"Menikahlah denganku." Seorang pemuda bertubuh tinggi besar menekuk sebelah lututnya, menyodorkan sebuah kotak beludru berisi cincin berlian sebelum menengadahkan wajahnya, memandang sosok gadis berparas cantik berkulit putih, berambut hitam panjang yang kini balik memandang si pria dengan ekspresi terkejut, haru namun juga bahagia.
"Il, kamu mengundang perhatian banyak orang." Cicit si gadis dengan ekspresi malu seraya mengarahkan pandangannya ke sekitar.
Pria yang masih menekuk lututnya itu pun turut memandang berkeliling, namun alih-alih merasa malu, dia justru mengedikkan bahu dengan ekspresi tak acuh seraya kembali memusatkan perhatiannya pada si gadis dengan tatapan penuh harap.
"Seni çok seviyorum, Syahinaz. Benimle evlenir misin? Hayatının geri kalanını benimle mi yaşayacaksın?" (Aku sangat mencintaimu, Syahinaz. Maukah kau menikah denganku? Menghabiskan sisa hidupmu denganku?)
Sang gadis menggigit bibir bawahnya, matanya berkaca-kaca. Dengan keyakinan penuh, ia lantas menganggukkan kepala.
"Evet. Evet, Ilker!" (Ya. Ya, Ilker!) Ucapnya dengan seruan lantang yang membuat semua orang yang menyaksikan pemandangan itu ikut bersorak.
Ilker tersenyum lebar. Bangkit dari posisinya dan berdiri di hadapan wanita pujaannya. Rona bahagia tercermin di wajahnya saat jemari tangannya mengeluarkan cincin bermata berlian itu dari kotaknya dan memasangkannya pada jemari wanita yang menjadi pujaan hatinya.
"Aku berjanji akan selalu mencintaimu. Menjadi pria yang selalu menjaga dan membahagiakanmu." Ucapnya dengan penuh janji.
Syahinaz hanya memandang pria itu dan menganggukkan kepala. Ia pun yakin bahwa pria yang melamarnya ini akan melakukan janji tersebut. Bahkan, jika Syahinaz meminta dunia dan seluruh isinya, ia yakin Ilker akan memberikannya.
Syahinaz memeluk Ilker dengan erat sebagai luapan perasaannya yang membuncah, dan Ilker membalas pelukan itu tak kalah eratnya. Akhirnya, perjuangannya selama dua tahun ini membuahkan hasil. Syahinaz, gadis yang sudah mengambil hatinya di pertemuan pertama mereka akhirnya menerima cinta Ilker tanpa banyak syarat. Saat itu juga, Ilker membayangkan kehidupan bahagia mereka di masa depan.