/0/19244/coverbig.jpg?v=d120edfc595220e29f599bab7a546f88)
Kehidupan Shafiyah langsung berubah kala suaminya di PHK dari kantor tempat dia bekerja. Alasannya, karena ada seseorang korupsi--mengambil saham perusahaan sampai mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah. Serba-serbi hidup mewah, bergelimang harta, kebutuhan selalu tercukupi, kini roda telah berputar. Sebagaimana takdir berkata tidak melulu kita berada di atas. Ada kalanya harus mengerti dan merasakan bagaimana kehidupan di kalangan bawah. Ya, Shafiyah terpaksa tinggal bersama dengan mertuanya. Sang suami bertani di sawah guna mencukupi biaya sehari-hari. Menghadapi orang tua suami yang masih mengenyam jadul alias jaman dulu. Kehidupan Shafiyah terombang-ambing. Bagaimanakah kelanjutannya? Apakah Shafiyah bisa bertahan hidup di desa, serta mengalami hal-hal tidak terduga?
"Mas? Bantuin Shafiya dong. Berat tau koper sama tas nya," Shafiya harus gerak cepat mengikuti langkah lebar sang suami. Tujuannya ialah terminal bis. Gandi--suaminya hanya menoleh sebentar. Kemudian lanjut jalan mengabaikan celotehan Shafiya.
"Punya suami gak peka. Gue dicuekin kiranya benda mati kah? Dimintai tolong malah lempengnya naudzubillah, untung sayang kalau gak?" gerutu Shafiya sesekali mengibaskan rambut cetarnya. Sengaja biar Abang becak atau supir angkot tau kecantikan seorang Shafiya Gina Adipati. Narsis? No comment deh. Gandi aja gak complain. Atau ngedumel dalam hatinya?
Cuaca sangatlah panas. Wanita itu haus mau beli minum namun takut ditinggalin Gandi ... suami dingin spek kulkas dua pintu. Bawa koper segede harapan orang tua. Tas gendong berisi peralatan make up dan segala perintilannya.
"Sebentar lagi sampai. Jangan misuh-misuh ke suami sendiri, nggak baik,"
Woah, sekalinya Gandi bicara Shafiya langsung kicep. Tidak bisa berkata-kata lagi. Ingat, surga istri ada pada suaminya. Toh, pria tersebut membawa pula satu koper milik Shafiya. Iya, bajunya banyak. Sementara Gandi hanya satu koper saja. Ukuran sedang lagi. Biasa bajunya irit. Gak suka belanja dia tuh.
Banyak asap alias polusi udara, berdesakan dengan penumpang lain, bau aroma ketiak bercampur aduk sungguh membuat Shafiya menahan mati-matian agar tidak muntah. Iyuh, dirinya menggerutu tiada henti dalam batinnya.
Kenapa Gandi tidak memesan bis full AC serta semerbak wangi? Ingin Shafiya membisiki kalimat itu tapi urung. Dia tau suaminya tengah mengatur uang tabungan kita. Meskipun Shafiya suka belanja, dirinya tetap tau diri menabung guna masa depan juga keperluan anaknya kelak. Walau kita belum dikaruniai buah hati selama dua tahun pernikahan, Shafiya dan Gandi tidak putus berdo'a memohon kepada Allah. Ikhtiar ditambah usaha. Setiap malam tak pernah absen olahraga di ran*an* kecuali Shafiya tengah menstruasi.
***
"Bangun? Kita udah sampai,"
Gandi mengusap lembut lengan Shafiya membuat si empu semakin ngantuk dalam tidurnya.
"Mau Mas tinggalin? Mas tau kamu cuma pura-pura tidur,"
Sebel deh, batin Shafiya segera membuka kedua matanya.
Mengkhayal ingin dibangunkan secara romantis ala drama Korea pupus sebab kecuekan Gandi yang minim romance. Tau ah, dia mendadak bad mood.
Rumah sederhana terpampang nyata di penglihatan Shafiya. Sudah lama wanita itu tidak mengunjungi rumah mertuanya. Terakhir kali mungkin ... enam bulan yang lalu. Sekarang dirinya dan suami akan menetap di sana.
Ternyata masih sama. Tanaman bunga berbagai jenis berjejer indah serta rapih, lalu pohon mangga mulai berbuah tetapi masih mentah belum matang. Dibuat petis siang begini enak kali ya.
"Assalamualaikum," salam Shafiya juga Gandi bersamaan.
Pintu berwarna hitam terbuka menampakkan dua sosok paruh baya beda genre. Iya, mereka kedua orang tuanya Gandi. Nampak Ibu mertuanya--Ratmi, menyambut kita penuh hangat. Senyuman itu. Shafiya amat merindukan beliau.
"Waalaikumsalam," jawab Ratmi tetapi suami beliau--Seto hanya terdiam. Oh iya, pendengarannya agak kurang. Efek faktor usia.
"Pak? Jawab salamnya atuh," Ratmi menyenggol lengan Seto pelan. Selanjutnya Gandi menyalimi kedua orang tuanya disusul oleh Shafiya.
"Hayuk masuk. Ibu atos nyiapken teh haneut sareng dadar gulung,"
Shafiya hanya bengong. Tidak menahu apa yang dibicarakan Ratmi.
"Kamu duluan masuknya," titah Gandi sembari mengangkat dagu nya. Idih, sok cool Mas? Emang cool sih.
Dirinya masuk setelah Ratmi dengan Seto lebih dulu beranjak.
Pukul tiga sore, hujan turun begitu lebat. Shafiya ketiduran saking lelahnya dan Gandi ada urusan sebentar ke luar.
Tes
Satu tetes air mengenai wajah Shafiya. Detik berikutnya air tersebut menetes semakin deras.
"Ugh, Mas Gandi iseng, ya?" lirihnya senantiasa memejamkan mata.
Merasa tidak ada sahutan, Shafiya pun melek.
"MAS GANDI?! ATAP KAMAR KITA BOCOR??" Shafiya bergegas turun dari kasur.
Teriakan membahananya sukses membuat Ratmi mengurungkan niatnya menuju kamar mandi. Dia khawatir. Apakah sang menantu kedapatan maling? Atau ada orang iseng ... hus, Ratmi menggelengkan kepalanya cepat.
"Aya naon, Neng??"
"Bocor, Bu, atap kamarnya,"
Empat kata cukup membuat Ratmi gelagapan. Dia kembali ke dapur guna mengambil ember.
Hah, belum ada sehari Shafiya harus kelimpungan menyelamatkan kasur juga lainnya menuju ruang tengah. Iya, kamar yang ditempatinya full bocor. Nasib ... nasib.
Rahel terpaksa menikah dengan seseorang yang umurnya lebih dewasa. Hanya bermodalkan foto dicetak seukuran KTP dan belum pernah ketemu. Bahkan, malam sebelum akad, Ayah tersenyum manis dan berterima kasih telah setuju menikah dengan lelaki pilihannya. Usai berpelukan pun mengecup kening Rahel, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Sibuk menikmati status duda dan memiliki satu anak yang begitu cantik, enggak ada angin serta badai, Mama tercinta justru menjodohkan dirinya dengan seorang gadis polos berumur delapan belas tahun. Akankah ia terima, atau menolaknya??
"Syaratnya, kamu harus kencan satu malam dengan saya di rumah. Malam itu juga, saya akan kasih kamu uang senilai 100 juta," Bagai rezeki nomplok untuk gadis memiliki lesung pipi itu. Hanya kencan saja bukan? Di rumah pula. "Hanya menemani saya dinner, enggak lebih." Setelah dipecat dari kerjaannya, terbitlah uang menghampiri gadis tersebut. Memang, nasib itu seperti tempe, enggak ada yang tahu.
"Lebaran besok Nisha gak dibeliin baju baru tidak apa-apa 'kan?" Lagi? Memang sih Nisha tidak memaksa Miftah--Ayah kandungnya untuk membeli baju baru untuk dirinya. "Kalau Cici dapet enggak, Yah??" Miftah berjongkok menyamakan tingginya dengan si bungsu, "Pastinya dong. Abang Kifli juga dapet," ujarnya sembari mengusap lembut sang putri. *** Semenjak kematian Bunda nya, sikap Miftah berbeda dari biasanya. Selalu pilih kasih. Kifli dan Cici suka sekali dibelikan sesuatu sementara Nisha tidak. Padahal, ia perlu membeli keperluan sekolah akibatnya Nisha kerja di toko bunga sejak lulus SMP. Akankah kisah hidupnya berakhir tragis seperti kebanyakan film yang sering Nisha tonton?? Akankah dunia adil dengan mendatangkan seorang pria datang di kehidupan Nisha?? Di bulan suci ramadhan. Semoga ia bisa bahagia meski bukan Miftah orang yang membuatnya bahagia. Yah, semoga saja.
"Kalau jalan lampu hijau, hati-hati lampu kuning, kalau kita asing, gimana?" "Udah asing kali. Gak inget ya, kita udah putus dua tahun yang lalu?" Cica, perempuan yang tahun ini menginjak kepala dua itu, harus berjumpa kembali dengan sang mantan sewaktu SMA dulu. Pertemuannya sangatlah tidak aesthetic. Di selokan--ketika Cica fokus memainkan ponsel sampai tidak melihat selokan penuh lumpur dan bau. "Es krim yang dari Cina itu apa sih namanya? Miss you gak sih?" Cica memutar kedua bola matanya, lalu mencebik kasar, "Bantuin gue naik, oy. Malah ngegombal terus. Udah kenyang gue makan janji manisnya elu, Soleh?!" Soleh--mantan Cica justru terkekeh ringan. Lelaki tersebut jongkok alih-alih membantu Cica keluar dari selokan, "Le minerale itu yang ada nangis-nangisnya dikit gak sih?" "Keinget masa lalu ya, Beb?" sambung Soleh membuat Cica menggeram, menahan emosi. "Dasar g*la," Tidak disangka, Cica menarik pergelangan tangan Soleh. Alhasil, mereka berdua sama. Iya, sama-sama kotor terkena lumpur. "Untung gue masih sayang sama elu, Ca," Soleh mencuil sedikit lumpur dan menaruhnya di pipi tirus sang mantan.
Kenal lewat sosmed berujung asing? Atau di ghosting? Lebih parahnya cuma dijadikan pelampiasan karena kisah masa lalunya belum kelar? Rela menjadi badut padahal dalam hati ingin memilikinya? Dari pernyataan di atas, alhamdulillah aku tidak mengalami hal tersebut. Because i'm enjoy, tidak melibatkan hati atau real cuma temenan. Apa ya sebutan zaman sekarang itu? Oh iya, HTS. Artinya hubungan tanpa status--yang setiap harinya tidak pernah absen mengirim pap, sleep call hingga ketiduran, me-reply story masing-masing, di nyanyiin tiap malam. Woah, sungguh indah bukan? Ya, aku mengalaminya baru-baru ini. Dari aplikasi apakah bisa menetap di hati dan berakhir ke pelaminan? Ayo, simak kisahku sampai selesai. Di jamin membuat kalian jomblowan dan jomblowati meronta juga ingin mempunyai pasangan. Tidak seperti aku, memilih HTS ketimbang pacaran karena suatu alasan.
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?