya akan panggil kamu lagi nanti.”

Pelayan itu tersenyum maklum.

“Baiklah kalau begitu, permisi?” katanya lagi. “Semoga dekorasi dari kamu sudah sesuai dengan permintaan Anda.”

Siska mengangguk dan buru-buru mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya, dia mencoba menghubungi kontak Roni untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Bunyi deringan yang panjang dan terus-menerus berulang membuat Siska menunggu dengan napas tertahan. Saat panggilannya terputus otomatis, dia mengulangnya lagi. Terus seperti itu sampai akhirnya Siska menyerah.

“Mungkin sebaiknya aku susul Mas Roni ke kantor dulu,” pikir Siska seraya memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. “Siapa tahu memang pekerjaan dia belum selesai.”

Siska melangkah cepat hingga ujung sepatu hak tingginya menyapu jalanan, tidak dipedulikannya tatapan ingin tahu orang-orang yang dengan jelas terarah kepadanya.

Selama berjalan, Siska tidak habis pikir kenapa Roni tidak bisa menjawab panggilannya meskipun sedang lembur di kantor. Tidak tahukah dia kalau Siska sudah menunggu kedatangannya dari tadi?

Siska masih menyeret kakinya, saat dia melihat pemandangan yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak. Beberapa meter dari tempat dirinya berdiri, Siska melihat mobil Roni dikerumuni banyak orang yang mengenakan pakaian pesta kondangan.

Beberapa orang kini menyingkir dan berhasil memperlihatkan Roni yang keluar dari mobil bersama wanita yang hendak membawanya ke mobil lain di seberang jalan.

Melihat itu, Siska menarik gaunnya dan berlari ke tengah kerumunan.

“Mas Roni!” teriaknya keras. Roni menoleh dan wajahnya langsung putih memucat.

“Siska, jangan mendekat!” serunya di tengah orang-orang yang masih mengerumuninya ketat.

Siska tidak mempedulikan peringatan Roni dan tetap berlari mendekat.

“Mas, kenapa dia muncul?” tanya Ririn panik. “Kita sudah ditunggu keluarga besar ...”

“Minggir sebentar, Bu!” Salah satu petugas mendorong Siska yang menghalangi jalan.

“Jangan dorong saya!” seru Siska dengan wajah memanas.

Melihat Siska mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, Roni memisahkan diri dan mendatangi istrinya.

“Kamu seharusnya tidak melihat ini,” katanya sambil menggenggam tangan Siska erat.

“Aku tidak mengerti apa yang terjadi, bisa kamu jelaskan kenapa kamu pakai jas pengantin, Mas?” ujar Siska dengan mata berkaca-kaca.

Belum sempat mereka berdialog lebih jauh, Ririn beserta orang-orang sudah merangsek maju dan berusaha melepas genggaman Roni pada tangan Siska.

“Tolong jangan ganggu kami!” seru Ririn dengan mata lentik penuh riasan. “Kami mau resepsi ...”

“Resepsi? Apa maksudnya ini, Mas!”

“Jangan kacaukan pesta ini, oke!”

Kalimat yang terlontar dari mulut Ririn membuat Siska gemetar hebat saat Roni melepasnya.

“Minggir kalian!” teriak Siska lantang, dia berusaha keras mempertahankan genggamannya pada tangan suami sahnya. “Mas, apa pun yang terjadi kamu harus jelaskan dulu semuanya!”

Siska terus berteriak-teriak memohon dengan kepala mendongak sambil menyatukan satu tangannya yang masih bebas untuk mempertahankan Roni yang berstatus suaminya.

“Mas, ini gimana?” sergah Ririn karena orang-orang kini memusatkan perhatian kepada mereka. “Kenapa jadi ribut seperti ini sih?”

“Kamu itu siapa?!” teriak Siska sebelum Roni sempat membuka mulut. “Pakai baju pengantin segala ... Mas Roni ini suami aku!”

Ririn tersentak kaget karena Siska membentaknya.

“Asal kamu tahu saja ya, aku ini juga istrinya Mas Roni!”

“Apa?” Siska menoleh ke arah Roni yang diam membisu. “Jelaskan sekarang, Mas! Siapa dia?”

Bersambung—

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY