Unduh Aplikasi panas
Beranda / Lainnya / YANG KATANYA AYAH
YANG KATANYA AYAH

YANG KATANYA AYAH

5.0
1 Bab
10 Penayangan
Baca Sekarang

Yang katanya Ayah, namun bak seorang iblis. pravara widyatmaja Ayah dari Asmita anantaraya. 16 tahun tak pernah mengira akan hidup dalam neraka yang di ciptakan oleh ayah nya. kelahirannya tak pernah di ingin kan oleh pravara. Hujan serapah dan makian sudah menjadi makanan sehari-hari nya. teriakan, makian, tendangan, pukulan, itu sangat menakutkan. Terekam jelas di benak nya, bagaimana teganya sang ayah memperlakukan nya dengan tidak pantas. "kamu, Lelaki yang tak pantas ku sebut sebagai ayah!!" -Asmita Anantaraya

Konten

Bab 1 pagi yang sendu

Sabtu, TPU Indah Jaya.

Pagi itu, langit tampak begitu cerah - biru tanpa cela, seolah tak tahu apa-apa tentang duka yang merayap di bumi. Namun hujan masih saja turun, membasahi tanah, membasuh seisi dunia dalam kesenduan yang dingin dan sunyi.

Di sudut pemakaman yang sepi, seorang gadis berbalut pakaian serba hitam terduduk diam di sisi sebuah makam. Tubuhnya kuyup, rambutnya menempel di wajah pucatnya, namun ia sama sekali tak bergeming. Seolah tak peduli lagi pada waktu, pada cuaca, pada dirinya sendiri.

Tatapannya kosong, namun ada perih yang samar bersembunyi di balik kedua matanya yang sembab. Sesekali, jemarinya yang gemetar meraba pelan batu nisan di hadapannya - menyusuri nama yang terukir di sana, seolah berharap semua ini hanya mimpi buruk semata.

Tak ada suara selain rintik hujan dan desir angin yang melintas. Namun, di dalam dirinya, ribuan kenangan yang tak ingin diingat justru berdesakan muncul - tentang malam itu, tentang jeritan, tentang sesuatu yang tak seharusnya terjadi.

Tentang seseorang...

Tentang kehilangan yang tak bisa dimaafkan.

(≧▽≦)

Langit perlahan meredup, seolah menutup tirai senja lebih cepat dari biasanya. Awan-awan kelabu menggantung rendah, berkumpul di atas kota, menebarkan bayang-bayang muram ke setiap sudut jalan. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah yang menguar samar - pertanda hujan sebentar lagi akan turun.

Burung-burung telah lebih dulu mencari perlindungan, menghilang di balik rerimbunan dedaunan. Sementara itu, ranting-ranting pohon bergoyang lembut, menari perlahan di bawah bisikan angin yang dingin dan menusuk.

Di antara jalanan yang mulai sepi, tampak seorang gadis berseragam putih abu-abu berjalan dengan langkah ragu. Kedua lengannya merangkul tubuh sendiri, seolah berusaha melindungi diri dari hawa dingin yang seketika merayap hingga ke tulang.

Wajahnya dipenuhi kegelisahan. Matanya kosong menatap jalanan, namun pikirannya melayang jauh - menuju rumah, menuju seseorang yang kini tengah ia khawatirkan.

"Bagaimana keadaan Ibu...?" bisiknya dalam hati, nyaris tak terdengar, hanya bergema di ruang paling sunyi dalam dirinya.

Dialah Asmita Anantaraya - gadis sederhana yang lebih akrab disapa Mita oleh orang-orang di sekitarnya. Namun hari ini, langkahnya terasa berat, seberat rasa cemas yang terus menghimpit dadanya.

Ada sesuatu yang menunggu di rumah. Sesuatu yang membuat hatinya tak tenang.

(≧▽≦)

"ibu...Mita pulang," ucap nya lirih, namun tak ada jawaban.

Mita terus mencari ke sana kemari walau ternyata hasilnya nihil. Tiba-tiba, ada suara gaduh dari arah dapur, tanpa pikir panjang, ia segera berlari menuju sumber suara.

Suara itu semakin mendekat, dan Mita yakin bahwa suara itu berasal dari halaman belakang. Dengan cepat, ia membuka pintu dan keluar menuju belakang rumah.

TSK!!

Alangkah terkejutnya Mita saat mendapati ayahnya, Pravara, tengah menusukkan pisau ke perut ibunya. Saat itu, petir menggelegar di langit, dan angin bertiup semakin kencang. Mita, yang panik dan hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya, segera berlari mendekat walau sambil tertatih.

Pravara menoleh dengan ekspresi datar, seolah tak merasa bersalah. "bakal ada drama lagi nih," ujarnya sambil melepaskan pisau yang menancap di perut sang ibu.

Mita, dalam keadaan panik, mendorong Pravara menjauh dari ibunya dan segera menopang tubuh ibunya yang hampir terjatuh. Dengan gemetar, ia mencoba berbicara, "Ibu, tunggu, Mita telepon ambulans dulu." Ia meraih handphone dari saku seragamnya, berusaha menghubungi bantuan.

Namun, niatnya terhenti saat ibunya dengan susah payah menggenggam tangan Mita, menahan gerakan gadis itu.

"i-ibu, boleh minta s-sesuatu sama Mita?"

Mita membalas dengan anggukan "boleh Bu, boleh."

Angin bertiup kencang tak karuan, langit semakin gelap. Hujan rintik-rintik mulai jatuh ke permukaan satu per satu

"ibu mau, Mita jadi anak yang penurut sama ayah ya nak. Mita harus tetap jalani hidup Mita sampai Mita berhasil meraih cita-cita Mita ya? Ibu gak mau liat Mita terus berlarut larut dalam kesedihan, oke?" tutur nya sambil mengelus pipi sang putri dengan mata yang berkaca-kaca.

Mita mengangguk, ia tak biasa mengeluar kan sepatah kata pun dari mulut nya. "Mita janji Sama ibu?" tanya sang ibu seraya menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya Mita.

"mita janji sama ibu" ujar nya, lalu kedua nya saling mengaitkan jari kelingking nya untuk menyatakan sebuah perjanjian.

Ibu mita perlahan menutup kedua matanya dengan senyuman yang terus terukir di wajahnya. Tangan yang sebelumnya saling berkaitan, kini jatuh ke tanah. Sang ibu, telah meninggal dengan keadaan tenang.

"i-ibu..bu..ibu bangun bu..." ujar Mita seraya menggoyang goyang kan tubuh ibunya.

"udah mati itu" ujar pravara sambil memainkan pisau yang penuh darah.

"IBUU!!!!!" teriak Mita diiringi dengan suara tangisan yang begitu pilu. Bersamaan dengan itu, petir menggelegar.

Suara tangisan Mita yang pilu, mengalahkan suara derasnya hujan yang terus jatuh ke permukaan. Cairan berwarna merah pekat terus mengalir dari tubuh sang ibu, dan mulai bercampur dengan air hujan.

Sosok yang sangat iaa banggakan kini telah pergi, bersama angin yang terus berderai. Air mata yang mengalir sudah menyatu dengan air hujan yang menyapa wajah nya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 1 pagi yang sendu   05-15 11:40
img
1 Bab 1 pagi yang sendu
17/04/2025
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY