Ada jeda panjang, seolah ibunya ragu untuk menjawab. Lalu, dengan suara yang lebih seperti desa*han putus asa, ia berkata, "...Ayahmu terlilit hutang. Mereka... datang hari ini, Shara."
Dada Shara mengencang. "Hutang apa, Bu?"
"Tolong pulang dulu," suara ibunya bergetar, seakan ketakutan. "Kami butuh kamu di sini."
Sebelum Shara bisa bertanya lebih jauh, panggilan sudah terputus.
Dan tanpa ia sadari, itu adalah panggilan yang akan mengubah jalan hidupnya selamanya.
***
Malam telah turun saat Shara tiba di kampung halamannya. Udara dingin menusuk kulit, tapi bukan itu yang membuat dadanya terasa sesak.
Ia turun dari ojek, langkahnya cepat menuju rumah. Begitu pintu terbuka, suasana di dalam membuatnya terpaku.
Ibunya terduduk di kursi tua, wajahnya sembab. Ayahnya berdiri di dekat jendela dengan bahu merosot, seperti seseorang yang telah kehilangan seluruh harapan. Pipinya nampak tirus dan hilang aura wajahnya.
Dan seorang pria duduk di sofa, tampak begitu tenang seolah ruangan itu adalah miliknya.
Shara langsung tahu bahwa dialah pusat dari semua kekacauan ini.
Pakaiannya sederhana, kemeja hitam dengan lengan tergulung, celana panjang gelap. Tubuhnya tegap, rahangnya kokoh, tapi yang paling mencolok adalah sorot matanya.
Dingin dan mengintimidasi.
Seolah ia melihat dunia dari balik dinding es yang tebal, tanpa sedikit pun emosi.
Shara berusaha menelan kegelisahannya dan bertanya dengan suara yang lebih tegas dari yang ia rasakan, "Ibu... siapa dia?"
Ibunya hanya menangis, sementara ayahnya tetap diam.
Hingga akhirnya, dengan suara hampir tak terdengar, ibunya berbisik, "Ayahmu... terlilit hutang. Riba, Shara... bunganya membengkak... kami tidak bisa membayarnya."
Shara mengepalkan tangannya. "Berapa?"
Ayahnya akhirnya berbicara, tapi suaranya terdengar seperti gumaman penuh rasa malu. "Tiga ratus juta."
Darah Shara berdesir. "Tiga ratus..."
Bagaimana bisa?
"Kami... tidak punya jalan keluar." Mata ibunya penuh permohonan.
"Lalu... dia datang."
Shara menoleh kembali ke pria itu, tatapannya curiga.
"Apa maksudnya?"
Pria itu akhirnya bersuara. Nada suaranya rendah, tapi tidak bernada permintaan lebih seperti pernyataan yang tak bisa dibantah.
"Aku yang melunasi hutang orangtuamu."
Shara membeku. "Apa?"
"Ayahmu tidak punya uang," lanjutnya, tenang seperti membicarakan cuaca. "Jadi aku membayar untuknya."
Shara menelan ludah. "Kenapa? Apa maumu?"
Pria itu tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya, lama, seolah sedang menilai sesuatu.
Lalu, dengan suara sedingin baja, ia berkata:
"Menikahlah denganku."
Ruangan terasa seperti runtuh di sekeliling Shara.
Matanya membelalak, kepalanya berputar. Ia menoleh ke orang tuanya, mencari penolakan, tetapi yang ia temukan hanyalah kepasrahan.
"Apa?" lirihnya.
"Aku tidak butuh mereka untuk menebusnya." Pria itu mengangkat satu alis. Dan menggantung ucapannya.
"Aku menginginkan istri."
Shara merasakan tubuhnya menegang. "Aku bukan barang yang bisa kau beli."
Ayahnya menunduk semakin dalam, ibunya menangis lebih keras. "Shara, Nak... tolong."
Shara tertawa pendek, pahit. "Tolong apa, Bu? Menyerahkan aku pada pria yang bahkan aku tidak kenal?"
Pria itu akhirnya berdiri. Gerakannya begitu terukur, begitu tenang, tapi justru terasa lebih berbahaya.
"Kamu tidak punya pilihan."
Shara mencengkeram dadanya, amarah mendidih dalam dirinya. "Aku tidak akan menikah dengan seseorang yang bahkan aku tidak tahu namanya."
Pria itu menatapnya tanpa ekspresi.
"Damian."
Satu kata. Dingin. Tanpa emosi.
"Lalu apa?" Shara mendengus. "Sekarang aku seharusnya menjatuhkan diri dan bersyukur di kakimu?"
Damian tersenyum kecil, senyum tipis yang lebih terasa seperti ancaman.
"Tidak perlu bersyukur." Tatapannya menusuk.
"Cukup tunduk."
Shara melangkah mundur, jantungnya berdegup kencang.
"Aku tidak akan menyerahkan diriku untuk membayar kesalahan orang lain."
Damian tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya, lama, seolah menyimpan sesuatu di balik matanya yang gelap.
Lalu, dengan nada yang membuat udara di ruangan itu semakin dingin, ia berkata,
"Kita lihat... seberapa lama kamu bisa melawan."
Dan saat itu juga, Shara tahu, tidak peduli seberapa keras ia mencoba melarikan diri, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
Apa ceritanya seru? Kalo seru aku update chapter baru lagi besok.