/0/16230/coverbig.jpg?v=9796cbb0c9fe235f957ea69db5b0e391)
Baskara, seorang pria tampan penerus Adiputra Group menjalani hidup dengan kekasihnya, Viona. Namun, takdir berputar ketika orang tua Baskara dan Hanna merencanakan sebuah perjodohan. Hanna, gadis penurut dan ceria, tak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan berubah seketika. Terpaksa menikah karena keputusan Ayahnya. Baskara dan Hanna merasa terjebak dalam situasi yang tak diinginkan. Baskara masih mencoba mempertahankan perasaannya untuk Viona, sementara Hanna merasa dilema mengetahui suami yang tak dicintainya itu memiliki kekasih. Akankah perjuangan dan pengorbanan mereka berakhir mengikuti panggilan hati? Apakah takdir benar-benar memeluk mereka? "Terkadang hubungan yang kita cari berada ditempat yang sama sekali tidak kita duga." - Baskara Adiputra -
Baskara memeluknya, membuat wanita berambut cokelat itu semakin erat di dekapannya. Wajah rupawan pria itu sengaja ia benamkan ke leher jenjang sang kekasih yang juga telah melingkarkan tangan di pinggang Baskara, membalas pelukannya.
Setelah berbagi kehangatan selama beberapa saat, perlahan ia memundurkan wajah untuk kembali menatapnya yang terlihat sedih. Suasana di antara mereka sedang runyam kini.
Apalagi kalau bukan tentang masalah perjodohan yang akan memisahkan hubungan mereka berdua.
Mata hazel milik wanita itu berkaca-kaca, menatap lurus obsidian sekelam malam yang juga menatapnya.
"Bas, apa kamu bisa memegang semua janjimu padaku?"
"Aku berjanji, Sayang." Pria berkulit putih itu mengangguk pelan. "Sudah kukatakan berapa kali padamu?" Ia memberi jeda. Nadanya serius. "Aku tidak akan pernah menyentuhnya walaupun sudah terikat hubungan sakral seperti pernikahan."
Jujur, perasaan lega menjalar di dada Viona ketika mendengar pernyataan tadi. Namun ia tetap merasakan ada sebuah hal yang mengganjal.
"Tapi tidak mungkin kau tetap enggan menyentuhnya, Sayang. Dia akan menjadi istri sah yang selalu ada di sisimu," Lirihnya sambil menunduk menyembunyikan kesedihan yang mendalam. "Lagi pula untuk saat ini, aku memang kekasihmu. Tapi setelah kau benar-benar menikahinya, dengan otomatis statusku akan berubah juga sebagai kekasih gelap, kan?"
Baskara terdiam, perkataan Viona membuat dadanya terasa sesak.
"Aku tidak ingin dianggap sebagai pihak ketiga dari hubungan kalian."
Tiba-tiba saja jemari Baskara meraih dagu Viona, memaksanya untuk mempertemukan tatapan mata mereka. "Kau salah, Sayang. Dialah pihak ketiga dari hubungan kita."
Lalu secara perlahan ia pun mengeliminasi jarak dengan mempertemukan bibir tipisnya ke bibir Viona.
"Kuharap kamu akan terus seperti ini ...."
"Pasti." ucapnya meyakinkan Viona pun hatinya.
***
Di saat jarum jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, pintu rumah besar itu dibuka oleh seorang pria. Setelah masuk, ia menutup pintu dan mulai mencari saklar lampu yang berada di dinding.
Tapi sewaktu sinar cahaya sudah menerangi ruangan, tampaklah sebuah sosok berwajah tegas, persis sepertinya, namun lebih dewasa. Itu ayahnya. Dia duduk di sofa ruang tengah. Alisnya bertaut dan kedua tangannya terlipat rapi di dada.
Dia marah, dan Baskara tahu apa sebabnya.
"Dari mana saja kau?" suaranya berat seakan menggema ke seluruh ruangan, tapi Baskara Tidak menganggap suara itu ada.
"Sampai kapan kau akan bersamanya?"
"Ini bukan urusanmu." Ia kembali berjalan, tidak peduli dengan pertanyaan omong kosong yang terlontar. Sampai akhirnya ia terpaksa berhenti karena sudah ada lima orang berbadan tegap dan besar yang serentak menutupi jalannya menuju kamar.
Tentu saja mereka berani menghalangi Baskara, secara itu adalah sebuah perintah dari tuan rumah.
"Tentu saja itu ada hubungannya denganku, Baskara Adiputra!" Hardiknya keras.
Baskara mendengus kesal. Dengan terpaksa ia berbalik untuk menatap wajah Ayahnya.
"Ayah mau apa lagi?"
"Kuharap kau bisa mengakhiri hubunganmu bersama wanita itu ...." Ia memberi jeda untuk lebih menekankan kalimat selanjutnya. "Kau sudah dijodohkan."
Mendengar kalimat tadi, ia tertawa sinis. "Ayah menjualku bukan menjodohkanku."
"Apa?" Teno menggeram.
"Memangnya ada alasan lain? Aku tahu Ayah mau menjodohkanku dengan putri keluarga Soemarno hanya untuk meningkatkan kerja sama bisnis, kan?" Baskara tersenyum mengejek. "Dari pada aku yang dinikahkan, kenapa tidak Ayah saja yang menikahi putri dari sahabatmu itu?"
"Baskara! Dasar anak kurang ajar!" Mata Teno membulat, emosinya mulai naik ketika Baskara membalasnya dengan sebuah kalimat yang merupakan pukulan telak baginya, semua yang dikatakan oleh Baskara itu benar. Perjodohan ini bertujuan sebagai langkah awal dari kerja sama perusahaan Adiputra Group dan Soemarno Company yang akan menutupi kebangkrutan keluarga besarnya.
Pria yang sudah berumur setengah abad itu berdiri. Ia menghampiri putranya dengan telapak tangan yang siap melemparkan tamparan kencang, namun sebelum kejadian itu terjadi ke pipi Baskara, istrinya sudah keburu muncul dan menengahi. Ia menahan langkah Teno dan mengelus pelan bahu suaminya agar kembali tenang.
"Sayang ... tenanglah sedikit." Pintanya memohon, berusaha mencairkan suasana yang tegang itu.
Dan untungnya usaha tersebut berhasil, walaupun wajah Teno masih terlihat merah menahan amarahnya.
Lalu dengan lembut ia pindahkan pandangannya. "Baskara, ibu mohon, untuk sekali ini saja turuti saja permintaan Ayahmu. "
Baskara membuang muka. Ia tidak bisa melawan. Baginya tidak sepantasnya ia sergah kalimat Ibunya. Jadi dengan terpaksa ia juga menurunkan tingkat amarahnya.
"Kalian menjodohkanku dengan orang asing yang sama sekali aku tidak kenal." Ucapnya setengah membentak. "Lebih parahnya lagi, besok ia akan kunikahi." Baskara mendengus kesal. Kepalan tangannya mengerat.
***
Kedua mata Hanna mengerjap pelan. Ia menganga, tapi sebagian mulutnya yang terbuka telah ia tutupi oleh jemari lentiknya. Tatapannya terus tertuju pada sebuah foto yang baru diberikan padanya. Tubuh Hanna melemas. Orang di foto itulah yang besok akan menikahinya.
"Bagaimana Hanna, apa sekarang kamu sudah mengetahui calon suamimu nanti?"
Masih dengan posisi tadi, perlahan Hanna mengalihkan pandangannya ke mata sang Ayah.
"Ini ... calon suamiku nanti?" Tanyanya dengan berbisik.
Sang Ayah mengangukkan kepalanya. Perlahan Hanna mengigit bibir bawahnya, Dia sama sekali tidak mengenal calon suaminya kelak. Sebenarnya Hanna ingin protes tentang pernikahan yang tiba-tiba ini, dirinya tidak yakin esok akan berjalan mulus. Tapi mengingat Hanya tinggal Ayahnya yang Hanna punya sebisa mungkin gadis itu tidak ingin menyakiti perasaan orang yang dicintainya itu.
***
Hari ini adalah hari yang berbahagia. Bahagia menurut keluarga Adiputra dan Soemarno tapi tidak untuk Baskata ataupun Hanna yang mungkin akan mengetahui kebenaran yang sengaja disembunyikan oleh pihak keluarganya.
Dekorasi Ballroom hotel itu serba putih. Bukan hanya itu, ratusan hiasan berwarna putih gading merajai dekorasi yang terpajang. Mereka memang memilih putih sebagai warna tema karena bagi kedua keluarga mempelai, putih memancarkan sinar yang elegan dan suci.
Di ruang rias, Hanna masih saja tersenyum sendiri sampai kedua pipinya memerah membuat orang lain yang melihatnya langsung ikutan tersenyum. Bayangkan, wajah Hanna yang belum memakai riasan saja sudah cantik dan manis seperti ini.
"Nona, Anda tampak sedikit gugup." Seorang penata rambut memandangnya melalui cermin tata rias.
Sebenarnya, Hanna kalut sekali. Bahkan sejak semalam ia tidak bisa memejamkan mata. Dirinya merasakan firasat yang tidak menyenangkan.
Perasaan yang otomatis menyuruhnya untuk mencari waktu sendiri.
"Aku mau cari angin sebentar." Hanna bangkit, dirinya ingin segera pergi meninggalkan tempat itu.
"Baik, Nona. tolong jangan ke lantai atas agar tamu undangan tidak dapat melihat wajah Anda yang belum di poles."
"Iya, terima kasih," ucap Hanna cepat. Langkah kakinya setengah berlari pergi meninggalkan ruangan itu.
***
Sedangkan di ruang rias pengantin pria, Baskara duduk di kursinya dengan wajah tertekuk dan kedua tangan yang menyilang di dada. Tak ada satu pun yang berani mengatakan kalau hari ini dia lagi bahagia. Lihat saja dari aura gelap yang dipancarkannya.
Tapi kenapa?
Itulah yang menjadi pertanyaan semua penata rias Baskara.
Kursi yang diduduki Baskara berdecit. "Dimana calon istriku?"
"Hm ... kau sudah tidak sabar, ya? Padahal tinggal beberapa jam lagi kalian bertemu." Jawaban yang berasal dari seseorang di arah pintu masuk sontak membuat sosoknya menjadi perhatian.
Melihat siapa yang ada di sana, Baskara memasang wajah kesal. "Kak, untuk apa kau ke sini?"
Wanita yang dipanggil Kak itu merapikan kebaya yang di kenakan, lalu tersenyum kecil. "Untuk melihat pernikahan adikku, memangnya apa lagi?"
"Aku tidak butuh kau melihatku!" bentaknya pada sang Kakak.
"Sudahlah, ributnya nanti saja. Hari ini seharusnya kau menghabiskan waktu untuk tersenyum."
"Jangan bercanda." Baskara berjalan cepat mendekati pintu keluar. "Kau tau di mana dia?"
William, seorang pria yang patah hati dan tidak percaya pada cinta sejati, membeli Sarah hanya untuk memuaskan nafsu biologisnya. Namun, ketika Sarah mulai mengandung anaknya, perasaan campur aduk William muncul. Ia harus memilih antara mempertahankan hubungan dengan Sarah, orang yang baru ia kenal, atau Jessica, cinta pertamanya yang belum bisa ia lupakan. Sementara itu, di sisi lain, Sarah awalnya hanya ingin kabur dari ayahnya yang sering bersikap kasar. Namun, ia justru terjerat dalam hubungan yang rumit dengan William. Sarah merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia merasa perasaan William terhadapnya tidak tulus, namun ia juga tidak ingin kehilangan William dan anak yang dikandungnya. Akankah mereka menemukan jalan keluar dari hubungan yang rumit ini?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Cerita rumah tangga dan segala konflik yang terjadi yang akhirnya membuat kerumitan hubungan antara suami dan istri
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...