Kedua orangtuanya selalu menuntut Kayla untuk menjadi sosok sempurna, tetapi mereka tak pernah sekalipun bertanya apa yang ia inginkan. Mendengar orang tuanya bertengkar di rumah adalah makanan sehari-hari Kayla.
Kayla hanya berteman dengan buku hariannya, ia merupakan anak yang sangat tertutup.
"Kata orang, anak tunggal adalah anak yang paling beruntung. Tapi mengapa keberuntungan itu tidak berpihak padaku?" Kayla menuangkan tinta di atas secarik kertas putih yang tak ada noda sedikitpun.
Kayla memiliki seorang Ayah yang selalu terpandang di mata masyarakat, kebaikan sang Ayah selalu terdengar di telinganya kemanapun ia pergi. Tetapi Kayla tidak pernah merasakan figur seorang Ayah, ia memiliki raga Ayahnya, namun ia kehilangan figur seorang Ayah. Seringkali Kayla bertanya pada semesta, "bagaimana sih rasanya disayang oleh sosok Ayah?"
Bentakan, umpatan dan makian yang terlontar oleh Ayahnya membuat Kayla tak percaya bahwa cinta itu ada. Di saat teman seumurannya sudah memiliki kekasih, Kayla memilih untuk tetap sendiri. Kini usianya sudah menginjak 17 tahun, usia di mana para remaja sedang merasakan manisnya cinta. Tapi tidak dengan Kayla, ia pernah membuka hati untuk seorang lelaki, ia berharap lelaki itu bisa mengganti figur Ayahnya. Namun Kayla malah dibuat semakin trauma dengan cinta. Dan sejak hari itu, Kayla memutuskan untuk menutup hatinya rapat-rapat sampai tak ada satu laki-laki pun yang bisa masuk ke dalam hatinya.
Kayla selalu memendam lukanya sendirian, ia tak bercerita kepada siapapun, jika ia sedih, gelisah dan stress, ia langsung membuka laptopnya dan menonton series Thailand kesukaannya. Baginya, bujang Thailand adalah tempat pelarian ternyaman ketika dunia tak pernah berpihak padanya. Bagi orang-orang, hobi Aksha ini adalah hal aneh, tapi bagi Aksha, bujang Thailand adalah penyembuh luka yang tak bisa disembuhkan oleh siapapun. Aksha tetap semangat menjadi hidup karena ia sadar bahwa masih ada bujang Thailand yang harus ia kejar.
"Jangan mati sebelum ketemu bujang Thailand, jangan mati sebelum jadi sutradara di GMMTV". Itu adalah kalimat yang selalu Kayla ucapkan di saat ia nyaris kehilangan nyawa di tangannya sendiri.
Kayla sering meluapkan kesedihannya lewat aksara-aksara yang ia tuangkan dalam sebuah tinta. Ia selalu berharap bahwa karyanya bisa diterbitkan dan bisa diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar suatu hari nanti. Saat kelas 12, Kayla memutuskan untuk mendaftarkan diri ke prodi Film dan Televisi Universitas Pendidikan Indonesia. Selain ingin meraih cita-cita, Kayla juga ingin meraih ketenangan dengan cara pergi sejauh-jauhnya dari kota kelahirannya.
Ternyata semesta merestui jika Kayla pergi meninggalkan kota kelahirannya. berhasil lolos di prodi Film dan Televisi Universitas Pendidikan Indonesia melalui jalur undangan. Kayla begitu bahagia karena ia berhasil satu langkah lebih dekat dengan bujang Thailandnya.
"GMM, i'm coming!!" Seru Kayla ketika ia mengetahui bahwa ia lolos seleksi jalur undangan di Universitas Pendidikan Indonesia. Namun kebahagiaan Kayla dipatahkan oleh larangan dari kedua orangtuanya untuk merantau ke luar kota.
"Kuliah di sini aja, kamu anak tunggal, gak usah kuliah jauh-jauh." Kalimat tersebut berhasil membuat Kayla kehilangan senyumnya untuk beberapa waktu, namun untungnya di tahun itu pemerintah telah menetapkan peraturan bahwa siswa yang lolos seleksi jalur undangan wajib mengambil prodi tersebut, jika menolak, maka sekolah asalnya terancam akan di blacklist.
Tentu! Berikut perkenalan karakter Revan Mahesa yang kamu minta, bisa digunakan untuk sinopsis panjang, bagian awal novel, atau deskripsi tokoh:
---
Revan Mahesa adalah seorang lelaki kelahiran Bandung, anak tunggal dari keluarga terpandang yang memiliki salah satu hotel ternama di kota itu. Sebagai pewaris tunggal, hidup Revan seolah sudah diatur sejak lahir-penuh fasilitas, kenyamanan, dan masa depan yang pasti. Namun di balik semua itu, Revan tumbuh sebagai sosok yang cenderung tertutup dan dingin. Ia tidak pernah benar-benar merasa dimengerti, bahkan oleh orang tuanya sendiri yang lebih sering sibuk mengurus bisnis keluarga.
Cita-cita Revan sebenarnya sederhana: ia ingin masuk Universitas Gadjah Mada dan mengambil jurusan Psikologi, karena diam-diam ia tertarik memahami manusia dan segala kompleksitas emosinya. Namun takdir berkata lain. Gagal masuk UGM, Revan akhirnya memilih Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung dan masuk jurusan Perfilman-sebuah bidang yang sebenarnya juga ia cintai, namun tak pernah ia prioritaskan.
Meski awalnya hanya "alternatif", Revan justru bersinar di dunia perfilman. Ia punya kemampuan akting yang luar biasa, mampu menghidupkan karakter dengan intensitas emosional yang dalam. Banyak mahasiswi di prodi perfilman yang diam-diam menyimpan rasa pada Revan-bukan hanya karena wajah tampannya, tapi karena aura misterius yang menyelubunginya.
Namun, Revan menyimpan luka yang belum sembuh. Sebelum kuliah, ia pernah menjalin hubungan yang sangat serius dengan seseorang. Sayangnya, hubungan itu kandas setelah sang kekasih meninggalkannya hanya karena Revan memilih untuk fokus mengejar pendidikan. Pengkhianatan itu membuat Revan menutup pintu hatinya rapat-rapat, tak lagi percaya bahwa cinta bisa sejalan dengan mimpi.
Ia datang ke kampus bukan untuk mencari cinta atau relasi emosional. Ia datang hanya untuk belajar, bekerja keras, dan membuktikan bahwa dirinya tak harus mengikuti jalan yang ditentukan oleh keluarga atau masa lalu. Namun semua mulai berubah ketika ia bertemu dengan Kayla Azzahra, seorang gadis yang juga menyimpan luka yang serupa. Pertemuan dua jiwa yang sama-sama retak itu perlahan membuka ruang untuk saling menyembuhkan.