/0/21438/coverbig.jpg?v=0b02ebfe9498379b9de835ace5234dfc)
Dunia Isabella Moretti hancur dalam satu malam. Orang tuanya tewas di tangan Lorenzo Ricciardi, mafia paling berbahaya sekaligus pria paling kejam di dunia. Namun, ketika tiba giliran Isabella untuk menemui ajalnya, Lorenzo malah membiarkannya hidup, tapi sebagai tawanan pribadinya. Lorenzo adalah pria yang menguasai dunia bawah tanah dengan kekejaman tanpa batas. Namun, di balik tatapan dinginnya, ada sisi lembut yang hanya bisa dilihat oleh Isabella. Saat kebencian berubah menjadi gairah cinta, Isabella sadar tak akan bisa lepas dari dekapan mafia kejam itu. Sayangnya, Lorenzo tidak tahu bahwa Isabella menyimpan rencana balas dendam untuk kematian keluarganya. Hingga akhirnya ia mendapati dirinya hamil, membawa benih dari pria yang paling ia benci sekaligus pria yang mulai ia cintai. Dapatkah Isabella melanjutkan dendamnya, ataukah ia akan menyerah pada cinta sang iblis tampan? Dan saat Lorenzo menghadapi pilihan antara kekuasaannya dan wanita yang mencuri hatinya, akankah ia tetap menjadi raja tanpa hati, atau menyerah pada pesona Isabella?
"Jangan sisakan satupun nyawa. Bunuh semuanya!"
Angin malam membawa aroma kematian ke seluruh sudut kediaman keluarga Moretti. Jeritan dari para penjaga yang tumbang satu per satu terdengar seperti simfoni suram, mengiringi bayang-bayang kematian yang semakin mendekat.
Api mulai menjilat pintu utama rumah megah itu, sementara Lorenzo Ricciardi berdiri dengan tatapan dingin di halaman depan. Wajahnya seperti diukir dari batu, tanpa emosi, meskipun tangannya baru saja menodai nyawa.
"Pastikan tidak ada yang tersisa!" perintah Lorenzo kepada anak buahnya dengan suara tegas.
Anak buahnya bergegas memborbardir, suara tembakan menggema, diikuti oleh jeritan kesakitan yang segera lenyap menjadi keheningan. Lorenzo mengayunkan kakinya ke arah pintu utama yang kini terbuka.
"Mereka pasti bersembunyi di dalam. Temukan mereka!"
Di lantai atas rumah, Isabella Moretti gemetar di balik lemari besar di kamar tidurnya. Hatinya berdetak seperti genderang perang, menenggelamkan suara apa pun di sekitarnya.
Namun, ia tahu ia tahu siapa yang datang malam ini. Lorenzo Ricciardi, pria yang sering disebut 'Malaikat Maut' oleh dunia bawah tanah.
"Orang tuaku salah apa? Sampai dibunuh dan rumahku dihancurkan begini," gumamnya pelan, tangannya erat memegang salib kecil di lehernya.
Ia mendengar langkah berat mendekat ke kamar. Isabella menggigit bibirnya, mencoba menahan napas. Ketika pintu kamar terbuka dengan keras, detik waktu terasa kian melambat.
"Periksa semua tempat." Terdengar suara salah satu anak buah Lorenzo. "Gadis itu harusnya ada di sini."
Isabella tahu ia tak punya banyak waktu. Diam-diam, ia merangkak keluar dari balik lemari, mencoba mencapai jendela untuk melarikan diri.
Namun saat ia hampir membuka kaca, suara bariton menghentikannya. "Jangan bergerak!"
Isabella berbalik dengan perlahan. Lorenzo berdiri di sana, tubuhnya menjulang tinggi dengan mantel hitam panjang yang berkibar tertiup angin dari jendela. Kilatan matanya tajam menusuk ke dalam iris Isabella.
"Jadi, kau putri Moretti?" Lorenzo berjalan mendekat, sepatu hitamnya berderap di lantai marmer. "Yang selalu dipuja-puja itu?"
Isabella mencoba menegakkan tubuhnya meskipun kakinya gemetar. "Kalau kau datang untuk membunuhku, lakukan saja sekarang."
"Berani sekali," gumam Lorenzo dengan senyum sinis. "Seperti ayahmu."
"DON'T!" Isabella berteriak, matanya berkaca-kaca. "Jangan sebut namanya dari mulutmu yang kotor itu!"
Lorenzo menghentikan langkahnya. Sejenak, ada kilatan emosi di matanya. "Kau memang berbeda," katanya dingin. "Kebanyakan akan memohon untuk hidup mereka. Tapi kau ... malah ingin mati seperti ini?"
"Lebih baik mati daripada menyerah pada iblis sepertimu!"
Mendengar itu, Lorenzo mengangkat sebelah alisnya, seolah terhibur. "Menarik. Tapi aku tidak akan memberimu kematian secepat ini."
Isabella menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu?"
Lorenzo mendekat, jaraknya kini hanya beberapa inci dari Isabella. "Aku ingin kau menderita. Kehilangan segalanya, termasuk harga dirimu." Suaranya seperti bisikan iblis yang merasuk ke dalam pikirannya. "Tapi aku tidak akan membunuhmu. Ah, maksudku ... belum."
"Lakukan apa saja padaku, tapi aku bersumpah, aku akan membalas dendam untuk keluargaku," ujar Isabella dengan tegas, meskipun air mata mulai mengalir di pipinya.
Lorenzo mendekatkan wajahnya, begitu dekat hingga Isabella bisa merasakan napas hangatnya. "Kau akan mencoba, tapi aku pastikan kau tidak akan berhasil." Ia menoleh pada anak buahnya yang menunggu di ambang pintu. "Bawa dia ke mobil."
Isabella mencoba melawan saat dua pria kekar mencengkeram lengannya, tapi tenaganya tidak sebanding. Ia diseret keluar dari kamar, meninggalkan rumah yang kini hampir rata dengan tanah.
Di perjalanan menuju markas Lorenzo, Isabella duduk di kursi belakang mobil, tangan dan kakinya terikat. Matanya memandang kosong ke jendela, menyaksikan nyala api dari kejauhan yang menandakan akhir hidupnya yang dulu.
"Kau menang hari ini, Lorenzo," katanya dengan suara rendah. "Tapi aku akan kembali untuk menghancurkanmu."
Lorenzo, yang duduk di kursi depan, mendengar setiap kata itu. Ia hanya menoleh sebentar dan memberikan senyuman kecil. "Kita lihat saja. Atau malah pada akhirnya ... kau akan tunduk padaku."
Isabella memalingkan wajahnya, mencoba menyembunyikan air matanya. Di dalam hatinya, dendam membara, tetapi di sudut kecil yang tak mau ia akui, ada rasa takut yang mulai menjalar.
•
Mobil berhenti di depan sebuah mansion besar yang dikelilingi tembok tinggi dan pagar besi hitam. Cahaya lampu menerangi gerbang yang tampak seperti penjara, tempat Isabella tahu dia tidak akan keluar dengan mudah.
Lorenzo turun dari mobil lebih dulu, memberi isyarat kepada anak buahnya untuk membawa Isabella masuk. Dengan tangan terikat, Isabella diseret menuju pintu depan. Ia melawan sekuat tenaga, tetapi genggaman pria-pria itu terlalu kuat.
"Jangan sentuh aku!" Isabella berteriak, matanya menyala penuh kemarahan.
"Kau ini memang penuh perlawanan, ya," Lorenzo berkata santai sambil berjalan di depannya. "Tapi percuma saja. Tidak ada yang mendengar teriakanmu di sini."
"Aku akan membunuhmu, Lorenzo. Apa pun caranya," desis Isabella, berusaha menyembunyikan ketakutannya.
Lorenzo berhenti di depan pintu besar mansion, menoleh dengan tatapan tajam. "Kau bisa mencoba, tapi aku ingin melihat bagaimana kau melakukannya saat kau bahkan tidak bisa kabur dari rumah ini."
Di dalam mansion, Isabella dilemparkan ke sebuah kamar besar. Tempat tidur dengan sprei hitam tampak mencolok di tengah ruangan, sementara sudut lainnya dihiasi dengan rak buku dan meja kerja yang penuh dokumen.
"Ini akan menjadi kamarmu," kata Lorenzo dengan nada dingin, sambil membuka jasnya dan meletakkannya di kursi. "Aku akan memastikan kau memiliki segala yang kau butuhkan, kecuali kebebasanmu."
Isabella berdiri di sudut ruangan, menatapnya penuh kebencian. "Aku bukan mainanmu, Lorenzo."
Lorenzo melangkah mendekat, sorot matanya penuh dominasi. "Kau adalah milikku sekarang, Isabella. Aku bisa melakukan apa saja yang aku mau."
"Tidak ada yang bisa membuatku tunduk padamu," jawab Isabella dengan nada tegas.
Lorenzo tersenyum kecil, matanya menelusuri wajah Isabella. "Kita lihat nanti," katanya, suaranya rendah. "Bukan hanya tunduk, Bella. Bahkan, aku akan membuatmu menanggalkan semua bajumu di hadapanku."
Isabella meronta sekuat tenaga saat tiba-tiba Lorenzo mencengkeram lengannya dan menyeretnya tubuhnya ke dekat ranjang.
Napasnya terengah, campuran antara rasa takut dan kemarahan menyelubungi dirinya. Namun, Lorenzo seolah tak peduli. Sorot matanya mengintimidasi tajam, memancarkan ketegasan bahwa dia adalah penguasa malam itu.
"Berhenti melawan, Isabella," desis Lorenzo, nadanya datar. "Semakin kau melawan, semakin sulit malam ini untukmu."
"Persetan dengan ancamanmu!" Isabella meludah ke arah Lorenzo, matanya berkobar dengan kemarahan yang tak terhingga.
Lorenzo berhenti sejenak, menyeka pipinya dengan tenang, sebelum menarik Isabella lebih keras hingga tubuhnya terhempas ke kasur. Isabella mencoba bangkit, tapi Lorenzo lebih cepat. Dalam sekejap, tubuhnya sudah berada di atasnya, menindihnya dengan satu tangan yang kuat menahan kedua pergelangan tangannya di atas kepala.
"Jika aku mau, kau tidak akan punya kesempatan untuk bicara lagi," bisiknya, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Isabella. Suara rendahnya mengalir seperti racun, menusuk ke dalam ketakutan Isabella. "Tapi aku ingin kau mengerti sesuatu, Isabella. Kau tidak bisa lari. Tidak malam ini, dan tidak selamanya."
Tubuh Isabella, tapi ia tidak ingin menyerah. "Kau pikir aku akan takut pada ancamanmu? Kau salah besar, Lorenzo!"
Senyum dingin Lorenzo terukir di wajahnya. "Aku suka perlawananmu. Tapi aku akan lebih suka melihatnya hancur perlahan."
"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," desis Lucas, matanya dingin seperti es. Flora terpaku, tak bergeming, dadanya sesak. Hutang? Hutang apa? Sebuah perjanjian hutang antara mendiang orang tua Flora dengan Lucas, yang kini berakhir mengikat Flora dengan pria yang baru dikenalnya malam ini di pesta lajang sahabatnya. Menjerumuskannya dalam lingkaran neraka. Flora tak pernah tahu orang tuanya berhutang pada seorang pria kejam, berusia lima belas tahun lebih tua darinya, pemilik Perusahaan Blackwood tempatnya magang sebagai staf marketing. Lucas, pria yang tak kenal ampun, menuntut pembayaran detik itu juga. "Jika kau tidak bisa bayar nominal utangnya, tubuhmu untukku malam ini!" tegas Lucas, menarik tangan Flora masuk ke kamar hotel.
Nadia ingin memberi kejutan kepada tunangannya, Raka, di hari ulang tahun pria itu. Namun, ia malah dibuat terkejut saat memergoki Raka tengah bergumul satu selimut dengan sang Kakak, Tania. Hal itu membuat Nadia kecewa, hingga berimbas gagalnya acara pernikahan yang akan digelar tiga hari lagi. Nadia terusir dari rumah, ia pergi menemui Kakak Iparnya, Darren, yang tengah bekerja di luar kota untuk menunjukkan rekaman perselingkuhan Raka dan Tania. Dua insan korban pengkhianatan itu memutuskan bekerjasama untuk membalas dendam. Namun, siapa yang tahu kedekatan mereka menghadirkan rasa nyaman? Lantas, bagaimana dengan rencana balas dendam itu? Akankah mereka berhasil, atau malah terjebak dalam hubungan cinta yang rumit?
"Maaf, Ning. Saya menikahimu karena perintah dari Abah dan Umik, bukan atas niat saya sendiri. Jadi, izinkan saya menata hati dulu agar bisa menerima takdir ini." —Aaraf Ibrahim— Perjodohan di dunia pesantren memang sudah tidak asing lagi, seperti yang dialami oleh Kayshilla Chandra dan Aaraf Ibrahim. Kedua insan yang sama-sama asing dan hanya bertemu saat hari akad itu harus berjuang mempertahankan rumah tangga yang mereka bina. Kesabaran Kayshilla terus teruji setiap hari, hingga ia tahu ada nama perempuan lain di hati suaminya. "Jika sainganku adalah perempuan lain? Apakah aku bisa merebut hati suamiku?" —Kayshilla Chandra—
Azriya Aurora terpaksa menikah dengan Gavriel Erlando lantaran wasiat dari mendiang sahabatnya — Kartika, bahkan ia harus menjadi ibu sambung untuk kedua putra Kartika. Azriya menanggung beban membongkar misteri di dalam Keluarga Erlando. Mertuanya selalu berusaha menyingkirkannya, hingga ia harus terusir dari rumah karena sebuah fitnah. Anak sambungnya membencinya karena ia dinilai telah membunuh Kartika, hingga suatu ketika ia tahu kakak iparnya juga berperan dalam kemalangannya di Rumah Besar Erlando. Siapa sebenarnya yang jahat? Sanggupkah Azriya bertahan dalam bahtera rumah tangganya? Ataukah ia akan menyerah dalam pernikahan ini?
Bagaimana jadinya ketika kamu dipertemukan dengan orang yang dicintai sejak kecil setelah berpisah selama dua puluh tahun dengan keadaan berbeda, pola pikir berbeda, dan tentunya dengan paras berbeda? Mengharapkan kepulangan seseorang yang telah ditunggunya selama dua puluh tahun, tetapi tak kunjung jua telah membuat hati Melisa mati rasa. Kendati begitu, dia mencoba membuka diri untuk cinta yang lain, hingga harus terjebak dengan laki-laki yang hanya mengincar hartanya. Sampai saat dipertemukan dengan cinta masa kecilnya, cobaan datang bertubi-tubi. Memendam kerinduan di negeri seberang membuat kondisi Rommy semakin terpuruk. Luka perpisahan yang dia tanggung sendiri mampu mengubahnya menjadi sosok perkasa dan idaman wanita, tetapi tidak dengan cinta masa kecilnya yang menolak ajakannya untuk menikah. Lalu bagaimana jadinya saat Melisa tahu bahwa ia telah di jodohkan dengan Rommy sedari kecil? Akankah takdir cinta memihak untuk keduanya bersatu?
Wanita bertubuh ideal tidak terlalu tinggi, badan padat terisi agak menonjol ke depan istilah kata postur Shopie itu bungkuk udang. Menjadi ciri khas bahwa memiliki gelora asmara menggebu-gebu jika saat memadu kasih dengan pasangannya. Membalikkan badan hendak melangkah ke arah pintu, perlahan berjalan sampai ke bibir pintu. Lalu tiba-tiba ada tangan meraih pundak agak kasar. Tangan itu mendorong tubuh Sophia hingga bagian depan tubuh hangat menempel di dinding samping pintu kamar. "Aahh!" Mulutnya langsung di sumpal...
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."