/0/24181/coverbig.jpg?v=20250515113943)
Di negeri berkabut yang dipenuhi sekte dan kekuatan mistik, seorang gadis muda bernama Yun Zhi melangkah keluar dari bayang-bayang masa lalu menuju takdir yang belum pernah ia bayangkan. Di tengah pencarian jati diri, ia terjebak dalam perebutan pusaka dunia roh, pertarungan antar sekte, dan benih cinta yang tumbuh diam-diam. Tapi tak semua cinta adalah anugerah, dan tak semua takdir bisa dihindari. Di balik sorot mata lembutnya, Yun Zhi menyimpan kekuatan yang bisa menghancurkan... atau menyelamatkan dunia.
Di antara lembah-lembah berkabut di wilayah Timur Langit, tersembunyi sebuah tempat yang tak tercatat dalam gulungan sejarah maupun kitab para tetua. Tempat itu bernama Yunlong Yuan, Lembah Naga Awan, di mana langit selalu diselimuti kabut pekat dan waktu seolah berjalan lambat. Di sanalah, berabad-abad lalu, seorang kultivator wanita dengan rambut seungu senja dan mata setenang embun pagi berdiri di hadapan batu giok kuno yang bersinar lembut.
Namanya adalah Yun Lian, seorang ahli roh dari zaman keemasan Sekte Langit Purba. Dikenal karena kemampuannya menjalin kontrak dengan roh langit, Yun Lian adalah penjaga terakhir dari kalung roh yang konon menyimpan fragmen kehendak langit itu sendiri. Kalung itu bukan sekadar pusaka, melainkan wadah bagi kekuatan besar yang tak semestinya terlepas.
"Jika roh ini bangkit di masa yang salah, dunia akan bergetar dalam kabut kekacauan..." bisiknya lirih.
Dengan darahnya sendiri, Yun Lian menyegel kalung roh itu ke dalam dimensi tersembunyi, mewariskannya kepada keturunannya yang belum lahir. Ia tahu, suatu hari, dunia akan membutuhkannya kembali-bukan sebagai alat perang, melainkan sebagai cahaya harapan.
Lalu, kabut menelan Lembah Naga Awan. Dan legenda pun terlupakan
Tiga ratus tahun kemudian...
Di ujung Desa Qingyun yang sederhana, seorang gadis berdiri di atas batu besar menghadap ke arah pegunungan berselimut awan. Rambut ungu panjangnya diikat separuh, berayun ditiup angin sore yang lembut. Matanya yang berwarna kelam dengan bias kebiruan menatap langit yang tengah berubah jingga. Ia bernama Yun Zhi, gadis yatim piatu yang tinggal bersama kakeknya yang sudah renta.
"Kakek bilang, kalau kita terus menatap langit, pada akhirnya langit akan menjawab," gumamnya sambil memejamkan mata.
Hidup Yun Zhi sederhana. Ia membantu kakeknya menumbuk ramuan, menyiram tanaman obat, dan kadang-kadang membantu Bibi Mo di rumah teh. Tapi ia tahu bahwa dalam dirinya mengalir darah yang berbeda-ia bisa mendengar suara angin, merasakan aura kehidupan pada tumbuhan, dan sejak kecil sering bermimpi aneh tentang kabut, roh, dan cahaya biru dari langit.
"Yun Zhi! Makan malam!"
Suara kakeknya memanggil dari rumah kecil yang berdinding kayu. Ia tersenyum dan melompat turun dari batu, berlari menuruni bukit kecil dengan langkah ringan. Saat ia memasuki rumah, aroma sup jamur dan nasi hangat memenuhi udara. Kakeknya, Yun Bo, duduk dengan tubuh membungkuk namun sorot matanya tetap tajam seperti anak panah.
"Kau lagi-lagi melamun di bukit itu?" tegurnya ringan.
"Aku hanya... ingin melihat langit. Rasanya aneh hari ini. Kabutnya terlalu tebal meski belum malam."
Yun Bo menatap cucunya sejenak. Wajahnya mengeras sesaat sebelum ia kembali tersenyum.
"Kadang, firasatmu lebih tajam dari para pendeta di kuil. Tapi malam ini, tidurlah lebih cepat. Besok kita akan ke pasar di kota bawah."
Yun Zhi mengangguk, namun hatinya tetap resah. Ada sesuatu di udara. Sesuatu yang menunggu untuk bangkit dari tidur panjang.
Malam hari.
Yun Zhi terjaga dari tidurnya karena suara yang aneh. Seperti suara lonceng kecil berdenting di kejauhan, bergema samar di antara kabut yang menyelimuti desa. Ia duduk di ranjang kayu dengan selimut tipis, menajamkan telinga. Suara itu datang lagi-lebih dekat, lalu menghilang.
"Apa itu?"
Ia melangkah ke jendela, membuka sedikit tirai bambu dan memandang keluar. Kabut semakin tebal. Bahkan cahaya lentera di depan rumah hampir tak terlihat. Jantungnya berdebar. Tiba-tiba, ia merasa seolah ada yang menatapnya dari balik kabut. Bukan manusia. Bukan hewan. Tapi sesuatu yang lebih dalam, lebih tua.
"Yun Zhi..."
Suaranya sangat pelan, namun masuk ke telinga seperti bisikan roh.
Ia tersentak mundur. Tapi saat ia membuka pintu kamar untuk memanggil kakeknya-rumah itu sunyi.
"Kakek...?"
Tak ada jawaban.
Langkahnya perlahan menyusuri lorong pendek menuju kamar Yun Bo, namun kamar itu kosong. Di meja, lentera masih menyala. Sepotong kain tua dan mangkuk teh belum tersentuh. Jantungnya berdetak semakin kencang.
Lalu, ia melihatnya.
Di atas meja, sebuah benda bersinar samar-sebuah kalung dengan liontin batu giok yang membentuk simbol pusaran kabut. Kalung itu berdenyut lembut, seolah hidup.
Dan saat tangannya menyentuhnya...
DUNIA BERUBAH.
Kilatan cahaya menyambar, dan Yun Zhi terjatuh. Matanya terbuka lebar, dan pemandangan aneh muncul di hadapannya-seperti dunia di luar tubuhnya. Ia melihat wanita dengan rambut ungu berdiri di atas puncak gunung, menyegel pusaka di dalam kabut. Ia melihat pertempuran, darah, dan langit yang pecah oleh cahaya.
"Pewaris..."
Suara itu menggaung di dalam benaknya. Suara seorang wanita-Yun Lian.
"Waktunya telah tiba. Kabut telah bangkit kembali. Bawalah cahaya dari dalam hatimu."
Lalu semuanya gelap.
Yun Zhi terbangun dengan tubuh dingin dan peluh membasahi kening. Kalung itu kini menggantung di lehernya, padahal sebelumnya ia tak pernah memilikinya. Napasnya terengah-engah.
Di luar, suara aneh kembali terdengar. Tapi kali ini, ia mendengar sesuatu yang lebih menakutkan:
Dan langit malam yang sebelumnya pekat kini memerah, seperti terbakar dari dalam kabut.
Ia melihat dunia lain. Kilatan perang. Gunung runtuh. Langit yang menangis. Dan sosok wanita misterius-Yun Lian-menatapnya dari balik kabut.
"Pewaris... waktunya telah tiba..."
Yun Zhi terbangun dengan tubuh dingin dan peluh membasahi kening. Kalung itu kini menggantung di lehernya.
"Apa yang terjadi...?"
Tiba-tiba, cahaya dari kalung melonjak lagi, lalu meledak pelan dalam percikan bintang. Dari dalam cahaya itu, keluar makhluk mungil.
Seperti bola bulu yang melayang, makhluk itu memiliki telinga panjang, bulu putih kebiruan, mata biru jernih, dan dua tanduk kecil berwarna emas.
"Wahhh! Akhirnya keluar juga! Huaaa~ segarnya! Hei, hei! Kau Yun Zhi, ya?!"
"Ehhh?!"
Makhluk itu terbang mengitari kepala Yun Zhi lalu mendarat di bahunya. "Namaku Ling'er! Aku adalah roh penjaga dari kalung ini. Sudah tiga ratus tahun aku tidur. Kau tahu tidak, tidur selama itu bikin pinggangku pegal!"
Yun Zhi masih terbengong.
"Aku... sedang bermimpi, ya?"
"Kalau ini mimpi, mimpimu sangat lucu. Tapi sayangnya ini kenyataan. Dan hei, mulai sekarang kita teman seperjalanan!"
Ling'er menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil mengeluarkan suara manja, lalu tiba-tiba mendadak serius.
"Tapi kau harus hati-hati, Yun Zhi. Sesuatu... sedang bangkit dari balik kabut. Dan aku... mencium bau darah."
Dentuman terdengar dari luar.
Jeritan menyusul.
Yun Zhi berlari menuju jendela.
Langit malam... berubah menjadi merah. Bukan karena api. Tapi karena sesuatu... sesuatu yang menetes dari langit itu sendiri.
"Kakek...?"
Dan kabut mulai masuk ke dalam desa. Kabut yang membawa makhluk-makhluk yang bukan berasal dari dunia ini.
Ling'er menatap Yun Zhi dengan wajah seriusnya.
"Kita harus pergi. Sekarang."
Usianya 19 tahun, tapi hatinya terasa renta. Setiap pagi ia membuka mata dengan napas yang berat, seolah malam telah mencuri semua tenaga yang tersisa. Di balik dinding yang pucat, dunia terus berjalan. Orang-orang sibuk menjalani hidup, tersenyum, tertawa, merencanakan masa depan-sesuatu yang rasanya asing bagi Aruna.Ia bukannya tidak ingin bahagia. Dia hanya tidak tahu bagaimana caranya. Rasa rendah diri menghantui setiap langkahnya. Ia merasa bukan siapa-siapa, tidak berguna, dan tak pantas dicintai. Sering kali ia bertanya, "Apa gunanya aku hidup?" Tapi entah kenapa, setiap kali pikirannya berusaha meyakinkan dirinya untuk mengakhiri semuanya, ada suara kecil dalam hati yang memohon: "Bertahanlah, meski hanya satu hari lagi."
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.