/0/24198/coverbig.jpg?v=20250506000925)
Cerita ini mengisahkan tentang pertemuan antara seorang kapten angkatan bersenjata dengan seorang dokter cantik. Banyak hal yang mulai terungkap, pengkhianatan yang berujung pada misi elit global.
Cerita ini mengisahkan tentang pertemuan antara seorang kapten angkatan bersenjata dengan seorang dokter cantik. Banyak hal yang mulai terungkap, pengkhianatan yang berujung pada misi elit global.
Dear passengers, we will be landing shortly. Please return to your seats, fasten your seat belts, and ensure that all your belongings are securely stored."
Thank you for your trust in the airline and have a pleasant journey.
Risa menarik napas panjang saat mendengar pengumuman awak kabin yang mengabarkan bahwa pesawat mereka akan segera mendarat di Bandara John F. Kennedy.
Tidak ada yang membuat Risa merasa bersemangat akan hal itu. Baginya, kedatangannya ke negeri ini hanyalah upaya untuk melepaskan luka yang entah di mana obatnya.
Di balik kacamata hitam yang terus menatap keluar jendela, ada butir air mata yang entah mengapa jatuh begitu saja.
Pesawat mendarat dengan sempurna, tanpa hambatan. Satu per satu penumpang turun melewati pintu keluar, termasuk Risa yang berjalan sambil menenteng tas dan ponselnya.
Risa lalu menuju area pengambilan bagasi dan pemeriksaan imigrasi, menjalani seluruh prosedur yang diperlukan. Setelah semuanya selesai, ia melangkah keluar dari bandara, di mana mobil yang telah ia pesan sebelumnya telah menunggunya untuk membawanya ke hotel.
Segala sesuatunya telah Risa persiapkan dengan matang sebelum datang ke negeri ini termasuk tempat tinggal dan kendaraan untuk menunjang pekerjaannya. Entahlah sudah sejak lama Risa ingin datang ke negara ini.
Ya, Risa akan bekerja di sebuah rumah sakit ternama di kota ini.
Di tempat lain.
Ricardo Gabriel memasuki area sebuah hotel mewah yang dijaga ketat. Pria berkebangsaan Irak itu tampak sangat mengesankan. Ia tampan, bertubuh tegap dan berisi, berkulit putih bersih, dan memiliki bibir semerah buah ceri.
"Selamat datang, Kapten. Bagaimana perjalanan Anda?" sapa seorang staf dengan bahasa Inggris.
"Semuanya berjalan lancar, tapi aku ingin agar pertemuan dipercepat. Aku harus segera kembali ke Irak," ujar Ricardo dengan nada serius, mengejutkan pria yang berdiri di hadapannya.
"Tapi, Tuan... Bagaimana mungkin? Persiapannya belum matang."
Ricardo menghentikan langkah, menatap tajam dengan tangan di dalam saku. "Apakah kau dibayar untuk mengeluh? Aku datang ke sini dengan penuh pertimbangan. Waktuku sangat berharga, jadi jangan berkata tidak bisa."
Pria itu langsung terdiam. Siapa yang berani membantah Ricardo?
Mau tidak mau pria itu hanya menganggukkan kepalanya, meskipun tahu cukup sulit untuk mengiyakan permintaan pria bergelar kapten itu.
Ricardo kemudian meninggalkannya dan menuju kamar di lantai atas menggunakan lift. Ia memilih untuk beristirahat hari itu setelah menempuh perjalanan panjang dan melelahkan.
---
Di sisi lain, Risa juga tiba di hotel yang sama. Ia hanya akan menginap satu malam sebelum pindah ke apartemennya keesokan harinya.
"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali? Apakah ada acara di hotel ini?" gumamnya saat melihat banyak orang berseragam memenuhi lobi.
Risa kemudian menuju meja resepsionis untuk check-in. Kamarnya berada di lantai 3, tipe VVIP, lengkap dengan kolam renang dan fasilitas olahraga pribadi.
"Bagaimana ini? Tuan Ricardo meminta agar pertemuan dipercepat, padahal persiapan belum selesai," terdengar suara pria yang dilewatinya di sekitar lift.
"Ah, ternyata di negara maju pun orang-orang tetap dibuat pusing oleh pekerjaan," pikir Risa.
Brak!
Karena tidak memperhatikan jalan, Risa menabrak seseorang yang datang dari arah berlawanan.
"Maafkan saya," ucap Risa cepat-cepat dalam bahasa Inggris sambil memungut ponselnya yang terjatuh.
Pria itu hanya mengangguk dan ikut membantu memungut ponsel. Setelah itu, mereka berpisah tanpa percakapan lebih lanjut, sebagaimana biasanya terjadi di tempat asing.
Risa lalu masuk ke kamarnya dan segera beristirahat. Lorong di depan kamar 111 yang letaknya tepat di sebelah kamarnya-juga tampak ramai, tetapi Risa tidak ambil peduli.
---
Tiga jam berlalu. Karena terlalu lelah, Risa tak menyadari bahwa ia sudah tertidur cukup lama. Jam menunjukkan pukul 21.00 malam.
"Pantas saja perutku terasa lapar," gumamnya sembari meregangkan otot.
Ponselnya tiba-tiba berdering. Namun, suara dering itu terdengar aneh dan asing di telinganya. Risa meraih ponsel dan melihat siapa yang menelepon.
"My Beloved❤"
"Hah? Siapa ini?" Risa panik dan menjauhkan ponsel dari wajahnya.
Dering itu berhenti namun kembali berbunyi. Risa mencoba membuka ponsel dengan Face ID, tapi gagal.
"Jangan-jangan... ponsel ini tertukar?" pikirnya sambil mencoba mengingat kejadian sebelumnya.
Dering masih berbunyi. Risa kesal dan langsung menggeser tombol hijau, "Halo, maaf... sepertinya ponsel ini tertukar. Saya akan segera mencari pemiliknya."
**Tut!**
Ia segera mematikan sambungan telepon, lalu terus mencoba mengingat kembali momen terakhir ia menggenggam ponselnya.
"Pria tadi... Ah, iya! Pasti itu pemiliknya."
Risa langsung mengambil mantel trench coat-nya dan keluar dari kamar, meminta bantuan staf hotel.
Ia menjelaskan kronologinya, dan pihak hotel membenarkan bahwa pria yang bertabrakan dengannya sudah keluar sejak beberapa saat lalu.
"Mereka sudah pergi? Apakah mereka akan kembali?" tanya Risa.
"Maaf, Nona. Sepertinya mereka tidak akan kembali karena akan mengadakan pertemuan dan langsung kembali ke Irak."
"Apa?" Risa terkejut dan panik.
Hotel menyarankan agar Risa menghubungi pihak kepolisian. Karena urusannya telah di luar wilayah hotel, polisi lebih berwenang untuk membantu.
Pihak kepolisian menyanggupi. Dari pantauan mereka, pria pemilik ponsel tersebut adalah anggota tim khusus yang sedang bertugas di negara itu.
"Apakah mereka masih berada di sini?" tanya Risa dengan
Petugas polisi mengangguk. "Silakan ikut kami."
Mereka menuju sebuah restoran mewah.
"Permisi, Tuan. Maaf mengganggu. Kami dari pihak kepolisian," ujar petugas memperkenalkan diri.
Para pria di dalam restoran itu mengangguk.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu dari mereka.
"Ponsel Nona ini tertukar, dan dari pantauan kami, ponsel itu ada di sini."
Salah seorang pria melirik Risa. "Ah, ya... Aku mengenalnya. Kau wanita yang tadi menabrakku."
Risa mengangguk. "Ponsel kita tertukar, Tuan," katanya sambil menyerahkan ponsel itu.
"Itu bukan milikku, itu milik Kapten," katanya sambil menoleh ke arah seorang pria yang duduk membelakangi mereka.
Pria yang dipanggil "Kapten" itu meletakkan ponsel di meja tanpa berkata-kata dan perlahan berbalik.
"Terima kasih, Tuan," ujar Risa gembira sambil mengambil ponselnya.
Namun, saat mata mereka bertemu.
Deg!
Jantung Risa langsung berdebar kencang. Matanya tak berkedip saat tatapan mereka bertemu. Bibir Risa bergetar, tak sanggup mengucap sepatah kata pun.
"Nona, mari kita keluar. Ponsel Anda sudah ditemukan."
Tubuh Risa terasa lemas, seolah tak sanggup menopang beratnya. Ia harus bertumpu pada meja untuk menahan tubuhnya tetap berdiri.
"Nona, Anda baik-baik saja?"
"Sepertinya dia sakit. Lihat, wajahnya tiba-tiba pucat. Sebaiknya bawa dia ke rumah sakit."
Risa menggeleng lemah, namun matanya masih terpaku pada pria di hadapannya. Hingga akhirnya, bibir tipis itu bergetar pelan dan berucap...
..."George..." lirih Risa nyaris tak terdengar, tetapi cukup jelas untuk membuat pria itu tertegun sejenak.
"Sekarang aku sudah memikirkannya. Dia telah memperlakukanku sebagai sampah, dan sekarang aku juga akan memperlakukannya sebagai tumpukan kotoran." "Setidaknya sampah bisa didaur ulang. Tapi kotoran tidak bisa didaur ulang." "Kamu berani mengatakan bahwa aku Kotoran?" Tiba-tiba, suara dingin melayang. Begitu suara itu turun, suhu di ruang makan turun beberapa derajat. "Tuan Muda!" Kimmy terkejut. Ada sedikit kemarahan di dalamnya. "Adeline, kamu semakin berani." Devon mencubit dagunya dan menatapnya dengan mata terbakar. "Sebaiknya kamu tidak memainkan trik apa pun."
Evelin, si "itik buruk rupa" yang tidak disukai keluarganya, dipermalukan oleh saudari tirinya, Paramita, yang dikagumi semua orang. Paramita, yang bertunangan dengan sang CEO, Carlos, adalah wanita yang sempurna-sampai Carlos menikahi Evelin pada hari pernikahan. Terkejut, semua orang bertanya-tanya mengapa dia memilih wanita "jelek" itu. Saat mereka menunggu Evelin disingkirkan, dia mengejutkan semua orang dengan mengungkapkan identitas aslinya: seorang penyembuh ajaib, ahli keuangan, ahli penilaian, dan genius AI. Ketika mereka yang telah memperlakukan Evelin dengan buruk menyesal dan memohon maaf, Carlos mengungkapkan foto Evelin yang memukau tanpa riasan, mengirimkan gelombang kejutan melalui media. "Istriku tidak membutuhkan persetujuan siapa pun."
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Maria dikhianati dan berubah menjadi seorang pembunuh di depan mata semua orang. Diliputi oleh kebencian, dia menceraikan suaminya, James, dan meninggalkan kota. Namun, enam tahun kemudian, dia kembali dengan saingan ulung mantan suaminya. Bangkit seperti terlahir kembali dari kematian, dia bersumpah untuk membuat semua orang membayar apa yang telah mereka lakukan padanya. Dia hanya menerima bekerja dengan James untuk membalas dendam, tetapi sedikit yang dia tahu bahwa dia telah menjadi mangsanya. Dalam permainan antara cinta dan keinginan, tak satu pun dari mereka yang tahu mana yang akan menang pada akhirnya.
Tunangan Lena adalah pria yang menyerupai iblis. Dia tidak hanya berbohong padanya tetapi juga tidur dengan ibu tirinya, bersekongkol untuk mengambil kekayaan keluarganya, dan kemudian menjebaknya untuk berhubungan seks dengan orang asing. Untuk mencegah rencana jahat pria itu, Lena memutuskan untuk mencari seorang pria untuk mengganggu pesta pertunangannya dan mempermalukan bajingan yang selingkuh itu. Tidak pernah dia membayangkan bahwa dia akan bertemu dengan orang asing yang sangat tampan yang sangat dia butuhkan. Di pesta pertunangan, pria itu dengan berani menyatakan bahwa dia adalah wanitanya. Lena mengira dia hanya pria miskin yang menginginkan uangnya. Akan tetapi, begitu mereka memulai hubungan palsu mereka, dia menyadari bahwa keberuntungan terus menghampirinya. Dia pikir mereka akan berpisah setelah pesta pertunangan, tetapi pria ini tetap di sisinya. "Kita harus tetap bersama, Lena. Ingat, aku sekarang tunanganmu." "Delon, kamu bersamaku karena uangku, bukan?" Lena bertanya, menyipitkan matanya padanya. Delon terkejut dengan tuduhan itu. Bagaimana mungkin dia, pewaris Keluarga Winata dan CEO Grup Vit, bersamanya demi uang? Dia mengendalikan lebih dari setengah ekonomi kota. Uang bukanlah masalah baginya! Keduanya semakin dekat dan dekat. Suatu hari, Lena akhirnya menyadari bahwa Delon sebenarnya adalah orang asing yang pernah tidur dengannya berbulan-bulan yang lalu. Apakah kesadaran ini akan mengubah hal-hal di antara mereka? Untuk lebih baik atau lebih buruk?
Kirani dipaksa menikah dengan Devon, seorang preman terkenal. Adik perempuannya mengejeknya, "Kamu hanya anak angkat. Nasibmu benar-benar sial karena menikah dengannya!" Dunia mengantisipasi kesengsaraan Kirani, tetapi kehidupan pernikahannya ternyata disambut dengan ketenangan yang tak terduga. Dia bahkan menyambar rumah mewah dalam undian! Kirani melompat ke pelukan Devon, memujinya sebagai jimat keberuntungannya. "Tidak, Kirani, kamulah yang memberiku semua keberuntungan ini," jawab Devon. Kemudian, suatu hari yang menentukan, teman masa kecil Devon mendatanginya. "Kamu tidak layak untuknya. Ambil seratus miliar ini dan tinggalkan dia!" Kirani akhirnya memahami perawakan sejati Devon, orang terkaya di planet ini. Malam harinya, gemetar karena gentar, dia membicarakan masalah perceraian dengan Devon. Namun, dengan pelukan yang mendominasi, pria itu mengatakan kepadanya, "Aku akan memberikan semua yang kumiliki. Perceraian tidak bisa dilakukan!"
© 2018-now Bakisah
TOP