/0/18126/coverbig.jpg?v=c7326b45ca07eed4ff2acea645fc0789)
Kisah Cinta bisa bermula darimana saja. Dan hadir pada hati siapa saja dan kadang tanpa aba-aba.
Kisah Cinta bisa bermula darimana saja. Dan hadir pada hati siapa saja dan kadang tanpa aba-aba.
"Aku akan menikah."
Untuk kali pertama, aku membenci kalimat yang keluar dari mulutnya. Dengan tatapannya yang teduh, dia menyodorkan sebuah undangan pernikahan bersampul biru laut itu padaku.
Tanganku bergetar saat menerimanya. Tanpa perlu aku beritahu pun, rasanya semua orang tahu kalau aku sangat kaget sekarang.
Siapa yang tidak kaget menerima undangan dari seseorang yang kita harapkan menjadi masa depan kita sendiri?
"Aku tahu ini terdengar tiba-tiba. Aku tahu kamu pasti kaget. Tapi aku benar-benar nggak punya pilihan lain selain nurutin maunya orang tua aku," ucapnya sambil sesekali menghela nafas. Aku tahu ini pasti sama beratnya untuknya.
"Kamu boleh marah sama aku, Zah. Bahkan kamu boleh pukul aku sekarang," sambungnya lagi dengan suara yang terdengar bergetar.
Aku masih diam. Aku berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menangis. Aku tak ingin tangisanku kian membebaninya.
Kuberanikan diri menatap matanya, lalu tersenyum. Walau sejujurnya kedua kelopak mataku mulai menghangat, lantaran air mata itu sudah mendesak untuk keluar.
"It's okay. Aku yakin i-ini yang terbaik buat kita," ujarku dengan suara bergetar pula. Rasanya sakit. Sangat sakit.
"Lagipula, ini nggak tiba-tiba Lukas. Soal perjodohan kamu dan keseriusan kedua orang tua kamu dengan niat mereka, kita sudah sama-sama tahu sejak tahun lalukan?"
Dia kini hanya memilih diam dan menatapku. Suasana angin malam di pesisir pantai malam ini, kian menambah sendu suasana diantara kami.
"Jadi, ini nggak tiba-tiba sama sekali."
"Maafin aku yang nggak bisa berbuat apa-apa sama hubungan kita."
"No. Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah. Nggak ada yang salah dengan nurutin kemauan orang tua, Lukas. Apalagi niat mereka baik." Aku harus tetap terlihat tegar, walau pada kenyataannya sangat sulit.
"..."
"A-aku yang salah, karena nggak tahu diri sejak awal. Harusnya aku nggak di sini sejak dengar kabar perjodohan kamu."
"Hei...kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Aku yang minta kamu untuk tetap nemenin aku," kata Lukas kian erat menggenggam tanganku.
"Sejak awal memang aku yang salah Lukas. Aku terlalu pengecut karena nggak bisa memperjuangkan kamu di depan orang tua aku sendiri."
"Zah...no. Kamu udah ngelakuin yang kamu bisa. Tapi memang jalannya sulit buat kita."
Air mataku mulai menetes. Aku tak sanggup lagi menahan diri untuk tidak menangis. Rasanya terlalu sakit karena harus terpisah seperti ini. Baik aku atau pun Lukas, tak akan ada yang bisa menentang takdir.
"Maafin aku, Lukas. Maaf karena aku udah terlalu banyak ngebuang waktu kamu."
"No. Aku bahagia bisa kenal kamu. Tiga tahun sama kamu, salah satu momen terbaik dalam hidup aku."
Tangisanku kian pecah. Lukas menarikku dalam pelukannya erat, mencoba menenangkanku.
Aku tahu, ini akan jadi hari terakhir kami bersama. Aku akan kehilangan Lukas.
-----
Dan...di sinilah aku sekarang, menyaksikan dari jauh betapa meriahnya resepsi pernikahan Lukas di ballroom salah satu hotel kenamaan Ibu kota.
Lukas bukannya tak mau mengundangku. Hanya saja dia tak ingin aku semakin terluka melihatnya bersama sang Istri di pelaminan. Lagipula, dia pasti tahu aku akan menolak untuk hadir.
Lalu kenapa aku ada di sini sekarang? Berdiri seperti orang bodoh di depan pintu masuk. Entahlah...aku hanya ingin melihatnya untuk kali terakhir sebagai orang yang mencintainya karena setelah ini aku harus terpaksa mengikhlaskannya.
"Zahra," panggil seseorang memecah lamunanku.
Aku bergegas mengusap air mataku yang sempat turun membasahi pipiku. "Oh, hai Gita."
Gita itu salah satu rekanku di kantor. Kami memang tidak begitu dekat, tapi dia sedikit banyak tahu soal Aku dan Lukas.
"Kamu nggak masuk?" tanya Gita hati-hati, mungkin dia khawatir pertanyaannya akan menyinggung perasaanku.
Aku menggeleng kepala pelan sambil tersenyum tipis,"Nggak. Aku cuman mampir sebentar. Kamu sendiri nggak masuk?"
Gita memandangi sebentar ke arah ruangan penuh dekorasi itu, kemudian menggeleng cepat."Kayaknya nggak deh. Lagian ke sini juga nemenin sepupu doank sih, kebetulan dia kenalannya mempelai wanita."
Aku mengangguk tanda mengerti.
"Sambil nunggu sepupu aku, mending kita ke coffeshop dekat sini aja. Gimana?"
Aku tak tahu kenapa tiba-tiba Gita begitu akrab denganku. Apa mukaku tampak begitu menyedihkan sekarang hingga butuh di hibur dan ditemani dengan secangkir kopi? May be...
***
Setibanya di coffeeshop, setelah order dan menerima pesanan kami memilih duduk di meja paling pojok persis di depan jendela. Hubungan kami yang tidak begitu dekat membuatku sedikit canggung untuk memulai pembicaraan apalagi mencari topik.
"Pasti berat banget ya, Zah?" tanya Gita tiba-tiba memecah lamunanku dan membuatku sedikit bingung.
"Soal apa?" tanyaku dengan muka cengo. Aku mendadak lemot.
Gita tersenyum kecil. Semoga saja itu bukan senyum meledek karena aku tampak seperti orang begs' tadi.
"Kamu dan...Lukas," jawab Gita tetap yang selalu hati-hati dalam berbicara, khawatir menyinggungku.
"Oh...ya. Lumayan berat. Tapi mungkin ini yang terbaik. Mau itu buat aku ataupun Lukas." Aku mencoba jujur dengan perasaan aku sendiri, walau sebenarnya aku bukan tipe orang yang nyaman bercerita dengan siapapun.
"Aku juga pernah ada di posisi kamu. Dan ngeliat kamu sekarang, ternyata kamu jauh lebih kuat daripada aku. Percaya atau nggak, dulu aku sampe ngurung diri seminggu di kamar. Ya...seterpuruk itu."
Aku memilih diam mendengarkan cerita Gita, atau lebih tepatnya curahan hati. Jujur saja, aku merasa sedikit kaget juga, karena tak menyangka bahwa Gita punya kisah yang sama denganku.
Sungguh agak tak biasa rasanya, Gita yang tiba-tiba akrab denganku, lalu Gita yang dengan santainya bercerita padaku. Ya...kita tidak sedekat itu sebenarnya. Entahlah, mungkin karena kita mengalami nasib yang sama. Yup, sama-sama di tinggal nikah.
"Lalu satu lagi, kamu sudah ikhlas? Rela?" Lagi-lagi pertanyaan Gita sukses membuatku terdiam sejenak. "Yang ada disana sekarang ternyata bukan kamu melainkan orang lain,"sambung Gita lagi, kini dengan nada suara yang lebih santai.
Aku tersenyum kecil sambil meneguk kopiku sedikit, lalu kembali meletakkan cangkirnya di atas meja." Memangnya aku punya pilihan lain?"
Gita hanya tersenyum mendengar jawabanku. Setelahnya kami terus mengobrol tentang banyak hal. Mulai dari masalah pekerjaan, hungga rumor yang sedang hangat di bicarakan di kantor.
Lagipula tak ada gunanya membicarakan Lukas atau pun masa lalu Gita lagi. Semuanya sudah berlalu. Setiap orang juga sudah punya kehidupannya masing-masing dan kebahagiaannya sendiri.
Berpisah dari Lukas memang cukup berat bagiku, tapi akan lebih berat lagi jika kami terus memaksakan hubungan yang tak mungkin mendapat restu itu. Semakin di pertahankan kita akan saling melukai satu sama lain.
Dan ya, berbahagialah Lukas. Aku juga akan menciptakan kebahagiaan aku sendiri.
***
Penolakan keras Yura Anindita terhadap perjodohannya, membuat misi 'mungkin tak mungkinnya' spontan tercetus. Dia harus menemukan calon suami terbaik sebelum hari ulang tahunnya, agar perjodohan yang di rencanakan kedua orang tuanya di batalkan. Tentu saja tak mudah menemukan seseorang yang baik yang mau menikahinya hanya dalam waktu sesingkat itu. Tapi Yura tak akan menyerah, dia yakin bisa menemukan calon suami sebelum 27 hari. Persis, sebelum dia berusia 27 tahun. Saat dirinya sibuk memikirkan jalan keluar menyelesaikan misinya, saat itu pula dua orang pria berbeda karakter, beda kehidupan, muncul dalam hidup Yura. Manakah yang akan Yura pilih? Seseorang dari masa lalunya atau orang yang baru dia kenal namun sukses membuatnya jatuh hati dengan begitu mudah. Atau justru tidak keduanya?Ikuti kisah Yura dengan misinya sampe akhir ya...
Love. Pray. Hope Suara berat seseorang yang sudah lama tidak pernah menyapanya, sontak membuat gadis berlesung pipi ini mengangkat wajah. Air mata yang tadi mulai berhenti mengalir kini kembali tumpah kian deras namun di sertai senyum bahagia mendapati siapa yang berdiri di hadapannya kini. Dia kembali.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Evelin menikahi Sandi, seorang dokter kandungan, pada usia 24 tahun. Dua tahun kemudian, ketika dia hamil lima bulan, Sandi menggugurkan bayinya dan menceraikannya. Selama masa-masa kelam inilah Evelin bertemu Dhani. Dia memperlakukannya dengan lembut dan memberinya kehangatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pria itu juga menyebabkan rasa sakit terhebat yang pernah dia alami. Evelin hanya tumbuh lebih kuat setelah semua yang dialaminya, tetapi apakah dia dapat menanggung kebenaran ketika akhirnya terungkap? Siapa Dhani di balik topeng karismatiknya? Dan apa yang akan dilakukan Evelin begitu dia menemukan jawabannya?
© 2018-now Bakisah
TOP