/0/24198/coverbig.jpg?v=30a7b8f73b5a9acdca2f5a66a465bbb6)
Cerita ini mengisahkan tentang pertemuan antara seorang kapten angkatan bersenjata dengan seorang dokter cantik. Banyak hal yang mulai terungkap, pengkhianatan yang berujung pada misi elit global.
Dear passengers, we will be landing shortly. Please return to your seats, fasten your seat belts, and ensure that all your belongings are securely stored."
Thank you for your trust in the airline and have a pleasant journey.
Risa menarik napas panjang saat mendengar pengumuman awak kabin yang mengabarkan bahwa pesawat mereka akan segera mendarat di Bandara John F. Kennedy.
Tidak ada yang membuat Risa merasa bersemangat akan hal itu. Baginya, kedatangannya ke negeri ini hanyalah upaya untuk melepaskan luka yang entah di mana obatnya.
Di balik kacamata hitam yang terus menatap keluar jendela, ada butir air mata yang entah mengapa jatuh begitu saja.
Pesawat mendarat dengan sempurna, tanpa hambatan. Satu per satu penumpang turun melewati pintu keluar, termasuk Risa yang berjalan sambil menenteng tas dan ponselnya.
Risa lalu menuju area pengambilan bagasi dan pemeriksaan imigrasi, menjalani seluruh prosedur yang diperlukan. Setelah semuanya selesai, ia melangkah keluar dari bandara, di mana mobil yang telah ia pesan sebelumnya telah menunggunya untuk membawanya ke hotel.
Segala sesuatunya telah Risa persiapkan dengan matang sebelum datang ke negeri ini termasuk tempat tinggal dan kendaraan untuk menunjang pekerjaannya. Entahlah sudah sejak lama Risa ingin datang ke negara ini.
Ya, Risa akan bekerja di sebuah rumah sakit ternama di kota ini.
Di tempat lain.
Ricardo Gabriel memasuki area sebuah hotel mewah yang dijaga ketat. Pria berkebangsaan Irak itu tampak sangat mengesankan. Ia tampan, bertubuh tegap dan berisi, berkulit putih bersih, dan memiliki bibir semerah buah ceri.
"Selamat datang, Kapten. Bagaimana perjalanan Anda?" sapa seorang staf dengan bahasa Inggris.
"Semuanya berjalan lancar, tapi aku ingin agar pertemuan dipercepat. Aku harus segera kembali ke Irak," ujar Ricardo dengan nada serius, mengejutkan pria yang berdiri di hadapannya.
"Tapi, Tuan... Bagaimana mungkin? Persiapannya belum matang."
Ricardo menghentikan langkah, menatap tajam dengan tangan di dalam saku. "Apakah kau dibayar untuk mengeluh? Aku datang ke sini dengan penuh pertimbangan. Waktuku sangat berharga, jadi jangan berkata tidak bisa."
Pria itu langsung terdiam. Siapa yang berani membantah Ricardo?
Mau tidak mau pria itu hanya menganggukkan kepalanya, meskipun tahu cukup sulit untuk mengiyakan permintaan pria bergelar kapten itu.
Ricardo kemudian meninggalkannya dan menuju kamar di lantai atas menggunakan lift. Ia memilih untuk beristirahat hari itu setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan.
---
Di sisi lain, Risa juga tiba di hotel yang sama. Ia hanya akan menginap satu malam sebelum pindah ke apartemennya keesokan harinya.
"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali? Apakah ada acara di hotel ini?" gumamnya saat melihat banyak orang berseragam memenuhi lobi.
Risa kemudian menuju meja resepsionis untuk check-in. Kamarnya berada di lantai 3, tipe VVIP, lengkap dengan kolam renang dan fasilitas olahraga pribadi.
"Bagaimana ini? Tuan Ricardo meminta agar pertemuan dipercepat, padahal persiapan belum selesai," terdengar suara pria yang dilewatinya di sekitar lift.
"Ah, ternyata di negara maju pun orang-orang tetap dibuat pusing oleh pekerjaan," pikir Risa.
Brak!
Karena tidak memperhatikan jalan, Risa menabrak seseorang yang datang dari arah berlawanan.
"Maafkan saya," ucap Risa cepat-cepat dalam bahasa Inggris sambil memungut ponselnya yang terjatuh.
Pria itu hanya mengangguk dan ikut membantu memungut ponsel. Setelah itu, mereka berpisah tanpa percakapan lebih lanjut, sebagaimana biasanya terjadi di tempat asing.
Risa lalu masuk ke kamarnya dan segera beristirahat. Lorong di depan kamar 111 yang letaknya tepat di sebelah kamarnya-juga tampak ramai, tetapi Risa tidak ambil peduli.
---
Tiga jam berlalu. Karena terlalu lelah, Risa tak menyadari bahwa ia sudah tertidur cukup lama. Jam menunjukkan pukul 21.00 malam.
"Pantas saja perutku terasa lapar," gumamnya sembari meregangkan otot.
Ponselnya tiba-tiba berdering. Namun, suara dering itu terdengar aneh dan asing di telinganya. Risa meraih ponsel dan melihat siapa yang menelepon.
"My Beloved❤"
"Hah? Siapa ini?" Risa panik dan menjauhkan ponsel dari wajahnya.
Dering itu berhenti namun kembali berbunyi. Risa mencoba membuka ponsel dengan Face ID, tapi gagal.
"Jangan-jangan... ponsel ini tertukar?" pikirnya sambil mencoba mengingat kejadian sebelumnya.
Dering masih berbunyi. Risa kesal dan langsung menggeser tombol hijau, "Halo, maaf... sepertinya ponsel ini tertukar. Saya akan segera mencari pemiliknya."
**Tut!**
Ia segera mematikan sambungan telepon, lalu terus mencoba mengingat kembali momen terakhir ia menggenggam ponselnya.
"Pria tadi... Ah, iya! Pasti itu pemiliknya."
Risa langsung mengambil mantel trench coat-nya dan keluar dari kamar, meminta bantuan staf hotel.
Ia menjelaskan kronologinya, dan pihak hotel membenarkan bahwa pria yang bertabrakan dengannya sudah keluar sejak beberapa saat lalu.
"Mereka sudah pergi? Apakah mereka akan kembali?" tanya Risa.
"Maaf, Nona. Sepertinya mereka tidak akan kembali karena akan mengadakan pertemuan dan langsung kembali ke Irak."
"Apa?" Risa terkejut dan panik.
Hotel menyarankan agar Risa menghubungi pihak kepolisian. Karena urusannya telah di luar wilayah hotel, polisi lebih berwenang untuk membantu.
Pihak kepolisian menyanggupi. Dari pantauan mereka, pria pemilik ponsel tersebut adalah anggota tim khusus yang sedang bertugas di negara itu.
"Apakah mereka masih berada di sini?" tanya Risa dengan
Petugas polisi mengangguk. "Silakan ikut kami."
Mereka menuju sebuah restoran mewah.
"Permisi, Tuan. Maaf mengganggu. Kami dari pihak kepolisian," ujar petugas memperkenalkan diri.
Para pria di dalam restoran itu mengangguk.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu dari mereka.
"Ponsel Nona ini tertukar, dan dari pantauan kami, ponsel itu ada di sini."
Salah seorang pria melirik Risa. "Ah, ya... Aku mengenalnya. Kau wanita yang tadi menabrakku."
Risa mengangguk. "Ponsel kita tertukar, Tuan," katanya sambil menyerahkan ponsel itu.
"Itu bukan milikku, itu milik Kapten," katanya sambil menoleh ke arah seorang pria yang duduk membelakangi mereka.
Pria yang dipanggil "Kapten" itu meletakkan ponsel di meja tanpa berkata-kata dan perlahan berbalik.
"Terima kasih, Tuan," ujar Risa gembira sambil mengambil ponselnya.
Namun, saat mata mereka bertemu.
Deg!
Jantung Risa langsung berdebar kencang. Matanya tak berkedip saat tatapan mereka bertemu. Bibir Risa bergetar, tak sanggup mengucap sepatah kata pun.
"Nona, mari kita keluar. Ponsel Anda sudah ditemukan."
Tubuh Risa terasa lemas, seolah tak sanggup menopang beratnya. Ia harus bertumpu pada meja untuk menahan tubuhnya tetap berdiri.
"Nona, Anda baik-baik saja?"
"Sepertinya dia sakit. Lihat, wajahnya tiba-tiba pucat. Sebaiknya bawa dia ke rumah sakit."
Risa menggeleng lemah, namun matanya masih terpaku pada pria di hadapannya. Hingga akhirnya, bibir tipis itu bergetar pelan dan berucap...
..."George..." lirih Risa nyaris tak terdengar, tetapi cukup jelas untuk membuat pria itu tertegun sejenak.
21+ Alena Adriani Quensyah, harus menerima kenyataan pahit, ketika hidupnya hancur dalam semalam. Bayangan akan masa lalunya pun tidak pernah hilang dalam benaknya. Lagi-lagi Alena harus mengetahui kedua orang tua nya yang pergi begitu saja dan menjadikan nya sebagai jaminan pada seorang Mafia, membuat hidup Alena seperti didalam penjara. Akankah Alena bisa bertemu dengan orang tuanya kembali? Dan apa penyebab mereka meninggalkannya?
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."