/0/20786/coverbig.jpg?v=bdeb51b4354af69c897752bc9ea7f26e)
Seorang pria yang merasa tidak lagi dicintai oleh istrinya menemukan cinta baru di tempat kerja. Saat hubungan itu tumbuh, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia mungkin menghancurkan kehidupan anak-anaknya untuk kebahagiaan pribadinya.
Seorang pria yang merasa tidak lagi dicintai oleh istrinya menemukan cinta baru di tempat kerja. Saat hubungan itu tumbuh, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia mungkin menghancurkan kehidupan anak-anaknya untuk kebahagiaan pribadinya.
Malam itu, Andi duduk di beranda rumahnya, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang yang berkelap-kelip. Suara riuh anak-anaknya, Rina dan Rudi, bermain di dalam rumah, sementara Maya, istrinya, tampak tenggelam dalam kesibukannya di dapur. Meskipun terlihat seperti keluarga yang bahagia, ada sesuatu yang terasa hampa dalam hati Andi.
Andi menarik napas dalam-dalam, berusaha menangkap momen kebahagiaan yang sering kali mereka rasakan. Namun, saat memandang Maya, ia hanya melihat seorang wanita yang terjebak dalam rutinitas, tidak lagi menunjukkan senyuman hangat yang dulu selalu menghiasi wajahnya.
"Maya," panggil Andi pelan. "Kapan terakhir kali kita makan malam bersama tanpa gangguan?"
Maya menoleh, terkejut sejenak. "Hmm? Aku tidak ingat, Andi. Tapi kita kan sudah makan malam bareng beberapa hari lalu," jawabnya, dengan nada santai.
"Ya, tetapi... aku rasa kita hanya makan tanpa berbicara. Kita tidak pernah punya waktu untuk satu sama lain lagi," Andi mengeluh, suara sedikit menggema dalam keheningan malam.
Maya menghela napas, lalu melanjutkan pekerjaannya. "Kita sibuk, Andi. Pekerjaan, anak-anak... semuanya. Bukankah itu hal yang wajar dalam sebuah keluarga?"
Andi merasa hatinya sedikit perih mendengar jawabannya. Dia merindukan waktu-waktu ketika mereka menghabiskan malam berbincang, saling berbagi impian dan harapan. Ia memutuskan untuk tidak menyerah.
"Apakah kita bisa mencoba untuk lebih sering meluangkan waktu untuk satu sama lain? Hanya kita berdua?" tanyanya, berusaha mengungkapkan harapannya.
Maya menghentikan sejenak kegiatan di dapur, lalu berbalik. "Andi, aku juga ingin, tapi siapa yang akan mengurus anak-anak? Dan pekerjaan kita juga banyak. Kita bisa merencanakan liburan, mungkin?" jawabnya, tetapi raut wajahnya tidak menunjukkan antusiasme.
Andi merasa lelah, seolah semua usaha yang ia lakukan sia-sia. "Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu, Maya. Sebelum semua ini. Sebelum anak-anak dan pekerjaan mengambil alih hidup kita."
Maya menatapnya, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke dapur. "Aku juga merindukannya, Andi. Tapi kita harus realistis. Kehidupan tidak bisa kembali seperti semula."
Andi merasa hatinya semakin berat. Ia kembali merenung, teringat pada tahun-tahun awal pernikahan mereka, saat cinta mereka masih berapi-api. Mereka saling tertawa, berbagi mimpi, dan tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Kini, semua itu terasa seperti kenangan yang samar.
Dengan suara lembut, Andi berkata, "Aku tidak ingin kita kehilangan apa yang kita miliki. Aku ingin memperjuangkannya."
Maya menghentikan pekerjaannya dan memandang Andi dengan tatapan penuh ketidakpastian. "Aku... aku juga tidak mau kehilangan kita. Tapi mungkin kita butuh waktu untuk menemukan diri kita lagi."
Malam itu, Andi merasa seolah ada jurang yang menganga di antara mereka, dan meskipun ia ingin melompat melintasi jurang itu, ia tidak tahu bagaimana caranya. Dengan perasaan campur aduk, ia kembali menatap bintang-bintang, berharap suatu saat cinta mereka akan kembali bersemi.
Andi mengalihkan pandangannya ke arah anak-anak yang bermain di ruang tamu. Rina, putri sulungnya yang berusia tujuh tahun, tampak bersemangat menggambar, sementara Rudi, si bungsu, bermain dengan mainan mobilnya. Melihat mereka, Andi merasa ada sesuatu yang perlu dipertahankan, tetapi ia juga merasa terjebak dalam ketidakpuasan yang terus menghantuinya.
"Sayang," panggilnya lembut kepada anak-anak. "Ayo, kita semua bisa bermain bersama sebentar!"
Rina langsung beranjak dari tempatnya, dengan wajah ceria. "Yay! Aku mau bermain petak umpet!" serunya, melompat-lompat kecil.
"Rudi, ayo ikut!" Andi mengajak si kecil yang tampak tidak terlalu bersemangat.
"Aku mau main mobil!" jawab Rudi sambil menggenggam mainannya erat.
Maya yang masih berada di dapur, mendengarkan suara ceria anak-anak. Dalam hati, dia merindukan saat-saat ketika mereka sekeluarga bisa tertawa dan bersenang-senang tanpa beban. Namun, ia tidak bisa mengabaikan rasa penat yang terus menghimpitnya.
"Baiklah, kita bisa main sebentar. Tapi jangan lama-lama ya, nanti kalian harus tidur," Maya memutuskan, akhirnya bergabung ke ruang tamu.
Andi merasa senang melihat istrinya ikut berpartisipasi, walaupun hanya sebentar. "Maya, coba kamu hitung dulu! Kami akan sembunyi," kata Andi sambil melirik ke arah Rina yang sudah bersemangat.
Maya tersenyum, meskipun tampak lelah. "Oke, aku hitung sampai sepuluh," katanya sambil menutup matanya dan mulai menghitung. "Satu... dua... tiga..."
Rina dan Rudi segera bersembunyi, Rina di balik tirai jendela, dan Rudi mengintip dari balik sofa. Andi pun mencari tempat tersembunyi di dekat rak buku, berharap bisa melihat wajah ceria anak-anak saat mereka bermain.
Setelah menghitung, Maya membuka matanya dan mulai mencari. "Di mana kalian?" tanyanya dengan suara penuh semangat. Ia bergerak mengelilingi ruang tamu, dan tawa anak-anak membuat suasana terasa lebih hidup.
Momen itu memberikan Andi secercah harapan. Meskipun situasi mereka rumit, saat-saat seperti ini membuatnya merasa bahwa semua usaha untuk mempertahankan keluarganya masih layak dilakukan. Namun, ketika Maya beralih ke dapur setelah permainan, rasa sepi kembali menghantui hatinya.
Beberapa saat kemudian, setelah anak-anak selesai bermain dan bersiap tidur, Andi menemui Maya di dapur. Dia duduk di meja sambil menatap piring-piring yang belum dicuci.
"Maya," panggil Andi pelan. "Aku ingin berbicara lagi."
Maya mengangguk, tetapi raut wajahnya tampak lelah. "Andi, kita sudah berbicara cukup banyak malam ini. Mungkin kita bisa bahas ini besok saja."
"Tapi aku merasa kita perlu menyelesaikannya sekarang," Andi bersikeras, hatinya dipenuhi ketidakpastian. "Aku tidak ingin kita terus terjebak dalam kebisuan ini. Aku merindukan kita."
Maya memandang Andi, dan dalam tatapan itu, Andi melihat sedikit keraguan. "Aku juga merindukan kita, Andi. Tetapi aku tidak tahu bagaimana kita bisa kembali ke keadaan itu. Hidup kita sudah sangat berbeda sekarang."
Andi merasa frustasi. "Apa kamu tidak percaya bahwa kita bisa memperbaikinya? Kita bisa mencari cara untuk saling mencintai lagi. Kita bisa mengatur waktu untuk kencan, melakukan hal-hal yang kita suka."
Maya menghela napas. "Andi, terkadang aku merasa seperti kita sedang hidup dalam rutinitas tanpa akhir. Mungkin kita hanya perlu istirahat sejenak dari semua ini."
Andi terkejut dengan pernyataan itu. "Istirahat? Apa itu berarti kita harus terpisah?"
"Bukan terpisah dalam arti yang sebenarnya," Maya menjelaskan, "tetapi mungkin kita butuh waktu untuk merenung. Untuk menemukan diri kita sendiri kembali."
Andi merasakan dinding ketakutan menjulang di sekitarnya. "Apakah kamu yakin itu yang kamu inginkan? Aku takut jika kita melakukan itu, kita tidak akan menemukan jalan kembali."
Maya mendekat, mengulurkan tangannya dan memegang tangan Andi. "Aku tidak ingin kehilangan kita, Andi. Aku hanya merasa tertekan dan butuh waktu untuk berpikir."
Andi menatap Maya, merasakan kehangatan tangannya, tetapi juga merasakan betapa rapuhnya hubungan mereka saat ini. "Baiklah," katanya pelan, "tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku akan berjuang untuk kita. Aku tidak akan menyerah."
Maya tersenyum lemah, tetapi di dalam hati, dia juga meragukan kemampuannya untuk mengembalikan cinta yang telah memudar. Keduanya terjebak dalam keheningan, menyadari bahwa jalan ke depan tidak akan mudah, tetapi harapan tetap ada, meskipun tipis.
Dengan ketidakpastian yang menggelayuti, Andi berjanji pada dirinya sendiri untuk berusaha lebih keras. Dia tahu, meskipun cinta mereka saat ini memudar, ia harus memperjuangkan apa yang paling berharga dalam hidupnya.
Bersambung...
Seorang suami merasa istrinya menyembunyikan sesuatu. Ketika ia menyewa detektif pribadi, ia menemukan bahwa istrinya telah berselingkuh dengan pria yang ia kenal, mengguncang kepercayaan yang ia miliki selama ini.
Seorang istri yang selalu setia mengetahui bahwa suaminya berselingkuh selama bertahun-tahun. Ketika kebenaran terungkap, ia mulai merencanakan pembalasan yang akan mengubah hidup suaminya selamanya.
Seorang wanita harus memilih antara suami yang selalu mendukungnya dan kekasih lamanya yang kembali hadir dalam hidupnya. Perselingkuhan emosional ini memaksanya mempertanyakan arti cinta dan kesetiaan.
Seorang suami merasa bosan dengan kehidupan pernikahannya dan memulai hubungan dengan rekan kerjanya. Perselingkuhan ini berubah menjadi obsesi, menghancurkan segalanya di sekitar mereka, termasuk rumah tangganya.
Sekelompok teman lama berkumpul kembali di gedung tua yang dulunya merupakan sekolah mereka. Ketika salah satu dari mereka ditemukan tewas, mereka menyadari bahwa ada rahasia gelap yang telah lama tersembunyi, dan seseorang di antara mereka siap untuk mengungkapnya dengan kekerasan.
Seorang pustakawan menemukan buku tua yang penuh dengan petunjuk menuju harta karun kuno. Namun, ketika orang-orang di sekitarnya mulai meninggal dengan cara yang misterius, dia menyadari bahwa buku itu mungkin lebih dari sekadar peta harta karun-mungkin ada kekuatan jahat yang ingin tetap tersembunyi.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.
"Selain menjadi ART, kamu harus melayani saya di ranjang dan berikan ASI mu pada saya setiap saat, kau bisa menulis berapun nominal gajimu!" perintah Slater Jagger.
"Berikan ASImu pada putraku akan kuberikan dunia dan seisinya!" Ujar El Zibrano Elemanus. "Kau gila? Aku masih sekolah, mana mungkin bisa menyusui anakmu!" marah Lea kesal "Bisa, dengan bantuan ku!" El tanpa segan meremas benda kenyal Lea.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
© 2018-now Bakisah
TOP