Satu persatu orang yang memulasara jenazah Budhe Sastro dihantui oleh hantu Budhe Sastro, bahkan sampai ada yang menjadi gila dan meninggal. Ah, sebenarnya kenapa Budhe Sastro menghantui mereka? Apakah mereka bersalah kepada Budhe Sastro?
Satu persatu orang yang memulasara jenazah Budhe Sastro dihantui oleh hantu Budhe Sastro, bahkan sampai ada yang menjadi gila dan meninggal. Ah, sebenarnya kenapa Budhe Sastro menghantui mereka? Apakah mereka bersalah kepada Budhe Sastro?
Bu RT menyeka keringat di dahinya. Kain kafan itu sudah tidak bisa dipanjangkan lagi. Bu Nur memperhatikan dengan seksama ketika Bu RT sedang berfikir bagaimana caranya memanjangkan kain kafan itu.
"Waduh, bagaimana ini?" tanya Bu Sas kebingungan.
Malam dingin terasa panas di ruangan sempit tertutup itu.
Bu RT, Bu Nur, Bu Sas dan Mbak Tum hendak mengkafani jenazah budhe Sastro yang meninggal tadi sore. Tetapi entah kenapa kain kafan yang hendak mereka gunakan jadi seperti kurang panjang, padahal mereka menggunakan kain yang sudah disediakan oleh RT dan sudah diukur dengan teliti.
Mbak Tum menelan ludah. Dari empat orang di ruangan itu, Mbak Tum lah yang mengenal Budhe Sastro luar dalam. Dia tahu pasti seperti apa keseharian Budhe Sastro.
"Gimana, Tum?" tanya Bu RT.
Mbak Tum menggelengkan kepalanya.
"Saya nggak tahu, Bu RT. Biasanya gimana?" Dia malah balik bertanya.
Mereka berempat berpandang-pandangan. Mereka harus bekerja cepat karena sebentar lagi jenazah Budhe Sastro hendak dimakamkan.
"Ya sudah, begini saja," kata Bu Nur memecah kesunyian, "kain mori, kan bisa ditarik biar agak molor, kita tarik ujungnya sampai ujungnya bertambah panjangnya. Kalau nanti belum berhasil kita harus minta bantuan Pak Modin," kata Bu Nur, suaranya terdengar tidak yakin.
Mereka sepakat dan melakukan apa yang diperintahkan Bu Nur, dan berharap semoga berhasil sehingga tidak ada orang lain yang tahu kejadian ini. Karena mereka tahu setiap ada kejadian aneh pada orang yang meninggal pasti menjadi gosip di kampung mereka yang masih kolot dan penuh kepercayaan mistis ini. Untunglah usaha mereka berhasil, walaupun terlihat agak aneh, tapi mereka berhasil mengkafani budhe Sastro juga. Sekilas tidak terlihat keanehan itu, kalau benar-benar diperhatikan bagian bawah kafan itu sangat pendek. Mereka berharap tidak ada yang memperhatikan kejanggalan itu.
*
Pagi itu tidak seperti biasanya. Tukang sayur di depan rumah Bu Sas terlihat ramai sekali dikelilingi ibu-ibu. Bu Sas melongok dari dalam pagar rumahnya. Ada apa gerangan kok ramai sekali. Dengan rasa penasaran dia segera bergabung.
"La, ini ada Bu Sas!" kata Bu Wiwik dengan penuh semangat.
"Ada apa, Jeng? Kok pagi-pagi sudah heboh?" tanya Bu Sas keheranan.
"Wah, Bu Sas ini ketinggalan berita. Tadi malam ada kehebohan," kata Bu Wiwik yang ditanggapi dengan persetujuan ibu-ibu yang lain.
Bu Sas keheranan.
"Heboh apa, sih?" tanyanya, dia benar-benar penasaran.
"Tadi malam Bu RT dikeloni Budhe Sastro!" jawab Bu Wiwik penuh kemenangan.
Ibu-ibu yang mengelilingi tukang sayur langsung bergidik, termasuk Bu Sas.
"Dikeloni?" tanya Bu Sas dengan kebingungan.
"Iya, bu. Dikeloni. Dikira guling sama Bu RT, ternyata pocongnya Budhe Sastro. Bu RT langsung teriak-teriak heboh. Bener-bener satu RT heboh semua. Emang Bu Sas nggak denger?" cerita Bu Wiwik berapi-api. Bu Sas menggelengkan kepalanya. Diam-diam dia merasa ada rasa dingin yang merayapi punggungnya. Dia gemetar. Pandangannya kosong tidak memperhatikan cerita Bu Wiwik lagi.
*
Tum bernama lengkap Tumini. Seorang wanita bersuamikan buruh pabrik di kota besar sana. Sehari-hari dia sendirian di rumahnya karena belum memiliki momongan. Dia pernah dua kali hamil dan melahirkan, sayangnya kedua anaknya itu sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan. Dulu Budhe Sastro kasihan dengan Tumini. Dia menawari Tumini untuk bekerja bersih-bersih rumah dan menemaninya.
Tumini yang biasa dipanggil Tum setuju, karena dia merasa perlu perubahan.
Setahun, dua tahun semua berjalan normal. Tapi pada tahun ketiga ada sedikit kejanggalan pada diri Budhe Sastro. Menurut Tum, Budhe Sastro seperti terlihat lebih sehat dan seperti lebih cantik. Tetapi Tum menyimpan itu semua dalam hati. Dia tidak banyak berkomentar. Dia tahu dia hanya teman kesepian Budhe Sastro.
Dan kemudian pada suatu sore Budhe Sastro meninggal mendadak.
Siang sebelum meninggal Budhe Sastro berpesan kepada Tum agar dimasakkan sayur lodeh dan sambal bawang. Dan tidak seperti biasanya, budhe Sastro meminta Tum untuk membuatkan kopi pahit untuknya. Dua gelas lagi!
Setelah semua siap, Tum diminta pulang dan kembali sorenya untuk menyetrika baju. Tum patuh melaksanakan semua kehendak Budhe Sastro. Tetapi sore itu, sebelum Tum datang sudah terdengar pengumuman Budhe Sastro meninggal.
Apakah Tum sedih?
Iya, ada sedikit rasa sedih teman sepinya itu kini telah pergi. Tapi sebagai seorang yang terbiasa efektif dalam bekerja dia mengesampingkan semua emosi itu. Dia sudah terbiasa menunda menangis untuk nanti. Sekarang saatnya menolong Budhe Sastro untuk yang terakhir kalinya.
*
Pintu kamar mandi Tum diketuk dari luar.
"Tum... Tum..." Tumini yang sedang mandi menghentikan kegiatannya.
"Ya, siapa?" tanyanya mematikan air keran.
"Masih lama nggak, Tum?"
Tumini bersungut-sungut, pasti Mbak Dilah tetangga sebelahnya, yang kadang menumpang kamar mandinya yang memang berada di luar rumah.
"Bentar lagi, Mbak lagi mandi."
"Oh, ya udah. Kalau udah selesai aku dibuatin kopi pahit, ya. Aku mau tiduran dulu."
Di dalam kamar mandi Tumini terhenyak. Kok, seperti suara Budhe Sastro. Apa iya Mbak Dilah minta dibuatin kopi? Bulu kuduk Tumini meremang.
*
Bu Nur membuat kopi seperti biasa untuk suaminya. Suaminya sedang sibuk memandikan burung kesayangannya. Bu Nur melengos melihatnya. Bu Nur masuk lagi ke dapur.
"Eh, siapa itu?" Teriak Bu Nur ketika melihat kelebat bayangan ke luar dari dapurnya.
Bu Nur mengejarnya. Pasti kucing garong lagi. Di luar sepi tidak ada tumbuhan atau daun yang bergoyang karena ada hewan atau manusia yang lari. Bu Nur masih penasaran dan melihat berkeliling. Hanya ada pohon-pohon yang cukup tinggi karena kekurangan cahaya matahari. Selebihnya semua normal seperti biasa. Sepi. Bu Nur masih penasaran. Apa iya, ada orang yang masuk ke rumahnya, ya?
"Lagi apa, Nur?"
Langkah Bu Nur terhenti. Dia tidak berani menoleh. Bulu kuduknya meremang, karena dia tahu pasti ada yang tidak beres. Rumah tetangganya berjarak hampir lima ratus dari rumahnya. Rumah mereka dibatasi kebun dan tanah kosong yang terbengkalai. Jarang sekali mereka saling berkunjung.
Dan tiba-tiba dia mendengar suara itu. Tanpa ragu Bu Nur langsung mengambil langkah seribu. Entah kenapa dia tahu yang memanggilnya itu adalah Budhe Sastro atau arwahnya.
*
Entah kenapa Bu RT selalu dicekam ketakutan. Entah siang entah malam dia selalu merasa merinding sejak kejadian memeluk pocong Budhe Sastro itu. Mengingat wujudnya, mengingat baunya, dia menggigil ketakutan. Bu RT langsung ke luar rumah. Mencari panas matahari sambil mencari teman agar tidak sendirian. Anehnya pagi itu rasanya lebih sepi dari biasanya. Biasanya ada orang lalau lalang, atau ada anak-anak berlarian ke sana kemari. Kali ini terasa sepi.
Bu RT bergidik ngeri.
Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke musholla saja. Dia memutuskan untuk sholat Dhuha dan membaca al Quran agar hatinya tenang. Dia berwudhu dan masuk musholla, menunaikan sholat dhuha dua rakaat dan berdzikir, memohon agar diberi perlindungan kepada Allah. Suasana musholla yang sejuk dan sunyi membuat Bu RT tenang dan merasa geli sendiri kenapa mesti takut siang-siang begini.
Tiba-tiba ada orang yang duduk di sampingnya dan menowel tangannya.
"Bu RT, minta bantuannya. Mbok nitip pesen buat si Sas biar minta maaf sama saya, saya sedih, lo!" kata orang itu seperti hendak menangis.
Bu RT menoleh. Menelan ludah. Dan langsung pingsan.
Kisah sebuah lukisan misterius yang ternyata memiliki sejarah yang sangat panjang Dan berliku
Impian seorang ibuuntuk membahagiakan anak-anaknya ternyata tidak selamanya berakhir dengan baik.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Lima tahun setelah pernikahan mereka, Tobias Stevens menghadapi kebangkrutan dan terjerat utang besar. Kesehatannya memburuk dan dia bekerja serabutan sebagai kuli di sebuah gudang tua. Penghasilannya nyaris tidak cukup untuk membayar sewa. Untuk mendukung keluarga, Dorothy bekerja di siang hari dan mengumpulkan botol di pinggir jalan untuk dijual pada malam hari, sering kali dia membawa putrinya, Margaret Stevens, bersamanya. Pada hari ulang tahun Dorothy, Margaret memberikan kejutan dengan membawakan kue mangkok murah yang dibeli dari uang yang dia kumpulkan selama setengah tahun. Dorothy terharu hingga meneteskan air mata. Setelah menabung dengan tekun selama berbulan-bulan, akhirnya dia berhasil mengumpulkan cukup uang untuk membeli tiket dan membawa Margaret ke taman bermain yang selalu diimpikannya. Saat tiba di pintu masuk, tak disangka mereka malah melihat Tobias di sana. Salah satu tangan pria itu melingkar di pinggang cinta pertamanya, Liza Briggs. Sedangkan tangan lainnya menggandeng putri Liza, Sandra Briggs. Mereka sedang menuju ke wahana. "Ayah ...." Margaret memanggil dengan suara lantang ke arah sosok Tobias. Seorang petugas taman bermain segera berbalik dan menghentikan Dorothy dan Margaret. "Maaf, taman bermain ditutup untuk acara pribadi yang diadakan oleh Pak Stevens hari ini. Kalian bisa kembali di lain hari."
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY