Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Jodoh Tak Bisa Ditolak
Jodoh Tak Bisa Ditolak

Jodoh Tak Bisa Ditolak

5.0
1 Bab
2 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

"Rena dan Rey dijodohkan oleh orang tua mereka. Masalahnya? Mereka saling benci! Namun, seiring waktu, kebencian berubah menjadi sesuatu yang tak terduga. Apakah jodoh memang tak bisa ditolak?"

Bab 1 Perpisahan yang Menyakitkan (dan Absurd)

Hujan turun deras sore itu, membasahi halaman rumah suci yang penuh dengan tanaman hias milik ibunya. Langit Bandung tampak kelabu, seolah tahu bahwa ada yang bakal menangis lebih deras dari hujan-yaitu Rena.

Di depan pagar, Lisa berdiri dengan koper besarnya. Dia mengenakan jaket abu-abu dan celana jeans, rambutnya diikat ekor kuda seperti biasa. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda di wajahnya-kesedihan.

Di hadapannya, suci berdiri dengan wajah penuh kehancuran. Tidak, dia bukan habis diputusin pacar. Dia juga bukan kehilangan uang tabungan. Dia hanya tidak siap ditinggal sahabatnya sejak lahir.

"Jadi ini beneran?" suara suci terdengar serak, matanya yang sembab menatap Lisa penuh harap. "Kamu bener-bener mau ke Jakarta?"

Lisa menelan ludah dan mengangguk. "Iya, Suc. Ayahku dipindahkan, dan Ibu harus ikut. Aku juga nggak punya pilihan lain."

"Ya elah, Lis! Jakarta tuh cuma tiga jam naik kereta! Bukan pindah ke planet lain!" Suci berteriak frustrasi.

Lisa terkekeh kecil, tapi air matanya tetap menetes. "Tapi tetap aja beda. Kita nggak bisa lagi pulang sekolah bareng, makan cilok depan gang, atau nangis bareng kalau gagal ujian."

Suci mendengus. "Kapan kita pernah nangis bareng?"

Lisa berpikir sebentar. "Ujian Matematika semester lalu?"

Suci langsung menghela napas panjang. "Oh iya. Itu memang layak ditangisi."

Sejenak mereka tertawa kecil, tapi keheningan segera mengambil alih lagi.

Lisa menggenggam tangan Suci erat-erat. "Dengar, Suc. Kalau suatu hari nanti kamu punya anak perempuan, dan aku punya anak laki-laki, kita jodohkan mereka, ya?"

Suci melotot. "Hah? Kenapa tiba-tiba ngomongin jodoh?"

Lisa mengangkat bahu. "Biar kita tetap terhubung selamanya!"

Suci berpikir sejenak, lalu menyipitkan mata penuh curiga. "Ya... asal anakmu tampan dan pewaris kaya, aku setuju."

"Ih, dasar matre!" Lisa mencubit lengan Rena pelan.

"Ya, gimana lagi. Aku nggak mau anakku sengsara!" Suci menyengir.

Tawa mereka menggema di tengah hujan yang semakin deras. Tapi di balik semua candaan itu, mereka tahu-ini adalah perpisahan yang nyata.

Kilas Balik: Masa Kecil yang Absurd

Suci ingat pertama kali bertemu Lisa saat mereka masih bayi. Waktu thorik umur 2 bulan bencanda.. Ya, bayi dua bulan yang ketemuan di pengajian ibu-ibu.

"Bayi kita cocok banget nih! Si Lisa kan bayi perempuan, Suci bayi perempuan juga!" kata ibu mereka dulu.

Logika yang aneh. Tapi sejak saat itu, mereka tidak terpisahkan.

Salah satu kenangan paling kocak adalah saat mereka masih TK dan punya ide bodoh: menanam permen supaya bisa tumbuh pohon permen.

Hari itu, mereka menemukan permen karet di kantong ayah Lisa.

"Suci, kita tanam ini aja! Kalau tumbuh, kita bisa makan permen sepuasnya!" Lisa berkata penuh semangat.

"Ide bagus! Kita bakal jadi orang kaya!" Suci mengangguk setuju, tanpa menyadari kebodohan mereka.

Mereka menggali lubang kecil di halaman belakang rumah Rena dan menanam dua butir permen karet.

Tiga hari kemudian, mereka datang ke halaman dengan penuh harapan, hanya untuk menemukan... semut-semut pesta di atas tanah itu.

"LISA, KITA DITIPU! POHON PERMEN NGGAK ADA!" Suci menangis dramatis.

"SABAR! Mungkin kita kurang siram!" Lisa tetap optimis.

Setelah menyiramnya pakai teh manis ibu Rena (yang bikin ibu mereka marah besar karena tehnya habis), mereka akhirnya menyerah.

"Kayaknya pohon permen nggak bisa tumbuh di tanah biasa. Harus di tanah ajaib." Lisa menyimpulkan sambil mengangguk sok bijak.

Dan sampai hari ini, mereka tetap percaya kalau kegagalan mereka adalah karena "tanahnya kurang ajaib", bukan karena ide mereka memang bodoh.

Masa SD juga tidak kalah konyol.

Mereka pernah percaya kalau pupil mata bisa berubah warna kalau menonton TV terlalu dekat.

"Lisa, nanti mataku berubah warna jadi merah nggak sih kalau aku nonton TV deket-deket?" Suci bertanya sambil menempelkan wajahnya ke layar TV.

"Coba aja dulu. Kalau iya, berarti kita mutasi kayak X-Men!" Lisa menyemangati.

Mereka akhirnya menonton TV dalam jarak 5 cm selama 30 menit sampai ibu Suci datang dan menampar jidat mereka.

"Kalian itu mau nonton atau mau masuk TV?!" bentak ibunya.

Mereka langsung kabur sambil menahan tawa.

Ada juga kejadian di SMP yang lebih absurd lagi.

Saat mereka pertama kali belajar make-up, Lisa iseng membawa lipstik merah terang punya ibunya.

"Suc, kita cobain aja! Kalau jelek, tinggal hapus."

Mereka mulai mengoleskan lipstik itu ke bibir... lalu ke pipi, lalu ke hidung, lalu ke dahi.

Pokoknya, alih-alih cantik, mereka malah kelihatan seperti badut sirkus gagal.

Masalahnya? Lipstik itu waterproof.

Jadi mereka akhirnya harus ke sekolah dengan muka kemerahan seharian.

Dan sejak saat itu, Lisa dan Suci dilarang keras menyentuh make-up ibu mereka.

Kembali ke Kenyataan

Kenangan-kenangan itu memenuhi kepala Suci saat dia melihat mobil Lisa mulai bergerak.

Dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Lisa. Sahabat yang selalu ada, yang selalu menjadi partner kejahatan dalam segala kebodohan mereka.

Tapi perpisahan ini nyata.

Saat Lisa melangkah masuk ke dalam mobil, Rena berteriak.

"Jangan lupa aku, Lisa! Kalau lo jadi orang kaya di Jakarta, traktir gue, ya!"

Dari dalam mobil, Lisa tertawa sambil melambaikan tangan. "Iya, iya! Sampai jumpa, Suci!"

Mobil itu pun melaju, membawa pergi sahabat yang selalu ada di sisi Suci sejak kecil.

Dan sejak hari itu, semuanya berubah.

---

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY