Unduh Aplikasi panas
Beranda / Fantasi / Istri ke 96 Sang Raja Muda
Istri ke 96 Sang Raja Muda

Istri ke 96 Sang Raja Muda

5.0
14 Bab
1.8K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

!!Bacaan aman selama bulan puasa!! RATE 16+ FANTASI Pada jaman dahulu kala, di kerajaan nun jauh di sana, di tempat di mana elang beterbangan dan unta berkeliaran, tinggal seorang gadis bernama Fatima El Sayeed. Fatima adalah anak seorang saudagar kaya di Kerajaan Khorasan. Tidak cantik, tidak luwes, dan lahir dari seorang ibu yang cacat mental, Fatima menjadi kekecewaan ayahnya sejak lahir. Satu-satunya yang bisa dibanggakan dari diri Fatima, selain tidak pernah sakit, adalah imajinasi gadis itu. Dalam kepala Fatima yang sering kesepian dan dikucilkan, dunia penuh khayalan dan cerita yang memikat hati tinggal. Ketika seorang raja gila memilih Fatima sebagai istri berikutnya, apakah kemampuan Fatima dalam bercerita mampu menyelamatkan nyawa wanita itu dari kemarahan Sang Raja yang gemar membunuh istri yang baru dinikahinya? (Terinspirasi dari kisah 1001 malam)

Bab 1 Fatima

Masshad adalah salah satu kota tersibuk di Kerajaan Khorasan. Di sana tinggal seorang gadis bernama Fatima el-Sayeed.

Fatima adalah putri dari seorang saudagar kaya. Ayah Fatima, Saheer el-Sayeed adalah pria bertubuh pendek dan memiliki badan layaknya seekor banteng. Tanpa leher, semua bahu.

Saheer menikah dengan ibu Fatima, Yasmin, ketika Yasmin berusia empat belas tahun. Perjodohan yang disetujui semua pihak, mereka mengatakan. Yasmin adalah putri tunggal dari keluarga kaya, dan tanpa penerus, seluruh kekayaan ayah Yasmin akan jatuh kepada sang suami.

Namun, ayah Yasmin rupanya menyimpan sebuah rahasia tentang putri tunggalnya. Ayah Yasmin memang sangat berhati-hati menjaga wajah putrinya agar tidak terlihat oleh siapapun. Saheer kerap bercanda dengan mengatakan bahwa tidak masalah jika calon istrinya buruk rupa, toh ia bisa menikah lagi.

Tidak setelah pesta pernikahan terjadi, Saheer mengetahui apa rahasia yang disimpan oleh keluarga calon istrinya. Ketika kedurung yang menutupi wajah Yasmin akhirnya dibuka, mereka mengatakan gadis itu tersenyum. Dari situlah mereka tahu bahwa Yasmin adalah gadis yang bodoh. Semua tahu, pengantin wanita tidak seharusnya tersenyum.

Mereka mengatakan bahwa ketika Fatima lahir, Saheer mengambil gadis itu dari tangan Yasmin dan menggantinya dengan sebuah bantal untuk dipeluk. Wanita itu memeluknya bantal pemberian suaminya, sama sekali tidak sadar bahwa pertukaran terjadi dan yang dipeluknya bukanlah bayi.

Sama seperti istri barunya, secepat itu juga, Fatima tumbuh menjadi sebuah kekecewaan bagi Saheer.

Fatima memiliki dahi yang lebar dan hidung yang besar. Ia tidak cantik atau memiliki tubuh yang ramping seperti anak perempuan kebanyakan. Fatima juga lambat dan sering melamun.

Satu-satunya hal paling bagus yang bisa disebutkan orang tentang Fatima adalah bahwa gadis itu jarang sakit. Ketika teman-teman sebaya berjatuhan oleh wabah penyakit, Fatima adalah satu-satunya yang tidak terpengaruh.

Hal ini hanya membuat kecurigaan ayahnya semakin memuncak. Apakah gadis itu tidak normal seperti ibunya? Mungkin seorang makhluk jadi-jadian atau djin?

Pria itu sering mencibir ke arah Fatima, mengamati gadis dengan mata sipit, sementara istrinya yang bodoh tertawa pada bayangan.

Saheer menikah lagi ketika Fatima berusia empat tahun, setahun kemudian Shahira lahir.

Berbeda dengan Fatima yang berkulit gelap dan berambut keriting, Shahira memiliki kulit kuning langsat dan rambut lurus yang halus. Dengan mata berbentuk biji almond dan bibir tebal yang merah. Semua orang memuji kecantikan Shahira sejak lahir.

Fatima bahkan berkali-kali mendengar ayahnya berkata kepada teman-temannya, "Itu baru namanya anak perempuan yang membanggakan," sambil menunjuk ke arah Shahira.

Dua tahun setelah kelahiran Shahira, lahir Khallid, putra dan penerus keluarga Saheer el-Sayeed. Lengkap sudah anak-anak yang diharapkan oleh Saheer. Keduanya lahir dari istri kedua.

Ibu Fatima meninggal ketika Fatima berumur enam tahun. Fatima merasa sedih. Tapi ia juga tidak terlalu ingat masa kecilnya bersama wanita itu kecuali kilasan-kilasan kejadian yang kini terasa menjauh.

Salah satu memori yang diingat Fatima tentang ibunya adalah ketika mereka mengadakan piknik di gurun pasir. Ibunya membenamkan ujung kakinya ke dalam pasir ketika mereka duduk bersebelahan. Gurun sahara yang panas terlihat keperakan dilihat dari tenda mereka.

Fatima ingat bagaimana ia mengarang berbagai cerita untuk ibunya ketika mereka makan. Petualangan penuh imajinasi. Tentang penyamun dan perompak laut, tentang mahkluk sihir yang hidup di dalam lampu dan pangeran.

Wanita itu tersenyum menikmati cerita buatan Fatima, atau mungkin pemandangan gurun pasir yang membuat ibunya tersenyum, Fatima tidak yakin. Tapi kerutan di dahi wanita itu menghilang dan Fatima bisa melihat sebuah bintang putih yang berkilauan layaknya gading muncul, bekas luka ketika ayahnya memukul wanita itu dengan gagang sapu.

Itu adalah satu-satunya kenangan yang diingat Fatima akan Yasmin. Saking indahnya, kadang Fatima tidak yakin bahwa hal itu benar-benar terjadi. Mungkin semua itu hanyalah sebagian dari khayalannya.

Lagi pula, jika dipikir-pikir, mana mungkin Saheer mengijinkan istrinya yang bodoh piknik berdua di gurun pasir dengan anaknya yang sama bodohnya.

***

***

"Di sini kau rupanya, Fatima."

Sebuah suara mengagetkan Fatima dari lamunannya. Kepala gadis berusia tujuh tahun itu mendongak kaget.

Ini adalah hari pertama sekolahnya dan ia sedang bersembunyi dari gurunya di dalam gudang sekolahan, tangan mendekap lutut di antara gulungan-gulungan kertas, bermimpi ia adalah seekor ikan, berenang di dalam air dingin yang gelap sebelum melompat ke permukaan untuk menangkap sinar matahari yang keperakan.

Ombak di sekitarnya menghilang dan berubah kembali menjadi alat-alat tulis.

Fatima melihat seorang bocah laki-laki berdiri di depannya. Hossein al-Hassan.

Ayah Hossein, Abu Ali al-Hassan bin Sina atau yang kerap dipanggil, Ibn Sina adalah tetangga Saheer dan juga pria yang di hormati di kota mereka, seseorang yang bijaksana dan cerdas. Banyak dari penduduk kota mendaftarkan anak-anak mereka untuk menimba ilmu di sekolah yang didirikan pria itu secara gratis.

Meski seumuran dengan Fatima, tapi Hossein memiliki tubuh yang lebih pendek. Dengan pipi bulat merah oleh masa kanak-kanak yang bahagia, Hossein memiliki wajah seserius seorang pria tua.

Hossein terlihat mempelajari wajah Fatima, seketika membuat gadis merasa bersalah karena ia tidak seharusnya berada di situ.

"Ayahku mencarimu sejak tadi, kau tahu?" Hossein bertanya. Suara Hossein terdengar datar dan tanpa ekspresi. "Kau terlambat masuk kelas."

Wajah Fatima memerah. Di balik rasa bersalah, kemarahan gadis itu perlahan naik ke permukaan.

"Dan ia menyuruhmu mencariku?" Fatima ingin membuat bocah itu merasa malu karena sudah mencampuri urusannya.

"Tidak, ia tidak memintaku untuk mencarimu. Aku ke sini karena aku perlu merapikan gudang." Suara Hossein terdengar dingin, tapi Fatima bisa melihat rahang pemuda itu mengerat meskipun hanya sekilas. "Apakah kau sakit?"

Fatima tidak menjawab. Hossein kembali mengamati wajah gadis itu.

"Kudengar ayahku hendak melaporkan keterlambatanmu kepada ayahmu nanti," bocah itu berkata.

Mereka berdua tahu apa arti dari ucapan Hossein. Semua orang tahu jika Saheer adalah pria yang galak. Jika ayah Hossein benar-benar melapor, Fatima sudah pasti akan dihukum. Ayahnya mungkin akan melecutnya atau lebih parahnya, mengurungnya di kamar berhari-hari tanpa boleh bermain keluar. Fatima mulai merasa takut sekarang.

"Kau tidak sakit," Hossein berkata.

"Tidak," Fatima membalas, kaku.

"Jadi apa alasanmu kalau begitu?"

"Apa?" Fatima yang sedang panik tidak memahami pertanyaan Hossein.

"Alasan mengapa kau tidak berada di kelas sekarang." Suara pemuda itu sabar. "Jika kau tidak ingin ayahku melapor, kau harus punya alasan yang masuk akal. Jadi apa yang akan kau katakan?"

"Entahlah. Aku tidak tahu."

"Kau harus pikirkan sesuatu."

Kegigihan Hossein membuat ketakutan Fatima berubah menjadi kemarahan.

"Kau saja yang pikirkan sesuatu." Fatima kehilangan kesabaran. "Mawlawi adalah ayahmu, bukan?"

Bentakan Fatima mengagetkan Hossein. Bocah itu memiringkan kepalanya sedikit, layaknya seekor burung yang penasaran. "Jadi?"

"Jadi bicaralah dengannya. Bilang pada ayahmu bahwa kau memintaku untuk membantumu. Ia pasti akan paham." Meski tidak yakin, Fatima mengatakannya dengan penuh percaya diri. Fatima bertekad untuk membuat Hossein menurutinya.

Sebuah kerutan muncul di dahi Hossein.

"Kau ingin aku berbohong?" Hossein bertanya.

"Ya."

"Aku tidak suka berbohong."

Kepolosan bocah itu membuat Fatima mulai merasa frustasi.

"Baiklah, adakah yang bisa kubantu kalau begitu?" Fatima bertanya. "Dengan begitu kau tidak perlu berbohong kepada ayahmu."

Hossein berpikir sejenak. Kemudian sesuatu berubah di wajah bocah itu. Sebuah keputusan.

Hossein meraih sapu yang ada di pinggir ruangan dan menyerahkannya kepada Fatima.

"Untuk apa ini?" Fatima bertanya sambil menatap sapu di tangan Hossein.

"Seperti yang kau katakan," Hossein berkata dengan suara datar. "Kau bilang kau akan membantuku, kan? Aku perlu membersihkan gudang ini."

"Sekarang?"

"Ya. Mengapa tidak." Hossein mengamati Fatima dengan pandangan penasaran.

Mengapa tidak? Sambil menggeram Fatima berdiri dan menyambar sapu dari tangan Hossein.

Ketika mereka akhirnya selesai membereskan gudang, Hossein mengusap rambutnya ke belakang dan menoleh ke arah Fatima.

"Baiklah, kita kembali ke kelas sekarang."

***

***

bersambung...

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 14 Panglima Kerajaan Khorasan   03-12 11:59
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY