/0/18250/coverbig.jpg?v=9a958faeca9bc7244a9456c3cb94da3f)
"Selamat atas pernikahanmu. Semoga kalian langgeng. Dan selamat juga, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah. Terima Kasih untuk cintamu selama ini, tulus atau tidaknya itu aku tidak tahu. Mulai hari ini, kita putus. Tidak ada hubungan di antara kita lagi." "Sayang, Gina. Jangan begitu. Aku tidak pernah ingin menghianati kamu, ini murni di paksa oleh ibuku. Bahkan semuanya mendadak. Ibuku datang tiba tiba dan mengatakan semua sudah beres. Apa yang bisa aku lakukan? Ingin sekali rasanya mengatakan aku sudah punya kekasih, tapi aku ingat kalian belum saling kenal bahkan selama ini ibuku tidak tahu aku punya kekasih. Jika aku di paksa untuk menikahi kekasihku, kamu pun pasti belum siap, kan?" ujar Abian menjelaskan sekaligus menahan tangan Gina yang hendak beranjak. "Jangan pernah katakan hubungan kita sudah berakhir. Sampai kapan pun itu tidak akan pernah berakhir," ucapnya serius. Apa yang ada di pikirannya? Apa dia mau selingkuh di belakang istri yang sedang hamil? Gina hanya berdecih dan tersenyum miris. Apa katanya barusan? Tidak akan pernah berakhir. Bangsat!
"Saya terima nikah dan kawinnya Imelda Sri binti Hartanto dengan mas kawin sepuluh gram logam mulia dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!"
"Sah?"
"Saaaaaaaaaah!"
Gemuruh beberapa saksi dan juga beberapa orang dari kedua mempelai yang sedang di sahkan dalam ikatan suci pernikahan itu.
Walau hanya di hadiri oleh keluarga inti tetapi suara mereka memenuhi ruang tamu berukuran enam kali delapan meter rumah sederhana itu.
"Selamat ya!"
"Selamat ya!"
"Jeng, akhirnya jadi juga kita besanan," ucap seorang wanita kepada wanita lain dengan begitu sumringah setelah kata sah bergema. Keduanya berpelukan seperti teletubbies.
Sang mempelai wanita menadahkan tangan dengan wajah yang berbinar mengikuti ritual doa yang di pimpin oleh seorang pemuka agama yang hadir pada malam itu.
Dia mengucapkan kata 'amin' dengan begitu kencangnya di dalam hatinya. Berharap bahwa apa yang dia dapat hari ini akan kekal selamanya.
"Akulah pemenangnya," lanjutnya masih di dalam hati dengan kedua sudut bibir yang terangkat tipis.
Tak lama, dia mengikuti arahan dari para orang tua untuk mencium tangan sang pria yang sudah sah menjadi suaminya.
Bukan pria yang baru di kenal sehari dua hari. Tapi, pria ini adalah mantan kekasihnya dua tahun yang lalu. Mereka menjalin kasih sejak mereka kuliah tapi harus berakhir setelah lima tahun berpacaran di karenakan ego masing-masing.
Sejak dua tahun lalu, Melda -panggilan akrab wanita itu- sudah mencoba menjalin hubungan dengan beberapa pria, tetapi hanya bertahan seumuran jagung bahkan ada yang hanya satu bulan di karenakan tidak ada yang seperti mantannya ini.
Setiap dia berkencan dengan gebetan ataupun pria yang sudah sah jadi pacarnya, dia selalu membandingkan perlakuan pria-pria itu dengan mantan terindahnya yang bernama Abian. Alhasil, selalu terjadi percekcokan dan akhirnya putus karena apa yang dia inginkan dalam hubungan itu tidak bisa ia dapatkan.
Dan malam ini, pria yang selalu ada di dalam pandangannya kini sudah sah menjadi suaminya. Pria itu adalah Abian Ardiansyah .
"Cium keningnya dengan penuh perasaan!" titah orang tua itu pada Abian tapi kalimat itu tidak masuk ke telinga Melda lagi karena euforia dalam hatinya yang begitu besar.
Deg!
Jantung Melda serasa copot karena terkejut ketika merasakan bibir dingin itu menyapa keningnya. Wanita itu mengepalkan tangannya dan memejamkan mata meresapi ciuman itu. Ada keinginan dalam hati, bahwa dia menginginkan bibir itu mendarat juga di bagian tubuhnya yang lain.
"Apakah rasanya masih sama?" batinnya seraya terkikik.
"Cepatlah acara ini berlalu, aku sudah sangat tidak sabar memeluk Abianku, menciumi seluruh tubuhnya dan menanggalkan pakaiannya. Sungguh pemandangan yang sangat aku rindukan ketika pakaian kami berserakan di lantai," jerit Melda dalam hati.
Agak laen emang pikirannya!
*****
Karena acara yang sakral ini sangat intim dan hanya di hadiri oleh keluarga inti saja, maka tidak banyak acara lain seperti adat istiadat.
Usai sungkem dan meminta doa restu pada orang tua kedua mempelai, mereka lalu makan bersama lalu berbincang-bincang sebentar.
"Apa aku bilang Jeng, dari awal kita kenal, aku sudah punya keyakinan bahwa kita memang akan menjadi keluarga," ucap seorang wanita bernama Lisna. Wanita itu adalah ibunda dari Melda.
Senyum cerah di sertai anggukan dua kali sebagai jawaban dari ibunda Abian yang bernama Romauli.
Dua wanita paruh bayah itu asyik dalam pembicaraan dengan berbagai topik sementara pasangan mereka tidak membahas soal pernikahan anak-anak mereka walaupun mereka duduk berdekatan. Bahkan ucapan selamat karena sudah menjadi besan pun tidak ada keluar dari mulut masing-masing.
Mereka malah terhanyut dalam topik yang di bicarakan oleh orang lain yang duduk bersama mereka.
Menikmati minuman zero alkohol dan berbatang-batang rokok seperti kereta api yang tidak punya rem.
Politik, pemerintahan hingga ke permasalahan para rakyat menjadi topik utama para pria itu. Tak secuil pun masalah pernikahan ini di bahas bahkan kapan acara resepsi sekaligus adat akan di laksanakan tidak menarik perhatian mereka.
Ada apa? Apakah orang tua laki-laki kedua mempelai tidak begitu mengharapkan pernikahan ini? Apakah mereka sekumpulan 'sutis' yang hanya bisa mengangguk pada apapun keputusan istri?
Sungguh ironis sekali!
*****
"Aku ngantuk!" ujar Melda sedikit manja dan sedikit sensual pada Abian.
Dia merangkulkan tangannya pada lengan Abian dan segera menjatuhkan kepalanya di lengan atas pria itu.
Abian meliriknya sebentar lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Kamu dengar aku nggak sih, suami?" tanya Melda seraya menahan senyum ketika mengatakan 'suami'. Ada sesuatu perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan saat kata 'suami' meluncur dari mulutnya. Kata yang sudah lama dia impikan kini sudah sah untuk dia ucapkan setiap hari bahkan setiap detik pada pria pujaannya.
"Kalau ngantuk, pergi tidur, jangan lupa izin dulu sama orang tua!" ujar Abian cuek dan sangat dingin.
Selain mengucapkan ijab kobul dengan kalimat yang lumayan panjang, baru kalimat ini yang keluar dari mulutnya sejak acara ini di mulai.
Melda memanjangkan bibirnya dan membuat mimik wajahnya kesal-kesal manja.
"Temeniiiiiin!" ujarnya dengan rayuan seraya merapatkan pelukan di lengan Abian.
"Ck! Kamu kayak anak kecil aja. Masa mau tidur aja di temenin. Pergi aja sana. Itu kamar aku!"
"Tau!" jawab Melda semakin memanjangkan bibirnya.
"Aku tahu itu kamar kamu dan akan jadi kamar kita mulai malam ini. Aku bahkan tahu letak barang-barang disana karena dulu aku sering masuk ke sana bahkan aku tidur disana. Tapi, masa kamu tega nyuruh aku pergi sendirian kesana sekarang? Aku ini udah istri kamu loh! Ini malam pengantin kita loh, jangan lupa kan itu! Apa kata orang nanti kalau aku pergi sendirian kesana?"
Bara api di kepala Abian sudah mulai menyala setelah mendengar sebaris kalimat dari mulut Imelda. Bisakah dia berteriak sekarang bahwa menjadikan wanita mungil cantik yang bergelayut manja di lengannya ini menjadi seorang istri bukanlah keinginannya tapi karena terpaksa? Sangat terpaksa!
Bisakah dia menyadarkan wanita ini bahwa Melda sendirilah yang melemparkan dirinya untuk di jadikan istri?
"Kam--"
"Sttt! Jangan pasang wajah kayak gitu. Aku nggak suka!" potong Melda. Wanita itu langsung merubah raut wajahnya dalam sekejap. Tidak ada senyum manja-manja lagi.
Perang dingin antar pasangan baru itu mulai bergemuruh.
"Nggak usah munafik Abian, walaupun aku yang mendekati ibumu dan meminta untuk menikahkan aku denganmu, jika kamu tidak punya rasa terhadapku, kamu pasti bisa menolaknya dengan berbagai macam alasan," ujar Melda seraya menarik diri dari lengan Abian.
"Bilang saja, kamu juga merindukan aku, kan? Kamu juga menginginkan aku, kan? Jauh di lubuk hati kamu yang paling dalam, aku masih ada Abian. Jangan bilang nggak karena aku nggak akan percaya!" cecarnya seraya mengerlingkan mata ke arah suaminya itu. Dia juga mulai mengangkat kedua sudut bibirnya. Remeh!
Inilah sifat asli Imelda. Keras dan pemaksa juga manipulatif. Dalam dua detik raut wajahnya bisa berubah. Kadang, kata-kata yang keluar dari mulutnya juga sangat manis tetapi tajam melebihi tajamnya silet.
Lidahnya tidak pernah keseleo ketika mengucapkan hal-hal yang tidak ada menjadi ada. Sama seperti beberapa waktu sebelum hari ini, wanita itu sangat pandai berbicara kepada ibundanya Abian. Mengatakan bahwa mereka masih berhubungan walau sudah sering putus nyambung tapi cinta di antara mereka masih ada bahkan sangat kuat.
Ucapannya yang sangat manis dan pujian yang dia lontarkan pada orang tua Abian membuat wanita paruh baya itu luluh dan segera berbicara pada suami juga Abian bahkan sedikit memaksa dan hasil dari paksaan itu adalah apa yang terjadi malam ini. Pernikahan sakral yang intim kata Melda.
Sifat Melda yang keras dan pemaksa sering kali membuat wanita itu tanpa rasa takut memberikan ancaman secara halus demi memenangkan dirinya sendiri.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu tahu aku, kan? Aku tidak bisa melepaskan apa yang aku mau, termasuk dirimu. Lagian..."
Wanita itu menggantung kalimatnya dan mulai bergelayut kembali di lengan Abian. Salah satu tangannya sengaja dia usapkan di paha Abian dengan gerakan lambat.
"Apa kamu nggak antusias untuk malam ini? Ini malam pengantin kita," ucapnya dengan sumringah.
Lalu tanpa rasa malu sama sekali, Melda mengangkat tubuhnya sedikit dan berbisik di telinga Abian dengan begitu sensualnya.
"Aku masih sama seperti dulu. Gurih dan sempit seperti kata kamu dulu."
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821