Unduh Aplikasi panas
Beranda / Lainnya / The Tension Blade
The Tension Blade

The Tension Blade

5.0

Di kota gelap yang dikuasai oleh dua kekuatan besar, Mafia Castellano dan keluarga vampir Purcell, sebuah perjanjian rahasia dipatahkan ketika Claudia Castellano, pewaris keluarga mafia, menyaksikan ayahnya dibunuh oleh vampir misterius. Claudia bersumpah membalas dendam, tetapi perjalanannya membawanya kepada Vincent Purcell, pemimpin vampir yang rupawan sekaligus berbahaya. Saat Claudia dan Vincent terjerat dalam perang kekuasaan, dendam berubah menjadi gairah yang tak terkendali. Namun, cinta mereka mengancam membuka rahasia yang dapat menghancurkan kedua dunia mereka.

Konten

Bab 1 Pembunuhan di Malam Gelap

Malam menggantung gelap di atas kota, hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu jalan yang berserakan. Claudia Castellano berdiri di bawah bayang-bayang gedung tua dengan jantung yang berdetak keras. Angin malam menusuk kulitnya, membawa bau logam dan debu yang khas dari distrik kumuh tempat pertemuan ini berlangsung. Ayahnya, Matteo Castellano, sedang berbicara dengan sosok tinggi berjubah hitam. Wajah vampir itu tak terlihat jelas, hanya sepasang mata merahnya yang menyala seperti bara api.

Claudia menggenggam pistol di dalam mantelnya, jari-jarinya berkeringat. Dia tidak tahu mengapa ayahnya mempercayai makhluk seperti itu. Perjanjian dengan keluarga Purcell sudah lama goyah, dan Claudia mencium bahaya sejak awal. Tapi, Matteo bersikeras. "Kita harus mencari keseimbangan, Claudia. Itu satu-satunya cara untuk bertahan," katanya sebelum mereka datang ke tempat ini.

Dia tidak menyangka 'keseimbangan' itu akan pecah dalam hitungan detik.

Tiba-tiba, suara ledakan memecah keheningan. Claudia tersentak, matanya membelalak saat melihat darah berceceran di udara. Ayahnya terjatuh dengan tubuh tertembus peluru perak. Darah mengalir deras dari dada Matteo, bercampur dengan debu di tanah. Claudia menahan napas, tubuhnya terpaku.

"Ayah!" teriaknya, akhirnya berlari keluar dari persembunyian. Tapi langkahnya terhenti ketika sosok berjubah itu bergerak cepat, hampir seperti bayangan, menghilang dalam hitungan detik. Claudia jatuh berlutut di sisi tubuh ayahnya. Mata Matteo terbuka, tapi pandangannya sudah kosong.

"Tidak, ini tidak mungkin. Jangan tinggalkan aku!" suara Claudia pecah di udara dingin. Tangannya bergetar saat menyentuh wajah ayahnya yang dingin. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dunia terasa runtuh.

Sebuah suara pelan namun tajam terdengar dari belakangnya. "Kamu tidak seharusnya berada di sini."

Claudia berbalik dengan cepat, mengarahkan pistolnya. Di hadapannya berdiri Vincent Purcell. Sosok tinggi dengan jas hitam rapi itu tampak tidak terpengaruh oleh udara dingin. Matanya menatap Claudia dengan dingin, seperti mencoba membaca pikirannya.

"Kau...," Claudia hampir tidak bisa berbicara. Ia mengarahkan pistolnya tepat ke dada Vincent. "Apa ini kerjaanmu?"

Vincent mengangkat alisnya, sedikit tersenyum. "Jika aku ingin membunuh ayahmu, aku tidak akan melakukannya seperti ini. Terlalu berantakan."

"Omong kosong!" Claudia berteriak, jari-jarinya di pelatuk gemetar. Tapi Vincent hanya berdiri diam, dengan tenang, seperti tahu Claudia tidak akan menembak.

"Membuang waktu dengan menuduhku tidak akan menghidupkan ayahmu kembali," Vincent berkata pelan, tetapi nadanya dingin dan tajam. "Dan jika kau tidak pergi dari sini sekarang, kau juga akan berakhir seperti dia."

Claudia merasa amarahnya meledak. Tapi sebelum dia sempat membalas, suara langkah kaki terdengar dari ujung jalan. Beberapa orang muncul dari kegelapan, membawa senjata. Mereka tidak mengenakan seragam, tetapi jelas bukan orang biasa.

"Orang-orangmu?" tanya Vincent dengan nada sarkastik.

Claudia mendengus, berbalik menatap para pria itu. Mereka tidak membawa lambang keluarga Castellano. Dia tidak tahu siapa mereka, tetapi mereka tidak datang dengan niat baik.

Vincent mendekat, berbisik di telinganya, "Mereka pemburu bayaran. Aku bisa mencium bau perak dari sini."

Claudia menggertakkan giginya. Dia tahu situasinya memburuk. Dengan gerakan cepat, Vincent menarik lengannya dan menariknya ke dalam bayang-bayang. Claudia ingin memberontak, tetapi tangannya kuat, dingin seperti es.

"Melepaskan diri dariku akan membuatmu mati lebih cepat," kata Vincent, hampir seperti bisikan, tetapi penuh ancaman.

Claudia akhirnya mengikuti langkahnya. Mereka menyelinap ke lorong gelap, sementara suara langkah kaki para pemburu bayaran semakin dekat. Vincent membimbingnya ke sebuah pintu kecil yang tersembunyi di antara tembok bata. Dia membukanya dengan mudah, seolah sudah mengenal tempat ini sejak lama.

"Masuk," perintah Vincent.

Claudia tidak punya pilihan. Begitu mereka masuk, pintu itu tertutup rapat. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh sedikit cahaya dari celah di dinding. Claudia menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Tapi, tatapannya langsung tertuju pada Vincent.

"Kau belum menjawab. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya tajam.

Vincent mendesah, mengusap wajahnya dengan tangan. "Seseorang ingin membakar perang antara keluargaku dan keluargamu. Dan dari apa yang baru saja terjadi, sepertinya mereka berhasil."

Claudia memandangnya dengan mata penuh kebencian. "Kau mengharapkan aku percaya padamu? Kau salah. Keluargamu selalu punya alasan untuk menghancurkan kami."

Vincent tertawa kecil, tetapi tidak ada humor dalam suaranya. "Dan keluargamu selalu berpikir bisa mengendalikan semua orang. Kau salah besar jika mengira aku ada di sini untuk menyelamatkanmu."

Claudia ingin membalas, tetapi dia merasa tenggorokannya tercekat. Dia masih tidak bisa melupakan pemandangan ayahnya tergeletak di tanah, darah mengalir dari tubuhnya. Air matanya mulai jatuh, tetapi dia segera menghapusnya. Dia tidak ingin terlihat lemah, terutama di depan Vincent.

Vincent menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Aku tidak membunuh ayahmu, Claudia. Tapi aku tahu siapa yang mungkin melakukannya."

"Katakan padaku," Claudia berkata dengan nada rendah, hampir seperti ancaman.

"Aku butuh waktu untuk memastikan," jawab Vincent sambil berjalan menuju pintu lain di ruangan itu. "Tapi jika kau ingin jawaban, aku sarankan kau tetap hidup. Itu berarti kau harus pergi dari sini sekarang."

"Aku tidak akan pergi sampai aku tahu apa yang kau sembunyikan," Claudia menolak keras.

Vincent berhenti, lalu menoleh. Matanya menyala sebentar, seperti ada api di dalamnya. "Jika kau mau mati secepat ayahmu, maka lanjutkan saja."

Claudia membeku. Ada sesuatu dalam cara Vincent berbicara yang membuatnya merasa dia benar-benar tahu lebih banyak daripada yang dia tunjukkan. Tapi sebelum dia bisa memutuskan apa yang harus dilakukan, pintu di belakang mereka tiba-tiba hancur terbuka.

Para pemburu bayaran itu sudah menemukan mereka.

Claudia mengangkat pistolnya, tetapi sebelum dia sempat menarik pelatuk, Vincent bergerak. Dalam sekejap mata, dia sudah berada di depan salah satu pemburu, mencengkeram lehernya dengan satu tangan. Dengan kekuatan yang tidak manusiawi, dia melempar pria itu ke dinding seperti boneka kain.

Claudia hanya bisa menatap dengan kaget. Dia pernah mendengar cerita tentang kekuatan vampir, tetapi melihatnya langsung adalah hal yang berbeda. Vincent bergerak seperti bayangan, menghancurkan senjata para pemburu sebelum mereka sempat menembak.

Salah satu pria mengarahkan pistol perak ke arah Vincent. Tapi Claudia, dengan cepat, menarik pelatuknya dan menembak pria itu di kaki. Pria itu jatuh, mengerang kesakitan.

"Kau mulai belajar," kata Vincent sambil tersenyum kecil, meskipun matanya masih memancarkan ancaman.

"Aku tidak butuh pujian darimu," jawab Claudia, suaranya penuh amarah.

Ketika semua pemburu tergeletak tak berdaya, Vincent mendekati Claudia. "Kita harus pergi sekarang. Ini belum selesai."

"Aku akan menemukan pelakunya, Vincent. Dengan atau tanpa bantuanmu," Claudia berkata tegas. Tapi ada sesuatu di mata Vincent yang membuatnya merasa dia tidak sepenuhnya sendirian dalam perjalanan ini.

"Percayalah, Claudia. Aku juga ingin tahu siapa yang bermain di balik bayang-bayang ini." Suara Vincent rendah, hampir seperti bisikan, tetapi ada sesuatu dalam nada itu yang membuat Claudia yakin bahwa dia tidak berbohong.

Mereka meninggalkan tempat itu, tetapi pikiran Claudia penuh dengan pertanyaan. Siapa sebenarnya Vincent Purcell? Dan mengapa dia merasa bahwa pria ini, meskipun berbahaya, adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya menemukan kebenaran?

Di atas atap bangunan di kejauhan, seorang wanita berdiri dengan senyuman tipis di wajahnya. Mata birunya memancarkan cahaya dingin, memperhatikan Vincent dan Claudia yang menjauh.

"Permainan ini baru dimulai," gumam Evangeline Purcell sebelum menghilang ke dalam kegelapan.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY