/0/20787/coverbig.jpg?v=20241029121035)
Seorang wanita harus memilih antara suami yang selalu mendukungnya dan kekasih lamanya yang kembali hadir dalam hidupnya. Perselingkuhan emosional ini memaksanya mempertanyakan arti cinta dan kesetiaan.
Seorang wanita harus memilih antara suami yang selalu mendukungnya dan kekasih lamanya yang kembali hadir dalam hidupnya. Perselingkuhan emosional ini memaksanya mempertanyakan arti cinta dan kesetiaan.
Maya menatap keluar jendela, menikmati sinar matahari yang hangat. Suara riang anak-anak bermain di taman membuatnya tersenyum. Di sisi lain, Rian, suaminya, sedang duduk di meja makan, menikmati secangkir kopi.
"Maya, kau sudah siap untuk pergi? Kita harus berangkat sebelum jalanan macet," Rian berkata sambil mengaduk kopi di cangkirnya.
"Ya, sebentar lagi. Aku hanya ingin menikmati secangkir teh ini," jawab Maya, sambil memandangi secangkir teh hijau yang telah disiapkannya.
Rian mengangguk, senyum manis menghiasi wajahnya. "Kau tahu, kita sudah merencanakan akhir pekan ini sejak lama. Jangan sampai kita terlambat."
Maya tersenyum, tetapi dalam hatinya, ia merasa ada yang hilang. Kehidupan mereka memang stabil-rumah yang nyaman, pekerjaan yang baik, dan cinta yang tampaknya sempurna. Namun, ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak puas.
"Rian, kau sudah mengingatkan kita untuk pergi ke acara pameran seni di kota?" Maya bertanya, berusaha mengalihkan pikirannya.
"Sudah, sayang. Aku sudah menyiapkan semuanya," jawab Rian, bangkit dari kursi dan mengambil jaketnya. "Ini akan menjadi akhir pekan yang menyenangkan."
Maya mengangguk, tetapi pikirannya melayang. Ia ingat saat-saat berapi-api saat masih muda, ketika ia merasa hidupnya penuh warna. Kini, ia merasa terjebak dalam rutinitas.
"Rian, bagaimana kalau setelah pameran, kita makan malam di tempat baru?" usulnya, berusaha untuk bersemangat.
"Bagus! Aku suka ide itu," Rian menjawab dengan semangat. "Kita harus merayakan setiap momen, kan?"
"Ya, tentu," Maya menjawab, tetapi senyumnya tidak sepenuhnya tulus. Di dalam hatinya, ia merindukan kebebasan dan kegembiraan yang pernah ada.
Saat mereka bersiap-siap, Maya teringat tentang sahabatnya, Tara, yang selalu menyemangatinya. "Aku harus berbicara dengan Tara nanti," pikirnya. Mungkin sahabatnya bisa memberinya perspektif baru tentang hidupnya yang sekarang.
Di mobil, Rian menyalakan radio dan lagu favorit mereka mengalun lembut. Maya terpaksa tersenyum saat Rian mulai menyanyi sambil menyetir. Suara Rian yang serak menambah kehangatan suasana.
"Jangan menghentikan karierku, Maya! Siapa tahu, aku bisa jadi penyanyi terkenal!" Rian bercanda.
"Impian yang bagus, tapi aku rasa suara mu hanya akan membuat burung-burung terbang menjauh," Maya menjawab, tertawa.
Rian tertawa, menepuk pahanya. "Setidaknya aku bisa membuatmu tersenyum."
Tetapi di balik senyuman itu, Maya merasakan kesedihan yang mendalam. Di satu sisi, ia mencintai Rian, tetapi di sisi lain, ia merindukan bagian dari dirinya yang seolah-olah telah hilang. Saat mereka berkendara menuju pameran seni, hatinya berdebar-debar, menginginkan perubahan, tetapi tidak tahu bagaimana cara mewujudkannya.
"Apakah kau sudah siap untuk melihat seni yang menakjubkan?" Rian bertanya dengan antusias.
"Ya, tentu saja," jawab Maya, berusaha menampilkan semangat. Namun, jauh di dalam hatinya, ada sebuah pertanyaan yang terus mengganggu: Apakah semua ini cukup untuknya?
Ketika mereka sampai di lokasi pameran, Maya tahu bahwa ini hanya awal dari perjalanan yang lebih rumit. Dan saat Arman, mantan kekasihnya, kembali muncul di hidupnya, segalanya akan berubah.
Pameran seni itu berlangsung di sebuah galeri kecil dengan pencahayaan lembut yang menciptakan suasana intim. Rian terlihat antusias, menggandeng tangan Maya saat mereka melangkah masuk.
"Lihat, itu karya seniman lokal yang terkenal!" seru Rian sambil menunjuk sebuah lukisan besar berwarna cerah. "Kita harus berfoto di depannya!"
Maya tersenyum dan mengangguk. Rian selalu tahu cara untuk membuat momen-momen kecil terasa istimewa. Mereka berpose di depan lukisan tersebut, Rian tersenyum lebar sementara Maya berusaha menampilkan senyumnya yang paling menawan. Namun, di dalam hati, ia merasakan kerinduan akan sesuatu yang lebih dalam.
Setelah berkeliling melihat berbagai karya seni, mereka berhenti di sebuah sudut galeri yang lebih tenang. Maya melihat lukisan yang menggambarkan dua orang yang saling merangkul, dengan latar belakang yang gelap namun dipenuhi dengan bintang-bintang.
"Bagaimana menurutmu, Maya?" Rian bertanya, melihat ke arah lukisan itu.
"Lukisan ini... terasa emosional. Seperti menggambarkan cinta yang berjuang melawan kegelapan," jawab Maya, jujur dengan perasaannya.
Rian mengangguk, "Seni memang bisa mengungkapkan banyak hal. Mungkin kita juga bisa menemukan cara untuk mengatasi masalah kita, jika ada."
Maya terdiam, hatinya bergetar. Rian selalu bersikap positif, tetapi ia tidak bisa mengabaikan rasa kosong yang mengendap di hatinya.
"Apakah kau pernah merasa terjebak, Rian?" Maya bertanya, suara pelan.
Rian menoleh, matanya menyiratkan kekhawatiran. "Terjebak? Dalam arti apa?"
"Seperti, dalam rutinitas hidup. Apakah kau pernah merindukan sesuatu yang lebih, sesuatu yang lebih berarti?"
Rian tampak berpikir sejenak. "Maya, kita semua pasti mengalami masa-masa itu. Tapi aku percaya, kita bisa menciptakan momen berharga dalam hidup kita. Seperti saat ini, bersama-sama."
Maya tersenyum, tetapi keraguannya semakin mendalam. "Kau benar, tetapi kadang-kadang aku merasa seperti ada bagian dari diriku yang hilang."
"Bagian apa?" tanya Rian, matanya tidak lepas dari wajah Maya.
"Entahlah, mungkin bagian dari diriku yang lebih liar, lebih bebas," jawab Maya, menghindari tatapan Rian.
"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, Maya. Kita bisa membuat hidup ini lebih berwarna," Rian berkata, mencoba memberikan semangat.
Maya mengangguk, tetapi hatinya masih merasa berat. Mereka melanjutkan berkeliling galeri, tetapi pikiran Maya terus melayang pada kenangan-kenangan bersama Arman, mantan kekasihnya yang tiba-tiba muncul kembali dalam hidupnya.
Setelah beberapa saat, Rian meminta izin untuk mengambil foto-foto. "Kau tunggu di sini, ya? Aku akan mencari angle yang bagus," katanya sebelum beranjak.
Maya berdiri sendiri di depan lukisan yang sama, merasakan ketegangan di dadanya. Dalam keadaan hening itu, ia mendengar suara seorang pria dari belakangnya.
"Maya?"
Maya menoleh, dan jantungnya berhenti sejenak. Di depannya berdiri Arman, dengan senyum yang familiar dan tatapan yang menggoda. "Sudah lama tidak bertemu," katanya.
Maya merasakan perasaannya campur aduk. "Arman... apa kabar?" suaranya bergetar.
"Baik. Aku baru kembali dari luar negeri. Melihat pameran seni adalah salah satu agenda pertamaku," Arman menjelaskan, matanya bersinar penuh semangat.
"Ya, aku dan Rian datang ke sini juga," jawab Maya, berusaha terdengar santai.
"Rian, ya? Dia sangat beruntung bisa bersamamu," Arman berkata, sedikit mengecilkan jarak di antara mereka.
Maya merasakan ketegangan. "Terima kasih," jawabnya singkat, tetapi hatinya berdebar lebih cepat.
"Bagaimana hidupmu?" tanya Arman, tampak tulus. "Kau terlihat berbeda. Lebih dewasa."
Maya tersenyum tipis, tetapi di dalam hatinya, keraguan kembali muncul. Ia merasa terjebak antara dua dunia-yang satu stabil dan nyaman, yang lainnya berapi-api dan penuh gairah.
"Rian akan kembali sebentar lagi," Maya memberi tahu Arman, berusaha mengalihkan perhatian.
"Dia baik? Aku selalu tahu kau berdua cocok," Arman menjawab, tetapi ada nada penyesalan di suaranya.
Maya ingin berkata sesuatu, tetapi kata-kata itu terhenti di tenggorokannya. Dalam momen yang singkat itu, ia merasakan kembali ikatan emosional dengan Arman, sesuatu yang selama ini ia cari.
Rian kembali mendekat, membawa kamera dan senyum lebar. "Maya, siap untuk foto lagi?"
Ketika Rian mendekat, Maya merasakan beban di hatinya semakin berat. Dalam sekejap, ia harus memilih: apakah ia akan membiarkan masa lalu kembali mengisi kehidupannya, ataukah ia akan berjuang untuk masa depan yang sudah dibangunnya?
Maya memandangi Rian, kemudian kembali menatap Arman, menyadari bahwa dilema di antara dua hati baru saja dimulai.
Bersambung...
Seorang suami merasa istrinya menyembunyikan sesuatu. Ketika ia menyewa detektif pribadi, ia menemukan bahwa istrinya telah berselingkuh dengan pria yang ia kenal, mengguncang kepercayaan yang ia miliki selama ini.
Seorang istri yang selalu setia mengetahui bahwa suaminya berselingkuh selama bertahun-tahun. Ketika kebenaran terungkap, ia mulai merencanakan pembalasan yang akan mengubah hidup suaminya selamanya.
Seorang pria yang merasa tidak lagi dicintai oleh istrinya menemukan cinta baru di tempat kerja. Saat hubungan itu tumbuh, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia mungkin menghancurkan kehidupan anak-anaknya untuk kebahagiaan pribadinya.
Seorang suami merasa bosan dengan kehidupan pernikahannya dan memulai hubungan dengan rekan kerjanya. Perselingkuhan ini berubah menjadi obsesi, menghancurkan segalanya di sekitar mereka, termasuk rumah tangganya.
Sekelompok teman lama berkumpul kembali di gedung tua yang dulunya merupakan sekolah mereka. Ketika salah satu dari mereka ditemukan tewas, mereka menyadari bahwa ada rahasia gelap yang telah lama tersembunyi, dan seseorang di antara mereka siap untuk mengungkapnya dengan kekerasan.
Seorang pustakawan menemukan buku tua yang penuh dengan petunjuk menuju harta karun kuno. Namun, ketika orang-orang di sekitarnya mulai meninggal dengan cara yang misterius, dia menyadari bahwa buku itu mungkin lebih dari sekadar peta harta karun-mungkin ada kekuatan jahat yang ingin tetap tersembunyi.
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Sepatah Kata, Jangan pernah bengong dan tertegun-tegun jika belum selesai membaca kisah yang sangat AGAK LAEN dan super unik dalam novel ini. Mungkin banyak yang tidak terpcaya jika cerita ini lebih dari 58,83% merupakan KISAH NYATA, 24,49% Modifikasi Alur dan 16,68% tambahan halu sebagai variasi semata. Buktikan saja keunikan kisah dalam novel ini. Jangan mengatakan gak masuk akal jika belum tahu bahwa hal itu bisa terjadi kapan dan dimanapun juga
Cerita ada adengan dewasa harap pengertian bagi pembaca Satria seorang pensiunan tentara yang sekarang meneruskan bisnisnya yang bergerak dalam bidang jasa pembangunan. satria yang memiliki keluarga bahagia dan di kenal sosok yang alim harus terjebak dalam birahi nafsu di puber keduanya, dan perjalan kisah yang tidak di sangka yang akan terjadi pada dia dan orang sekitarnya termasuk keluarganya
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. "Di mana Om.. ?" Kembali dia bertanya "Di sini.." jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. "Ahh.. Om.. nakal..!" Perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku.. bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk.. kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya.. lalu mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. "Oh.. Om.." desahnya pelan.
© 2018-now Bakisah
TOP