Unduh Aplikasi panas
Beranda / Adventure / Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat
Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat

Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat

5.0
33 Bab
2.8K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

"Ini makanan sisa untukmu, cepat habiskan!" Marcel melirik piring-piring yang berisi ceceran nasi yang tidak utuh, tulang-belulang ayam yang masih melekat dagingnya sedikit, dan juga sayur sop yang tinggal kuahnya saja. "Makan di lantai, seperti biasa." Marcel menunduk dan menatap istrinya, Shirley. "Kamu tega suruh aku menghabiskan makanan sisa dari saudara-saudaramu?" tanya Marcel dengan nada protes, sementara wajahnya mengernyit enggan ke arah piring-piring itu. Penindasan yang Marcel alami membuatnya ingin mengakhiri hidup dengan menenggak formula ciptaan orang tuanya. Namun, dia tidak tewas melainkan berubah menjadi kuat! Akankah keluarga istrinya minta ampun? follow, like, komen, dan share kalau suka! @setia_am

Bab 1 Makanan Sisa untuk Marcel

“Ini makanan sisa untukmu, cepat habiskan!”

Marcel melirik piring-piring yang berisi ceceran nasi yang tidak utuh, tulang-belulang ayam yang masih melekat dagingnya sedikit, dan juga sayur sop yang tinggal kuahnya saja.

“Makan di lantai, seperti biasa.”

Marcel menunduk dan menatap istrinya, Shirley.

“Kamu tega suruh aku menghabiskan makanan sisa dari saudara-saudaramu?” tanya Marcel dengan nada protes, sementara wajahnya mengernyit enggan ke arah piring-piring itu.

“Memangnya kenapa?” balas Shirley dengan alis terangkat sebelah. “Kemarin-kemarin juga begitu kan? Makan saja, daripada kamu mati—itu akan lebih merepotkan dibandingkan ayah ibu kamu yang lari tanpa tanggung jawab.”

Marcel mengepalkan tangannya. Ingin sekali dia melawan, tapi tidak bisa. Karena orang tuanya yang gagal dalam penelitian, Marcel terjebak dalam ikatan pernikahan dengan Shirley harus menebus seluruh kerugian yang diderita keluarga Delvino dengan mengabdikan seluruh hidupnya.

“Aku tidak mau makan hidangan sisa kakak-kakakmu,” kata Marcel datar, lebih baik dia mati kelaparan daripada mati keracunan karena menyantap makanan sisa itu lagi.

“Ini masih enak, dan ini makanan baru!” hardik Shirley sambil membanting salah satu piring di atas meja, membuat bunyi gebrakan yang menyakitkan telinga.

Juga sekaligus menggores harga diri Marcel sebagai seorang suami.

“Sisa makanan baru maksud kamu?” tanya Marcel memperjelas. “Tetap saja aku tidak akan makan.”

Shirley melotot dengan mata terarah kepada Marcel.

“Sejak kapan kamu boleh bantah aku?” balas Shirley. “Kamu di sini itu untuk menebus kerugian yang sudah ditimbulkan kedua orang tua kamu! Kalau bukan karena mereka, ayah ibu aku tidak akan kehilangan banyak uang gara-gara penelitian bodoh kalian!”

Marcel hanya bisa diam karena memang dia sudah dijadikan penebus kesalahan yang dilakukan orang tuanya. Dia ia dilarang melawan apa pun yang menjadi kehendak keluarga Delvino, termasuk anak-anak mereka yang kelakuannya tidak memiliki adab.

“Kamu harus makan karena aku tidak mau kamu sakit,” tegas Shirley lagi. “Kalau kamu sakit apalagi mati, maka kami akan menderita kerugian lebih besar lagi.”

Belum sempat Marcel menanggapi, beberapa orang laki-laki memasuki dapur dengan langkah-langkah cepat.

“Apa ini?”

“Kenapa meja makan masih berantakan?”

Shirley menoleh ke arah keempat kakak laki-lakinya.

“Oh, ternyata si bodoh itu belum makan juga dari tadi ....”

“Tunggu dulu, Kak!” cegah Shirley ketika salah satu kakaknya, Ronnie, akan melempar Marcel dengan segayung kuah sop yang penuh lemak. “Aku sedang berusaha membujuknya!”

Marcel berdiri membeku ketika Ronnie dan adik-adiknya yang lain maju mendekati titik di mana dirinya berada bersama Shirley.

“Makan ini!” perintah Ronnie tegas tanpa bisa dibantah.

“Aku tidak mau,” geleng Marcel lirih.

“Berani kamu menolak?” tanya Ronnie dengan seringai bengis. “Kami tidak mau kalau kamu sampai sakit! Jadi cepat makan, setelah itu kerja!”

Marcel tetap berdiri bergeming.

“Kamu itu sudah miskin, ditinggal orang tua, masih bisa-bisanya sombong dan tidak tahu diri!” sembur kakak Shirley yang lain, Ciko. “Ingat kalau kamu harus membayar semua kerugian yang ditimbulkan ayah ibu kamu!”

Marcel merasakan telinganya memanas, tapi dia tidak memiliki daya untuk melawan sikap semena-mena saudara iparnya.

“Sudah, pegangi saja dia!” suruh Ronnie sambil menoleh ke arah adik-adiknya.

“Kak, jangan dikeroyok!” cegah Shirley dengan wajah tegang.

“Kamu ngapain bela suami kamu ini? Mulai jatuh hati sama dia, ya?” ejek Ciko yang lebih dulu maju untuk membelenggu Marcel.

“Mau apa kalian?” tanya Marcel saat keempat kakak laki-laki Shirley mendekat padanya.

“Kan sudah aku bilang tadi, kamu makan saja!” sergah Shirley. Bukan dia mengkhawatirkan kondisi suaminya kalau sampai dikeroyok, tapi lebih kepada risiko yang akan didapatkan mereka semua kalau Marcel sampai kenapa-napa.

“Kalian keterlaluan ...!” Marcel belum selesai berucap, tapi Ronnie sudah keburu menempeleng kepalanya dengan keras. “Ciko, ambil sisa nasi di piring itu! Yang lain pegangi dia!” perintah Ronnie.

Suasana di dapur milik keluarga Delvino seketika berubah riuh, apalagi ketika Marcel yang berontak dan sukses diredam oleh cengkeraman kakak-kakak iparnya.

Ronnie yang merupakan anak tertua segera menyodorkan sesendok nasi ke dekat bibir Marcel yang terkatup rapat.

“Makan!” gertak Ronnie dengan nada perintah yang mengintimidasi.

“Aku tidak mau, aku tidak lapar!” sahut Marcel menolak.

“Ini makanan banyak yang sisa lho, kamu jangan menyia-nyiakan rejeki!” cemooh Ciko sambil mencengkeram rahang Marvel dan memaksanya untuk membuka mulut.

“Kak, hentikan itu!” cegah Shirley berulang-ulang. “Aku masih bisa memaksanya dengan caraku sendiri seperti biasanya! Kalau dia lapar, dia pasti akan makan mau tidak mau!”

“Ck, berisi kamu!” Ronnie berdecak kepada adik bungsunya. “Kasih dia duduk di kursi.”

Ciko dan dua orang lainnya segera menyeret Marcel dan mendudukkannya dengan paksa di salah satu kursi yang ada.

Ronnie langsung membanting piring hingga beberapa nasinya terpercik ke permukaan meja. Kali ini tanpa menggunakan sendok, dia berniat memaksa Marvel untuk memakan habis semua sisa hidangan yang tadi disantap keluarganya.

“Makan!” Ronnie dengan tega meraup sekepal nasi menggunakan tangannya dan menjejalkan nasi itu ke mulut Marcel yang dipaksa untuk terbuka.

“Telan!” suruh Ciko sambil mencengkeram rahang Marcel semakin erat.

“Kak, sudah! Nanti dia bisa mati tersedak!” cicit Shirley yang tidak sampai hati melihat suaminya dikerjai kakak-kakaknya sedemikian rupa.

“Jangan ikut campur kamu!” gertak Ronnie. “Dia harus dikasih makan, biar ada tenaga untuk kerja!”

“Tapi ... ayah sama ibu juga tidak akan setuju dengan perbuatan kalian!” seru Shirley gusar.

Marcel harus susah payah menahan napas sementara rongga dadanya mulai terasa sesak.

Kalaupun harus mati, dia rela mati sekarang daripada harus menebus utang-utang yang ditinggalkan orang tuanya dengan cara seperti ini.

Setelah memastikan Marcel tak berdaya, Ronnie menyodorkan tulang belulang ayam yang masih menempel sedikit dagingnya dan meraupkannya ke mulut adik ipar.

“Kak, sudah!” seru Shirley sambil mengentakkan kakinya, sementara Ronnie dan yang lain tertawa menyaksikan Marcel kesulitan menelan semua makanan sisa itu.

Di tengah kekacauan itu, Shirley hanya bisa berdiri pasrah karena tidak mampu menghentikan kegilaan kakak-kakaknya.

Setelah puas menyiksa Marcel, Ronnie segera meminta adik-adiknya yang lain untuk meninggalkan dapur.

“Lain kali suruh suami kamu jangan bertingkah lagi,” kata Ronnie dengan wajah puas.

“Minta dia untuk tahu diri sedikit, makan tidur masih numpang saja banyak gaya!” Ciko menimpali.

Shirley memajukan bibirnya tapi tidak berkata apa-apa ketika satu per satu kakaknya pergi meninggalkan dapur.

“Apa aku bilang?” cecar Shirley ketika Marcel merangkak terbungkuk-bungkuk sambil menahan perasaan ingin muntah. “Makanya kalau disuruh makan itu makan, bandel amat kalau dikasih tahu!”

Tanpa belas kasihan dan rasa hormat sedikitpun terhadap suaminya, Shirley memercikkan sisa air teh ke punggung Marcel. Setelah itu dia pergi meninggalkan dapur yang kondisinya sudah tidak keruan.

Marcel merasakan perutnya bergolak, piring-piring yang berserakan di atas meja menjadi saksi bisu saat dia muntah di tempat sampah yang terbuka.

Bersambung—

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY