Halimah tiba- tiba bisa melihat tempat yang aneh dan calon tumbalnya. Apa yang terjadi pada Halimah? Apakah Haimah harus mencari tumbalnya? Apakah Halimah bisa diselamatkan?
Halimah tiba- tiba bisa melihat tempat yang aneh dan calon tumbalnya. Apa yang terjadi pada Halimah? Apakah Haimah harus mencari tumbalnya? Apakah Halimah bisa diselamatkan?
"Jadi mengapa kamu ke sini? Bukankah aku sudah bilang kalau tidak boleh ke sini?" teriak wanita tua itu dengan marah dan wajah memerah.
Halimah menundukkan pandangannya dan mulai menangis. Tangannya memilin-milin ujung bajunya.
"Tidak usah menangis! Hentikan tangismu itu! Apa maumu?" teriak wanita tua itu. Halimah semakin menundukkan pandangannya. Wanita tua itu mendecakkan lidahnya kesal, dia mendekati gadis bertubuh kecil itu. Wanita tua memegang dagu Halimah dengan tangannya yang berkuku panjang dan kotor itu.
"Kamu cari mati, ya, datang ke sini? Apa sajennya kurang kemarin?" bisik wanita tua itu dengan geram. Halimah mendongak dan melihat ke arah wanita tua itu dengan pandangan takut, dia segera menunduk lagi. Halimah mundur sedikit, berusaha menghindari wanita tua itu.
"Jawa, Limah! Mengapa kamu diam aja?" teriak wanita tua itu dengan kemarahan yang menggelora, dia mencengekeram dagu Halimah. Halimah menjerti kesakitan.
"Abdi kambuh lagi, Nyai. Aku di suruh memanggil nyai ke rumah Pak Slamet," jawab Halimah pelan. Wanita tua itu terkejut dan perlahan melepaskan cengkeramannya pada dagu Halimah, dia mundur perlahan.
"Kenapa tidak bilang dari tadi?" bisik wanita tua itu. Halimah menunduk lagi.
"Aku takut karena Nyai Barinah sudah berteriak-teriak seperti tadi," jawab Halimah dengan melirik kesal pada wanita tua bertubuh bungkuk dan berwajah bocel-bocel itu.
"Ya, sudah, aku akan segera ke sana. Pulanglah dulu. Maafkan aku, ya, Limah," kata Nyai Barinah. Halimah mengangguk dan segera melesat meninggalkan rumah Nyai Barinah. Halimah lupa jalan yang dilaluinya tadi licin dan berbatu terjal, sehingga dia beberapa kali jatuh dan membuat bajunya kotor penuh lumpur. Tubuhnya sakit sekali dan ada beberapa bagian tubuhnya yang berdarah dan membuatnya menangis tersedu.
***
Halimah sampai di rumah Pak Slamet setengah jam kemudian. Badannya kotor dan sakit semua. Dia mengetuk pintu dapur dengan keras dan terburu-buru.
"Mbok Nem, bukakan pintunya!" teriak Halimah. Sunyi, tidak ada yang membukakan pintu, "MBok Nem! Pak Tatang!" teriak Halimah lagi. Setelah beberapa waktu akhirnya ada suara langkah kaki membukakan pintu dapur.
"Limah?"
"Iya, Mbok! Bukakan pintu, Mbok!" teriak Halimah lagi.
"Iya! Iya! Sabar, Mah!" gerutu Mbok Nem. Dan tak lama kemudian pintu dapur itu terbuka. Mbok Nem sangat terkejut melihat kondisi Halimah yang agak memrihatinkan.
"Kamu kenapa, Mah? Apa Nyai Barinah ngamuk lagi?" tanya Mbok Nem dan buru-buru meminta Halimah masuk ke dalam rumah Pak Slamet, "kok, ya, nyuruh surup-surup (senja) begini, ya? Kan bahaya! Nanti kalau Buto Ijonya itu keluar gimana coba? Kamu nggak papa, Mah?" tanya Mbok Nem sambil berusaha membersihkan wajah dan rambut Halimah yang kusut masai. Halimah hanya bisa menangis kesakitan.
"Mandi dulu saja, ya? Nanti setelah itu kuobati semuanya," kata Mbok Nem. Halimah mengangguk, dia berjalan tertatih menuju kamarnya. Di dalam kamar dia segera mandi, berganti baju dan kemudian melakukan suatu tindakan yang dilarang oleh pak Slamet selama Halimah tinggal di rumah itu, yaitu salat. Dengan buru-buru Halimah salat Magrib dengan sprei yang dijadikannya mukena dan setelah selesai dia segera melipat spreinya lagi dan memasukkannya ke dalam lemari.
"Limah! Sudah belum ganti bajunya? Lama sekali!" teriak Mbok Nem sambil menggedor kamar Halimah. Halimah buru-buru menyembunyikan sajadah di dalam lemarinya dan membukakan pintu kamarnya.
"Kebiasaan kalau mandi lama banget! Mbok, ya kalau mandi itu yang cepet, sat set gitu lo!" gerutu Mbok Nem lagi. Dia mencebik sambil memeriksa tubuh Halimah yang memar, lebam dan berdarah. Halimah mengaduh kesakitan ketika Mbok Nem menotol-notol luka di tubuhnya dengan minyak ramuan kunyit dan daun sirih yang bisa digunakan sebagai antibiotika dan sekaligus juga penghilang rasa sakit.
"Kalau ini sudah selesai, langsung mbantu aku menyiapkan makan malam, ya? Katanya Nyai Barinah akan datang selepas maghrib," kata Mbok Nem. Halimah mengangguk.
"Matur nuwun wis gelem nggon omahe Nyai Barinah, ya? (Terima kasih sudah mau ke rumah Nyai Barinah, ya?)" kata Mbok Nem sambil mengelus rambut Halimah. Halimah mengangguk sambil tersenyum haru karena melihat bulir-bulir air mata yang hendak menetes di pipi Mbok Nem, yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri.
"Ayo, sekarang bantu aku, ya?" kata Mbok Nem memecah kesunyin dan keharuan itu. Halimah mengangguk dan buru-buru mengikuti Mbok Nem menuju ke dapur.
***
Halimah selalu terpesona dengan menu makanan keluarga Pak Slamet. Mbok Nem selalu disuruh masak makanan dalam jumlah yang banyak dan menunya juga selalu enak sekali menurut Halimah. Seperti malam itu, dia membantu menyiapkan makan malam yang sangat 'wah', ada rendang daging, ada pecel, ada sayur asem, ada tempe bacem, tahu bacem, ayam goreng, dan sayur sop daging. Hmm ... Halimah hampir saja mengambil sebuah tahu bacem yang nampak sangat enak, berwarna kecoklatan dan berkilauan tertimpa cahaya lampu dan perut Halimah berkeriut menahan lapar. Dia hanya bisa menelan ludah membayangkan betapa lezatnya makanan yang disajikan malam itu.
Tetapi tetap saja rasa heran menyeruak dalam hati Halimah. Bukankah keluarga Pak Slamet hanya empat orang? Ada Pak Slamet, Bu Slamet, Abdi dan kakak perempuannya yang bernama Siti Hayati, mungkin hari ini ada Nyai Barinah, yang pastinya akan makan malam di rumah Pak Slamet. Tetapi sebanyak apapun makanan dan lauk yang dimasak dan disajikan di meja makan, tetap saja semuanya habis tuntas tak tersisa.
Kadang Halimah ikut membereskan meja makan setiap selesai makan malam dan selalu saja tidak ada setetespun kuah, sebutirpun nasi atau secuilpun lauk yang tersisa. Aneh sekali!
"Nggak usah mikir aneh-aneh!" desis seseorang di belakang Halimah. Halimah terlonjak kaget, dia menoleh ke belakang dan melihat Bu Slamet berdiri sambil tersenyum di belakangnya. Halimah langsung menunduk dan Bu Slamet meninggalkan Halimah begitu saja, membuat Halimah semakin ketakutan, karena menyadari bahwa langkah Bu Slamet tak berbunyi sama sekali, begitu mengerikan.
***
Dari dapur Halimah mendengar suara denting sendok dan piring yang beradu di ruang makan, dan anehnya, dia juga mendengar suara dengus-dengus aneh dari ruang itu, seperti suara orang yang kelelahan setelah berlari. Halimah sangat tidak nyaman mendengar dengusan itu. Dia juga sangat penasaran. Akhirnya Halimah mengintip melalui sebuah lubang kecil yang terdapat di bagian atas tengah pintu yang memisahkan antara dapur dengan ruang makan dan ... dan Halimah melihat pemandangan yang sangat mengerikan itu ....
Halimah membeliak tak percaya. Dia mundur dan segera berlari ke kamarnya. Napasnya memburu, jantungnya berdetak kencang. Halimah mencoba menenangkan diri ketika mendengar teriakan Abdi.
"Halimah salat di rumah kita, Pak! Halimah salat di rumah kita!
****
Kisah sebuah lukisan misterius yang ternyata memiliki sejarah yang sangat panjang Dan berliku
Impian seorang ibuuntuk membahagiakan anak-anaknya ternyata tidak selamanya berakhir dengan baik.
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
21+ "Pantas belum jalan, ada maunya ternyata" Ujar Fany "hehehehe... Yuk..." Ujar Alvin sambil mencium tengkuk istrinya. Fany segera membuka handuknya. Buah dadanya menggantung indah, perutnya yang rata dan mulus, serta area kemaluannya yang ditutupi rambut hitam langsung muncul. Alvin segera memeluk Fany dan melumat buah dadanya dengan rakus. "Pintu sudah dikunci? " Tanya Fany "Sudah...." Jawab Alvin disela mulatnya sedang mengenyot puting pink milik Fany "nyalain Ac dulu" suruh Fany lagi Sambil melepas sedotannya, Alvin mencomot remote AC lalu memencet tombol ON. Kembali dia melumat buah dada Fany bergantian kiri dan kanan, buah dada yang putih dan terlihat urat-urat merah dan biru di buah dada putihnya, membuat Alvin makin rakus melumatnya. Sambil menrunkan celana pendek dan celana dalamnya, dia membuka kaosnya, lalu merenggangkan paha Fany, ujung kontolnya yang belum tegak sempurna diberi ludah lewat jari tengahnya di bagian kepala, lalu menggosok gosok pelan di bibir vagina Fany. Fany mendesah dan merasakan mulai ada rangsangan di bibir kemaluannya, lalu tiba-tiba masuk batang berurat milik Alvin di vagina Fany yg belum begitu siap dan basah, pelan2 lelehan cairan membasahi dinding vaginanya, Alvin mulai menggoyang dan naik turun, Fanny memeluk bagian pinggul suaminya, pahanya dibuka lebar. Tidak lama kemudian.....
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY