Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Menikah dengan Tuan Muda Aneh
Menikah dengan Tuan Muda Aneh

Menikah dengan Tuan Muda Aneh

5.0
34 Bab
11.8K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

"Aku tidak menerima penolakan. Suka atau tidak, malam ini kau harus melayaniku," ucap Devan dengan tegas. Tanpa membalikkan tubuhnya. "A-aku tidak bisa. Tolong jangan memintaku melakukannya," Sania bicara dengan suara terbata. "Kau lupa jika sudah menandatangani perjanjian itu?" tanya Devan. "A-aku ...." Sania tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Gadis itu sibuk memilin ujung gaun pengantinnya. Sania merasa gugup. ------------------***---------------- Pertemuan Devandra Adiwiyatama dengan Sania Pertiwi, membuat keduanya terlibat dalam sebuah perjanjian pernikahan. Namun, siapa sangka. Ternyata pernikahan mereka tidak mendapatkan restu dari Nyonya Hartati-- ibu Devan. Sementara Devan menikah dengan Sania demi memenuhi wasiat ayahnya dan juga demi kepentingannya. Lalu bagaimanakah kisah Devan dan Sania selanjutnya? Apakah tidak akan ada cinta yang hadir dalam pernikahan mereka? Sementara Devan menuntut Sania untuk memberinya keturunan. Apakah mereka akan terus bersama setelah Sania melahirkan anak? Atau Devan akan membiarkan Sania bebas sesuai dengan janjinya?

Bab 1 1. Pertemuan

"Ada apa, Rey?" tanya Devan pada sekertaris pribadinya yang bernama Reyhan. Saat Reyhan menghentikan mobilnya secara mendadak.

Devan Adiwiya Tama baru saja bertemu dengan klien, ia naik mobil hitam dan disopiri oleh sekertaris pribadinya. Mereka lewat jalanan yang sangat sepi. Tiba-tiba dari persimpangan jalan sepi itu, datang seorang gadis yang berlari tanpa memperhatikan jalan.

Suara rem dan benturan terdengar secara bersamaan. Karena tepat saat itu, tubuh gadis itu terserempet mobil yang Reyhan kendarai. Gadis itu tak lain adalah Sania Pertiwi.

Karena duduknya di bagian belakang. Jadi, Devan tidak melihat apa yang terjadi di depan sana.

"Maaf Tuan, ada yang lewat tiba-tiba," jelas Reyhan, yang langsung mematikan kendaraan yang dikemudikannya.

"Terus kamu tabrak?" tanya Devan dengan mata melebar.

"Saya tidak sengaja, Tuan!" kilah Reyhan membela diri.

"Astaga, Rey! Cepat keluar dan lihat!"

Reyhan mengangguk dan segera keluar dari dalam mobil.

"Bisa-bisanya dia menabrak orang. Matanya itu dimana? Apa di dengkul. Seharusnya dia itu waspada saat berkendara. Ini malah orang lewat ditabrak."

Devan menggerutu sendiri di dalam mobil. Tubuhnya sangat lelah, dia ingin segera pulang dan istirahat. Tapi apa, di perjalanan malah menabrak orang.

"Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya Reyhan yang sudah berada di sisi Sania.

Wanita itu menunduk sambil meringis merasakan nyeri. Bagian sikunya berdarah tak hanya itu, kakinya juga sakit.

"Aku tidak apa-apa," ucap Sania pelan.

"Apa Anda bisa berdiri?" tanya Reyhan.

"Mm," wanita itu mengangguk. Lantas mencoba untuk bangkit. Namun, belum juga bisa berdiri dengan sempurna.

Tiba-tiba ....

"Itu dia!" seru seseorang dari arah datangnya Sania tadi. Kedatangan orang-orang itu, seketika saja membuat Sania panik.

Reyhan menoleh ke arah sumber suara. Tiga pria berpakaian hitam sedang berjalan ke arah mereka. Jika dilihat dari pakaiannya. Mereka seperti bodyguard.

"Tuan, tolong aku! Mereka orang-orang jahat. Mereka mau menculik ku."

Sania mendekati Reyhan dan meminta perlindungan. Wajahnya terlihat ketakutan, Reyhan bisa melihatnya dengan jelas.

"Hei! Serahkan wanita itu pada kami!" seru salah satu dari ketiga orang itu dengan nada garang.

Reyhan menatap ketiga orang itu dengan wajah datar. Terkesan tidak peduli dan acuh.

"Siapa kalian? Kenapa aku harus menyerahkan wanita ini pada kalian?" tanya Reyhan dengan dingin.

"Siapa kami, itu bukan urusan kalian. Wanita itu sumber uang kami. Jadi, serahkan wanita itu kepada kami. Sekarang juga!"

Lelaki itu bicara dengan nada arogan, menyuruh Reyhan untuk menyerahkan Sania kepada mereka. Namun, Reyhan tidak mengindahkannya sama sekali.

"Rey! Ada apa lagi? Kenapa kau lama sekali? Dan itu ... siapa mereka?"

Tiba-tiba Devan keluar dan bertanya pada Reyhan. Lelaki itu sudah berdiri dengan berkacak pinggang di pinggir mobil. Karena merasa kesal menunggu Reyhan yang tak kunjung kembali. Ditambah ada beberapa pria tak dikenal menghampiri.

Tak hanya itu, Devan juga melihat wanita yang bersembunyi di belakang Reyhan, sedang ketakutan. Wajahnya terlihat pucat pasi. Pakaiannya terlihat lusuh.

"Mereka sepertinya penculik gadis untuk rumah mucikari, Tuan."

"Apa?"

Mendengar penjelasan Reyhan, Devan terlihat terkejut. Mulutnya sampai terbuka lebar tanpa sadar. Saking terkejutnya. Sementara ketiga orang yang menginginkan Sania, nampak saling lirik dengan temannya.

"Jadi, wanita itu lari dari mereka bertiga?" tanya Devan.

"Iya, Tuan. Mereka ingin menjual saya," sela Sania dengan suara terbata.

Devan sangat geram mendengar jawaban Sania. Lelaki itu lantas menatap garang ke arah ketiga laki-laki yang mengejar Sania.

"Kalian bertiga, cepat pergi dari sini. Jika tidak, aku akan menghubungi polisi. Untuk membekuk kalian bertiga!" ancam Devan dengan tegas.

Mendengar kata polisi, ketiganya terlihat gusar. Tak ingin berurusan dengan hukum, akhirnya mereka bertiga memilih pergi dari sana. Sania merasa lega melihat kepergian ketiga orang itu.

"Terimakasih atas bantuannya, Tuan," ucap Sania dengan tulus.

"Sama-sama, Nona."

Sania tersenyum sekilas, setelah itu tiba-tiba Sania merasa pandangan matanya buram. Kepalanya juga terasa pening. Dan setelah itu semua terasa gelap. Sania limbung, Reyhan segera menangkap tubuhnya.

"Tuan, dia pingsan. Ini bagaimana?" seru Reyhan.

"Ck, menyusahkan orang saja. Bawa dia ke mobil," titah Devan.

***

Pertemuannya yang tak sengaja dengan Sania, Devan gunakan untuk menjerat Sania dalam sebuah perjanjian dan memanfaatkan Sania untuk kepentingannya.

Sementara Sania yang tak tahu harus kemana. Pekerjaan pun tak punya, terpaksa menerima perjanjian yang Devan tawarkan.

Pernikahan, sesuatu yang sakral dilakukan oleh pasangan. Harus Sania perankan bersama dengan Devan. Laki-laki yang menolongnya dari kejaran para penculik, yang ingin menculiknya.

Singkat cerita, Sania dan Devan pun menikah. Setelah acara janji suci pernikahan selesai. Devan menyuruh Reyhan untuk mengantarkan Sania ke sebuah hotel lebih dulu. Sementara Devan sedang ada sedikit urusan.

"Nona, gunakanlah pakaian dinas yang sudah disediakan untuk menyenangkan Tuan Devan malam ini," ucap Reyhan. Mereka kini sudah sampai di hotel. Reyhan mengantarkan Sania sampai di unit kamar yang sudah di reservasi.

"Pakaian dinas?" ulang Sania dengan heran.

"Iya. Sudah kami sediakan di dalam. Selamat beristirahat."

Setelah berucap seperti itu, Reyhan langsung pergi begitu saja. Tidak membiarkan Sania untuk kembali bertanya. Dan betapa terkejutnya Sania, ketika gadis itu melihat ke arah ranjang king size di dalam kamar hotel tersebut.

"Apa ini?" pekik Sania saat matanya melihat sebuah gaun malam transparan, terbentang rapi di atas ranjang tersebut.

"Apa ini pakaian dinas yang orang tadi maksud?"

Sania terperangah memandangi pakaian itu. Tangannya tergerak untuk mengambilnya. Sania mengambil hanger yang digunakan untuk menggantung pakaian itu dengan hati-hati.

"Ya Tuhan! Ini bukan pakaian. Ini lebih mirip dengan saringan tahu."

Sania mengangkat tinggi-tinggi pakaian itu dan menerawangnya. Sangat tipis dan benar-benar transparan. Belum menggunakannya saja, Sania sudah bergidik ngeri.

"Kainnya emang lembut dan halus. Tapi, ini tuh tipis sekali. Mana bisa aku memakainya," ucap Sania bermonolog sendiri.

Gadis itu menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Sama saja tidak memakai baju. Tubuhku bisa kelihatan kalau memakai pakaian seperti ini," ucapnya lagi, terlihat enggan untuk berganti dengan pakaian di tangannya.

Tidak ingin Devan melihat pakaian dinas itu, Sania membawa pakaian itu ke dalam kamar mandi dan menggantungnya di sana. Setelahnya, Sania keluar lagi dari kamar mandi. Bertepatan dengan Devan yang baru saja masuk ke dalam kamar.

"Kau belum berganti pakaian?" tanya Devan dengan mata memicing.

"I-itu, Tuan."

"Aku tidak mau mendengar alasanmu. Cepatlah ganti pakaianmu. Aku ingin kau melayaniku malam ini." Devan berucap dengan nada dingin. Lelaki itu berjalan menuju jendela kaca yang mengarah ke balkon.

"Tapi, Tuan. Aku tidak bisa melayani mu untuk malam ini." Sania mencoba menolak dengan halus.

"Aku tidak menerima penolakan. Suka atau tidak, malam ini kau harus melayaniku," ucap Devan dengan tegas. Tanpa membalikkan tubuhnya.

"A-aku tidak bisa. Tolong jangan memintaku melakukannya." Sania bicara dengan suara terbata.

"Kau lupa jika sudah menandatangani perjanjian itu?" tanya Devan.

"A-aku ...."

Sania tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Gadis itu sibuk memilin ujung gaun pengantinnya. Sania merasa gugup.

"Apa kamu lupa dengan isi perjanjian itu?" tanya Devan dengan nada dingin.

"Aku ingat. Tapi bagaimana mungkin aku ...," Sania tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Suaranya seakan tercekat di tenggorokan. Susah sekali untuk keluar.

"Ingat Nona Sania, setiap poin dalam perjanjian itu harus kamu laksanakan. Jika tidak ... aku tidak segan-segan untuk menyerahkan mu pada orang yang waktu itu mengejar mu!" ancam Devan dengan tegas.

"Jangan!"

Sania dengan cepat menyahut. Gadis itu benar-benar panik.

"Beri aku waktu. Aku akan menuruti semua keinginanmu," pinta Sania.

"Lima menit. Waktumu hanya lima menit dari sekarang!" tegas Devan.

***

Tanpa banyak bicara ataupun bernegosiasi lagi. Sania segera melangkah menuju kamar mandi. Gadis itu hendak berganti pakaian. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Bagaimana aku melakukannya?" gumamnya pelan.

Pandangan mata Sania tertuju pada pakaian yang tergantung pada gantungan baju. Sudah berusaha menyembunyikannya. Pada akhirnya, Sania tetap saja terpaksa harus mengenakan pakaian dinas itu.

"Apa aku harus mengenakannya?" tanyanya pada diri sendiri. Masih ada keraguan di dalam hatinya. Sania juga merasa malu jika harus mengenakan pakaian itu. Tapi, peringatan Devan yang tidak suka dibantah. Itu membuat Sania membulatkan tekad.

"Hah! Sudahlah. Buat apa aku mengeluh. Pada akhirnya aku tetap harus memakainya. Suka ataupun tidak, tetap saja. Bukankah Tuan Devan sudah mengatakan. Dia tidak suka penolakan!

"Kamu pasti bisa, Sania! Ayo semangat!"

Sania berusaha menyemangati dirinya sendiri sebelum akhirnya berganti pakaian.

***

"Baiklah. Lakukan yang terbaik. Ingat Ray, jangan sampai mereka curiga dengan pernikahanku. Bagaimanapun caranya, kamu harus bisa menutupi semuanya dengan rapi."

Saat ini Devan sedang bicara dengan Rayhan melalui telepon. Sembari menunggu Sania yang sedang berganti pakaian. Pria bertubuh atletis dengan paras rupawan itu, memberi peringatan tegas kepada sekretarisnya. Apalagi jika bukan tentang pernikahannya dengan Sania.

"Baik, Tuan. Saya mengerti. Apa ada lagi yang harus saya lakukan, Tuan?"

"Aku rasa cukup itu saja. Ingat, jangan sampai bocor."

"Baik, Tuan."

Setelah mendapatkan jawaban dari Reyhan. Devan segera memutuskan sambungan telponnya. Tepat saat itu pintu kamar mandi terbuka.

Devan segera membalikkan tubuhnya yang tadi menghadap balkon. Pandangan matanya langsung tertuju pada sosok yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kau ...."

Devan terperangah melihat penampilan Sania.

"Apa yang kau pakai itu?" tanya Devan seraya menuding Sania.

***

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY