"Aku nggak mau dimadu, Mas!" Istri mana pun tak ada yang mau dimadu, begitu pun dengan diriku. Apalagi, madu tersebut adalah perempuan yang pernah ada dihati suamiku. Naya... sampai mati pun, aku tidak akan membiarkan suamiku diambil olehmu!
"Aku nggak mau dimadu, Mas!" Istri mana pun tak ada yang mau dimadu, begitu pun dengan diriku. Apalagi, madu tersebut adalah perempuan yang pernah ada dihati suamiku. Naya... sampai mati pun, aku tidak akan membiarkan suamiku diambil olehmu!
"Yunus ... kalau sekarang aku merestui hubunganmu dengan Naya, apa kamu bersedia menikah dengannya?"
Degh!
Jantung Yumna seolah berhenti sejenak mendengar kata-kata tersebut. Langkahnya yang semula bersemangat menuju restoran untuk menyusul suaminya, tiba-tiba terhenti. Dia merasa seperti ditampar oleh realitas yang tak terduga.
Naya adalah perempuan yang dulunya menjadi calon istri Ustad Yunus melalui proses ta'aruf. Namun, sayangnya, mereka tidak berhasil mendapatkan restu dari kedua orang tua Naya dan membuatnya terpaksa mengakhiri hubungan.
Hal ini terjadi karena Ayah Cakra menganggap Ustad Yunus tidak memenuhi kriteria menantu idamannya, terutama setelah mengetahui bahwa Ustad Yunus bekerja sebagai marbot masjid.
Selain itu, Ayah Cakra juga pernah menghinanya sebagai pria miskin.
Sejak awal, Yumna telah memiliki firasat buruk saat melihat kedatangan Ayah Cakra-pria yang dulunya pernah menjadi calon mertua suaminya. Pria itu datang dengan permintaan untuk berbicara secara empat mata dengan suaminya, dan seketika itu juga, firasat buruk Yumna semakin kuat.
Rasa sakit di dadanya semakin terasa, saat dia melihat ekspresi suaminya. Wajah Ustad Yunus tampak berbunga, meski ada sedikit kejutan di matanya. Yumna memutuskan untuk berdiam diri sejenak, memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.
Dia berdiri di sana, hatinya berdebar-debar, menunggu jawaban dari suaminya.
"Menikah dengannya?!"
"Iya, Nus," sahut Ayah Cakra. "Dan aku yakin ... kamu pasti masih sangat mencintai Naya, begitu pun sebaliknya."
Air mata Yumna mulai mengalir. Rasa sakit dan kebingungan melanda hatinya secara bersamaan.
"Tapi Bapak 'kan tau saya sekarang sudah punya istri. Saya juga sudah mengakhiri ta'arufan saya dengan Naya, Pak."
"Itu sama sekali nggak masalah, Nus!" balas Ayah Cakra cepat. "Aku juga nggak akan memintamu untuk menceraikan istrimu. Sekarang yang perlu kamu lakukan hanya menjadikan Naya istri keduanya."
Kedua mata Yumna sontak membulat. Dia terkejut bukan main, mendengar permintaan konyol itu.
Tidak ada perempuan di luar sana yang rela menjadi bagian dari poligami. Begitu pun dengan Yumna.
Rasa takut tiba-tiba melanda diri Yumna, karena dia menyadari bahwa suaminya mungkin akan menuruti permintaan tersebut. Dia bisa merasakan bahwa Ustad Yunus masih menyimpan perasaan terhadap Naya, dan itu membuatnya semakin terluka. Dengan keberanian yang dia miliki, Yumna langsung melangkah mendekati mereka.
"Aku nggak mau dimadu, Mas!" teriak Yumna dengan suara yang penuh emosi, mencerminkan ketegasan dan keberanian hatinya.
Ustad Yunus dan pria di depannya itu terkejut dan segera berdiri dari tempat duduk mereka.
"Tolong jangan lakukan itu, Mas! Aku mohon..." tambah Yumna dengan air mata yang semakin deras.
"Dek... bagaimana kamu bisa ada di sini?" Ustad Yunus mendekatinya dengan cepat.
"Mas nggak perlu tahu bagaimana aku bisa ada di sini! Intinya, aku nggak ingin menjadi istri yang kedua! Aku ingin menjadi satu-satunya istri Mas!" tegas Yumna sambil memeluk tubuh Ustad Yunus.
'Ah sial!! Kenapa coba istrinya si Yunus pakai acara samperin ke sini?! Bisa gagal kalau begini ceritanya!' Ayah Cakra menggerutu dalam hati, sambil menggertakkan giginya.
"Ayo, cepat katakan kepada Ayah Naya bahwa saya tidak ingin berpoligami. Saya hanya ingin menjadi suami satu-satunya!" Yumna memohon dengan suara lantang, suaranya penuh keputusasaan.
"Tapi, Dek, saya-"
"Dih, Mas... jadi Mas ingin berpoligami, ya?" potong Yumna, lalu langsung mendongakkan wajahnya, menatap sendu sang suami dengan air mata yang masih berlinang. "Mas kok tega sih sama aku? Katanya Mas mencintaiku, apa rasa cinta Mas sekarang berkurang, ya? Hikkssss ... Mas jahat!!" tambahnya berteriak, tapi Yumna makin mempererat pelukan.
"Bukan, Dek! Bukan begitu maksud saya," balas Ustad Yunus seraya mengelus punggung sang istri untuk mencoba menenangkannya. Kemudian dia menatap kembali ke arah Ayah Cakra yang sedari tadi diam ditempat. "Maaf, Pak, saya nggak bisa. Nggak bisa menuruti permintaan Bapak. Dan kalau begitu ... saya permisi pamit pulang duluan sama istri saya. tambah Ustad Yunus.
Tanpa menunggu jawaban dari pria itu, Ustad Yunus sudah lebih dulu pergi dari sana bersama Yumna.
Karena tangis perempuan itu semakin kencang, hal itu menjadi tidak nyaman bagi pengunjung lain. Ustad Yunus tentunya tidak ingin menciptakan keributan di tempat orang.
***
"Deeekk ... udahan nangisnya."
Selama dalam perjalanan pulang menaiki mobil taksi, Yumna terus menerus menangis.
Diminta berhenti oleh Ustad Yunus pun nyatanya dia seolah tak mendengar. Jadi pria itu merasa bingung sendiri harus berbuat apa.
Dan disisi lain, seketika saja Ustad Yunus jadi mengingat momen pertemuannya tadi dengan Ayah Cakra.
Aneh sekali rasanya, mengapa pria itu tiba-tiba memintanya untuk menikahi Naya. Apalagi sampai menjadikannya istri kedua?
'Apa ada sesuatu yang terjadi sama Naya, ya?' batinnya berpikir.
Sepertinya tidak mungkin pria itu melakukan hal semacam itu jika tidak ada penyebabnya. Ustad Yunus pun tahu betul, bagaimana Ayah Cakra yang dulunya tidak menyukainya.
'Ah semoga saja nggak ada apa-apa. Ya Allah ... tolong lindungi Naya. Kalau misalkan dia sedang sakit tolong sembuhkan lah. Naya adalah perempuan yang sangat baik. Aku akan ikut bersedih jika melihatnya sakit,' batinnya berdo'a.
*
"Udahan, Dek, nangisnya. Ini sudah sampai rumah ... nggak enak kalau Umi tau," tegur Ustad Yunus dengan lembut, saat tak terasa akhirnya mobil taksi yang mereka tunggani berhenti di depan rumah.
'Memang kenapa kalau Umi tau?! Apa Mas takut?' batinnya kesal.
Setelah membayar ongkos taksi, Ustad Yunus lantas mengajak istrinya masuk ke dalam rumah. Dan bertepatan sekali dengan Umi Mae yang baru saja keluar dari dapur.
"Ehhh ... ternyata kalian pergi berdua? Umi kira ke mana. Tapi kenapa nggak pamit dulu?"
Saat Yumna berhasil menyusul Ustad Yunus, perempuan itu memang tidak pamit kepadanya. Jadi wajar Umi Mae bertanya demikian.
"Iya, Umi, Maaf," jawab Ustad Yunus. "Eemmm ... Kalau begitu aku sama Dek Yumna masuk dulu ke kamar, ya? Ini juga sudah mau Magrib."
"Ya udah. Tapi itu Yumna nggak kenapa-kenapa, kan, Nus?? Kok kayak nangis?" tanya Umi Mae yang memerhatikan menantunya.
Perempuan itu masih bersembunyi dibalik kaos suaminya. Pelukannya pun masih belum terlepas sama sekali.
"Dek Yumna hanya sedang salah paham padaku, Umi. Biar aku jelaskan padanya. Kami mau masuk dulu ke kamar, ya?"
"Ya udah sana." Umi Mae langsung mengelus rambut menantunya, kemudian membiarkannya masuk bersama sang anak. "Apa mereka ada masalah? Tapi semoga sih benar apa yang dikatakan Yunus benar ... itu hanya salah paham. Dan kira-kira ... Apa, ya, yang sempat Ayahnya Naya obrolkan dengan Yunus? Apa itu sesuatu yang penting?" Monolognya penasaran.
Umi Mae lantas berlalu keluar dari rumah, hendak menuju ke warungnya sebab ingin dia tutup.
"Sekarang kamu mandi, Dek, biar kita bisa sholat Magrib bareng," titah Ustad Yunus saat keduanya duduk di atas kasur.
Perlahan, kemudian akhirnya Yumna melepaskan pelukannya.
"Bukannya tadi pas Mas bilang sama Umi, kalau Mas mau jelaskan padaku, supaya nggak salah paham? Kok nggak langsung menjelaskan sekarang sih, Mas?" tanya Yumna menagih. Kedua tangannya itu langsung mengusap kedua pipinya yang basah.
##
Hallooo ... selamat datang di novel keduaku di Bakisah. Jangan lupa masukkan ke dalam rak dan kasih ulasan terbaik bintang 5.
Komentarnya jangan lupa, biar nggak jadi pembaca ghoib. Hehehehe...
Follow juga Intagraam-ku @rossy_dildara
Karena ada banyak visual dan info lainnya di sana.
Terima kasih ◉‿◉
Malam panas yang kami lalui itu telah membekas begitu dalam di hatiku. Seharusnya, malam itu adalah akhir dari segalanya, akhir dari permainan yang aku mulai. Aku merencanakan semuanya dengan sempurna, menjebak Kak Calvin agar masuk ke dalam perangkap Nona Agnes. Tapi, ironisnya, aku yang terperangkap dalam permainan sendiri. Itu adalah kesalahan. Kesalahan yang besar. Aku tidak seharusnya membiarkan diriku terbawa arus, membiarkan diriku terlibat lebih dalam dengan Kak Calvin. Hubungan kami seharusnya sudah berakhir. Tapi, aku merasa terikat, terperangkap dalam kenangan-kenangan indah yang kami ciptakan bersama. Lalu, bagaimana yang harus aku lakukan sekarang?
"Silla, kamu mau 'kan jadi maduku?" Seperti petir yang menyambar di tengah hari, Silla terkejut mendengar permintaan tak terduga dari Elsa–sahabatnya, yang selama ini dianggapnya sebagai saudara. Selembar kertas hasil pemeriksaan dokter menunjukkan jika dia tidak subur, Elsa akhirnya meminta Silla untuk menjadi madunya. Hanya sebentar, hanya sampai Silla berhasil melahirkan keturunan untuk suami Elsa. Awalnya, Silla menolak dengan tegas. Namun, desakan terus menerus membuatnya akhirnya setuju. Lalu, bagaimana jika dirinya terjebak dalam lingkaran pernikahan itu? Apalagi, sedari dulu hingga sekarang, Silla rupanya masih memendam rasa kepada Nathan-suami dari Elsa. Akankah semaunya berjalan semestinya? Atau, Silla justru tak ingin lepas dari Nathan?
Bima tak menyangka, jika seorang gadis yang dia tolong seminggu yang lalu akan menjadi ibu susu anaknya. Dia adalah Jenny, seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang masih berstatus pelajar SMA. Namun, entah alasan apa, diumurnya yang masih terbilang muda gadis itu sudah mengandung. Apa mungkin karena salah pergaulan? Atau justru memang dia sudah menikah? Semakin lama dilihat, Jenny semakin mempesona. Hingga membuat seorang Bima Pradipta yang masih berstatus suami orang menyukainya. Dan suatu ketika, sebuah insiden kesalahan pahaman membuat keduanya terpaksa menikah dan menjadikan Jenny istri kedua Bima. Akankah pernikahan mereka abadi? Lalu, bagaimana dengan Soraya istri pertama Bima? Akankah dia terima dengan pernikahan kedua Bima? Atau justru dialah yang terlengserkan? “Setelah kita menikah, aku akan menceraikan Raya, Jen!” Bima~ “Kalau begitu Bapak jahat namanya, masa Bu Raya diceraikan? Aku dan dia sama-sama perempuan, aku nggak mau menyakitinya!” Jenny~
Telepon itu datang di hari terpanas tahun ini. Putraku, Leo, dikurung di dalam mobil yang panasnya seperti oven oleh Saskia, saudara tiri suamiku. Sementara itu, suamiku, Bramantyo, hanya berdiri di sana, lebih khawatir tentang mobil Mustang klasiknya daripada anak kami yang nyaris tak sadarkan diri. Saat aku memecahkan kaca jendela untuk menyelamatkan Leo, Bram justru memaksaku meminta maaf pada Saskia, merekam penghinaan itu untuk dipertontonkan ke publik. Aku pun segera menemukan rahasianya yang mengerikan: dia menikahiku hanya untuk membuat Saskia cemburu, menganggapku tak lebih dari sebuah alat dalam permainannya yang keji. Dengan hati hancur, aku mengajukan gugatan cerai, tetapi siksaan mereka justru semakin menjadi-jadi. Mereka mencuri perusahaanku, menculik Leo, dan bahkan merancang sebuah gigitan ular berbisa, membiarkanku sekarat. Kenapa mereka begitu membenciku? Pria macam apa yang tega menggunakan putranya sendiri sebagai pion, dan istrinya sebagai senjata, dalam sandiwara sekejam ini? Tetapi kekejaman mereka menyulut kemarahan dingin yang membara di dalam diriku. Aku tidak akan hancur. Aku akan melawan, dan aku akan membuat mereka membayar semuanya.
Tanda pertama aku akan mati bukanlah badai salju. Bukan juga hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Melainkan tatapan mata tunanganku saat dia bilang kalau dia telah memberikan hasil kerja kerasku—satu-satunya jaminan kami untuk bertahan hidup—kepada wanita lain. "Karin kedinginan," katanya, seolah-olah aku yang tidak masuk akal. "Kamu kan ahlinya, kamu pasti bisa mengatasinya." Lalu dia mengambil telepon satelitku, mendorongku ke dalam lubang salju yang digali seadanya, dan meninggalkanku untuk mati. Pacar barunya, Karin, muncul, terbungkus nyaman dalam selimut pintar buatanku yang berkilauan. Dia tersenyum saat menggunakan kapak es milikku untuk merobek pakaianku, lapisan pelindung terakhirku dari badai. "Jangan lebay," katanya padaku, suaranya penuh penghinaan saat aku terbaring di sana, mati kedinginan. Mereka pikir mereka telah mengambil segalanya. Mereka pikir mereka telah menang. Tapi mereka tidak tahu tentang pemancar darurat rahasia yang kujahit di ujung lengan bajuku. Dan dengan sisa tenaga terakhirku, aku mengaktifkannya.
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.
"Kau sedang mengintip? Bagaimana jika kuajari secara langsung?" Tawari Hunter Oragle kala menangkap basah putri tirinya mengintip dirinya yang tengah bergumul panas dengan ibunya. •••• Perasaan dan hubungan tabu itu menjadi rumit saat fakta dan kebenaran mencuat.
PEMUAS TANPA BATAS (21+) Tak pernah ada kata mundur untuk tigas mulia yang sangat menikmatkan ini.
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY