/0/17366/coverbig.jpg?v=e78374f42b0e72e117bd0741b3f7098d)
Para wanita pemulasara jenazah yang tergabung di dalam organisasi nirlaba bernama Sekar Langit mulai mengalami keanehan yang ternyata berujung pada salah satu anggotanya ....
Para wanita pemulasara jenazah yang tergabung di dalam organisasi nirlaba bernama Sekar Langit mulai mengalami keanehan yang ternyata berujung pada salah satu anggotanya ....
Salma baru saja duduk ketika teriakan itu mendekat. Jantung Salma berdebar ketika melihat beberapa lelaki masuk ke dalam rumah duka.
"Kenapa tidak bilang kalau Ibuk meninggal, Mas?"
"Aku sudah mencoba menghubungi komandanmu, Gil, tetapi ...."
"Alasan!"
Tiga pria itu masuk ke dalam rumah dengan kasar. Mereka bertiga berteriak bersamaan dengan untaian air mata. Salma yang duduk di lantai dengan ibu-ibu Sekar Langit berpandangan takut dan resah, mereka bingung harus melakukan apa.
"Aku mau melihat wajah Ibuk!" teriak pria yang memakai seragam tentara. Dia berdiri di samping jenazah yang sudah dikafani dengan sempurna.
Salma memandang Bu Tris, anggota Sekar Langit yang paling senior. Bu Tris mengedikkan kepalanya kepalanya kepada Salma agar ikut dengannya.
Aduh! Salma tidak bisa mengelak lagi, dia pun segera mengikuti Bu Tris berdiri dan mendekati tiga pria yang nampak tegang itu.
"Boleh, Mas. Jenazah Ibu boleh dilihat dan dicium, tetapi air matanya jangan sampai kena Ibu, ya?" kata Bu Tris tegas. Perlahan Bu Tris membuka tali pengikat kafan di bagian kepala. Beliau menyibakkan satu persatu kain kafan yang menutupi wajah jenazah, diiringi dengan isak tangi ketiga pria yang sepertinya putra Sang Ibu.
Salma berdiri dengan kaki, tangan dan tubuh gemetaran. Dia berusaha untuk tidak melihat wajah jenazah yang tadi dimandikannya. Salma berusaha bersembunyi di belakang tubuh Bu Tris, tetapi entah kenapa Salma merasa sedikit penasaran. Dia ingin melihat wajah jenazah.
"Sampun, Mas, (Sudah, Mas,)" kata Bu Tris perlahan. Salma menjengit. Dia mengintip dari balik tubuh Bu Tris untuk melihat wajah jenazahnya.
Oh! Salma nyaris berteriak ketakutan ketika melihat melihat wajah jenazah itu. Oh ... tidak ... tadi wajahnya tidak seperti itu. Wajah jenazah itu tadi bersih dan normal, bahkan terlihat cantik, tetapi sekarang wajah itu tampak hitam legam, seperti bekas terbakar dan di beberapa bagian wajah itu kulitnya nampak begitu kering sehingga merekah dan mengeluarkan cairan kemerahan yang berbau anyir.
"Kenapa Ibu saya seperti ini, Bu?"
"Apa yang terjadi? Kenapa Ibu jadi seperti ini?"
Ketiga pria itu mulai menjerit histeris dan menangis lagi. Salma mendongak dan .... Salma menjerit panjang ketika melihat wajah ketiga pria itu sama persis dengan wajah jenazah didepannya. Hitam, kering dan ada beberapa bagian kulit yang merekah dan mengeluarkan cairan yang berbau amis.
"Salma ... Salma ...." Bu Tris memanggil Salma yang terus berteriak.
Salma bergidik merasakan Bu Tris memegang tangannya. Tangan Bu Tris terasa begitu kasar dan sedikit lengket. Salma melihat tangan Bu Tris dan menjerit lagi ... oh, tangan Bu Tris sama persis dengan wajah jenazah di depan Salma. Tangan Bu Tris kehitaman dan begitu kering, sehingga kulitnya pecah-pecah dan ....
Salma nyaris muntah ketika tangan Bu Tris mengeluarkan cairan kemerahan dan mengenai tangan Salma. Ternyata cairan itu panas dan sangat lengket. Salma mencoba melepaskan tangan Bu Tris tetapi tidak bisa.
"Kenapa, Ma?" tanya Bu Tris.
Salma mendongak dan melihat wajah Bu Tris sama persis dengan wajah jenazah ketiga pria di depannya,
kehitaman dan mengeluarkan cairan busuk. Salma menangis histeris.
"Siapa kamu? Lepaskan aku! Lepaskan!" Salma berteriak sambil mencoba melepaskan tangan Bu Tris yang sekarang mencengkeram tangannya. Tetapi cengkeraman tangan Bu Tris begitu kuat, sehingga tangan Salma lengket dan penuh dengan cairan anyir yang keluar dari kulit Bu Tris.
"Ma ... Salma ... Istighfar, Ma!" Salma merasakan bahunya digoncang.
Salma membuka matanya dan berteriak kaget ketika melihat ibunya berdiri di samping tempat tidurnya. Wajah Sang Ibu tampak khawatir.
"Kowe ngopo, Ndhuk? (Kamu kenapa, Ndhuk?)" tanya Sang Ibu. Salma tidak langsung menjawab, dia memandang berkeliling. Salma ingin memastikan bahwa dia berada di dalam kamarnya dan bukan di sebuah rumah duka.
"Salma?" Sang Ibu memanggil Salma lagi. Salma memandang ibunya sambil tersenyum.
"Nggih, Buk. Salma mboten nopo-nopo, kok, Buk. Ming ngimpi, (Ya, Buk. Salma tidak apa-apa, kok, Buk. Hanya mimpi,)" kata Salma.
Warsini, ibu Salma, memandang anaknya dengan ragu dan khawatir.
"Kamu teriak-teriak tadi, Ndhuk," kata Warsini ragu. Salma terkejut, tetapi kemudian tersenyum.
"Nggak papa, Bu, sepertinya Salma memang masih takut menjadi pemulasara jenazah, Bu, jadinya masih sering terbawa mimpi," kata Salma. Dia tersenyum gugup dan malu, karena merasa sangat bersalah pada ibunya.
"Kamu yakin kamu nggak papa?" tanya Warsini lagi. Salma menggeleng.
"Insya Allah nggak papa. Mungkin karena kejadian kemarin di rumah duka yang kami kunjungi, Buk," jawab Salma. Warsini mengerutkan keningnya.
"Ada apa di rumah duka yang kemarin, Ma?"
Salma tersenyum geli melihat wajah ibunya yang penasaran sekaligus takut.
"Sebenarnya nggak ada apa-apa, Buk. Cuman anak dari ibu yang meninggal itu baru datang setelah jenazahnya sudah selesai dikafani. Dia menangis histeris. Sepertinya itu yang membuat Salma mimpi, Buk," jawab Salma. Dia tidak menceritakan tentang wajah menyeramkan jenazah dan orang-orang di sekitarnya dalam mimpinya pada ibunya.
"Oalah, itu to, yang membuat kamu mimpi buruk. Astaghfirullah, pengalaman seperti itu memang cukup berat, Ma, butuh waktu lama untuk beradaptasi," kata Warsini. Dia menelisik wajah Salma lagi.
"Kamu beneran nggak papa, to, Ndhuk?" tanya Warsini lagi. Salma tertawa hambar, dia menggeleng.
"Insya Allah nggak papa, Buk," jawab Salma.
Warsini mengangguk dan meninggalkan kamar Salma dengan pesan yang panjang. Salma hanya tersenyum mendengar nasihat ibunya, dia tahu, ibunya khawatir dengan profesi baru Salma sebagai seorang pemulasara jenazah. Salma mendengus, lagipula profesi itu didapatkan Salma dari ibunya sendiri. Dia diminta ibunya untuk menggantikan Sang Ibu menjadi pemulasara jenazah dalam sebuah organisasi sosial bernama Sekar Langit, sebuah organisasi nirlaba yang bisa dipanggil untuk membantu memulasara jenazah.
Salma baru bergabung selama dua bulan dengan Sekar Langit dan dia sudah ikut membantu memulasara enam jenazah. Salma bergidik mengingat pengalaman-pengalamannya memulasara jenazah. Secara refleks Salma memeluk tubuhnya sendiri.
"Iiihhh!" Salma menjerit lagi. Dia berjingkat kaget ketika tangannya menyentuh sesuatu yang berlendir di lengan dan telapak tangannya.
Salma beristighfar ketika melihat cairan serupa lendir kemerahan hampir di seluruh bagian tangannya. Dia mual melihat cairan yang hampir sama dengan mimpinya tadi. Salma dilanda kepanikan dan ketakutan. Dia segera bangkit dari tempat tidurnya dan bercermin.
"Oh, apa ini?" tanya Salma dengan suara gemetar karena takut. Dia melihat lendir itu di hampir seluruh bagian tangannya.
Oh, bukankah di dalam mimpinya tadi Bu Tris mencengkeram lengan kiri Salma dan Salma berusaha melepaskan cengkeraman itu? Berarti cairan ini adalah ... adalah ... cairan dari dalam kulit Bu Tris yang terbakar? Tetapi bukankah tadi hanya mimpi?
****
Kisah sebuah lukisan misterius yang ternyata memiliki sejarah yang sangat panjang Dan berliku
Impian seorang ibuuntuk membahagiakan anak-anaknya ternyata tidak selamanya berakhir dengan baik.
Evelin menikahi Sandi, seorang dokter kandungan, pada usia 24 tahun. Dua tahun kemudian, ketika dia hamil lima bulan, Sandi menggugurkan bayinya dan menceraikannya. Selama masa-masa kelam inilah Evelin bertemu Dhani. Dia memperlakukannya dengan lembut dan memberinya kehangatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pria itu juga menyebabkan rasa sakit terhebat yang pernah dia alami. Evelin hanya tumbuh lebih kuat setelah semua yang dialaminya, tetapi apakah dia dapat menanggung kebenaran ketika akhirnya terungkap? Siapa Dhani di balik topeng karismatiknya? Dan apa yang akan dilakukan Evelin begitu dia menemukan jawabannya?
Ciumannya kini turun ke perut yang mulus dan rata, lidahnya bermain di pusarnya, dan tangannya lalu menurunkan celana dalam yang jadi kain terakhir yang menempel ditubuh Endah, dan wanita itu mengangkat pantatnya agar Asaln dengan leluasa membuka celana dalamnya. Rimbunan semak belukar hitam menyapa tatapan Aslan, dan mata yang malu terlihat diatas sana agak samar dirundung birahi, apalagi saat dengan lembut Aslan membuka lebar pahanya, sehingga aroma kewanitaan yang segar dan alami pun menyeruak membuat nafsu kelakilakian seorang Aslan semakin membara Dengan lembut bibirnya mencium gundukan bukit rimbun dan hitam itu….. Belahannya kemudian terlihat memerah mengintip, serta bagian daging kecil yang memancing bibir Aslan untuk menyentuhnya “Auhg,,,,,, abang…..”
18+, hampir tiap bab memiliki unsur kedewasaan, jadi tidak di peruntukan pembaca di bawah 18 tahun ke bawah. Cerita ini berlatar belakang seorang mahasiswa yang memiliki prestasi cukup lumayan. Iapun hanya seorang pria yang memiliki perekonomian yang tidak terlalu mendukung, namun bisa melanjutkan pendidikannya di salah satu kampus ternama, di karenakan ia memiliki kecerdasan hingga dia bisa mendapatkan beasiswa. Awalnya ia tak pernah menyangka kalau dirinya akan menjadi pria yang di lirik banyak wanita, berhubung parasnya tidak terlalu mendukung. Namun sepeninggalnya sahabat terbaiknya, di saat itulah dia mendapatkan semuanya.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
© 2018-now Bakisah
TOP