Langkah kaki bergaung pelan. Seorang pria berjubah hitam menyusuri koridor dengan mantap. Jubah panjangnya menyeret lantai, menyapu debu dan kesunyian bersamaan. Di punggungnya, lambang usang yang hampir tak terlihat: simbol masa lalu yang sengaja dihapus. Cahaya biru redup dari lampu dinding bergetar, ragu antara hidup dan padam. Suara listrik statis berdesir seperti bisikan bangunan tua yang belum mau dilupakan.
Di ujung lorong, lima pintu logam berdiri membisu. Masing-masing menyimpan warisan dari lima Pilar: Tecno, Bio, Shado, Nexus, dan Intel-nama-nama besar yang kini hanya hidup dalam bisikan-bisikan gelap.
Ruang Tecno: Dipenuhi kerangka mesin dan senjata elektromagnetik, energi tak kasat mata masih berkedip dari sisa teknologi yang belum sepenuhnya mati. Listrik menari di udara, membentuk pola acak, seolah teknologi itu masih mencoba berbicara.
Ruang Bio: Atmosfer steril dan tajam. Tabung-tabung kristal berisi larutan biru kehijauan menyimpan makhluk bukan hasil eksperimen-melainkan makhluk yang kekuatannya melampaui batas wajar. Salah satunya di antaranya menarik perhatian: makhluk dalam tabung berbeda. menatap balik-sepasang mata penuh kebencian dan amarah. Bukan sekadar subjek-tapi ancaman.
Ruang Shado: Diterangi cahaya samar yang terus berubah. Sensor ilusi memperlihatkan adegan pertempuran lama dan pengkhianatan yang terlupakan. Di sini, bayangan bukan sekadar pantulan cahaya, tapi entitas yang menyimpan rahasia yang tak pernah mati.
Ruang Nexus: Hening dan berat. Sebuah armor besar berdiri di tengah ruangan, mengintimidasi meski tak bergerak. Ini adalah ruang di mana keputusan-keputusan menentukan hidup-mati pernah dibuat-tempat di mana komando dan idealisme bertabrakan.
Ruang Intel: Paling sederhana tampaknya, namun menyimpan ancaman terbesar. Di tengah ruangan, kapsul kaca tinggi berisi artefak mengambang dalam cairan bening. Simbol-simbol sihir kuno mengelilinginya, sebagian telah terhapus. Aura yang dipancarkan menembus batin, mengusik ketenangan jiwa.
Pria itu berhenti di depan ruang Intel. Ia menempelkan telapak tangannya ke kaca, menatap dalam diam. Matanya tajam, namun berisi keraguan dan kesedihan. Dalam senyap, ia berbisik,
"Sudah lebih dari sepuluh tahun kau tertidur... Tapi kini saatnya. Dunia ini harus diingatkan akan siapa kau sebenarnya."
Ia menarik tangannya, perlahan. Beban tak kasat mata menggantung di pundaknya. Lalu, tanpa suara, tubuhnya lenyap dalam bayangan-meninggalkan hanya gema niat yang belum selesai.
Sementara itu, jauh di bawah permukaan bumi, tersembunyi dari segala mata dan sensor, berdiri sebuah kota senyap. Struktur kuno namun kokoh membentengi wilayah ini, dinding-dinding tinggi berlumur simbol peradaban yang telah lama terkubur sejarah. Di jantung kota, sebuah ruang oval menyala dengan cahaya ungu holografik, pancarannya menari di atas huruf-huruf asing yang mengukir dinding-bahasa terlarang yang hanya dipahami oleh mereka yang telah bersumpah kepada kegelapan.
Di tengah ruang, sebuah meja bundar dari serat karbon hitam berdiri, dikelilingi lima sosok bertopeng. Diam-namun aura mereka tajam dan berbahaya. Seolah setiap bayangan di ruangan itu bernyawa dan siap menikam kapan saja.
Di hadapan mereka, berdiri seorang wanita berjubah gelap. Matanya dingin seperti salju abadi, dan suaranya tajam, seolah mampu membelah kesunyian yang paling dalam. Di atas meja, hologram tiga dimensi dari Markas Para Pilar berputar pelan, menampilkan struktur interior: koridor tersembunyi, sistem keamanan, sensor biologis, dan jalur patroli.
"Target kita jelas," ucapnya, mantap.
"Artefak kuno di sektor utara. Lima lapisan keamanan. Sistem terhubung ke jaringan genetik kelima Pilar-tapi kita tidak perlu semuanya. Cukup satu celah... dan semuanya akan runtuh."
Kelima sosok bertopeng tak menjawab, tapi sorot mata mereka berbicara.
Sang pemimpin mulai memberi instruksi, satu per satu, dengan ketelitian seorang arsitek kehancuran.
"Mila," ia menunjuk sektor barat pada peta.
"Kau yang membuka jalur. Gunakan formula biologismu-sebarkan patogen tidur pada ventilasi penjaga di sektor luar. Tidak membunuh. Hanya melumpuhkan. Sederhana. Bersih. Lalu kuasai ruang medis, pastikan tidak ada intervensi dari tim penyembuh."
Mila menunduk, senyum tipis menyeringai. "Versi terbaru serumku sudah siap. Mereka akan tidur dalam waktu tiga menit."
"Ivan," lanjutnya.
"Begitu jalur aman, masuk ke jaringan pusat dari terminal cadangan. Prioritas: Matikan kamera, ubah log aktivitas, dan rekayasa sistem identifikasi. Gunakan mode senyap penuh-tidak ada alarm, tidak ada rekaman."
Ivan hanya mengangguk dingin. Jari-jarinya bergerak seolah sudah mengetik ribuan baris kode di udara.
"Luke," sang pemimpin berpaling ke arah sosok berjubah panjang.
"Bayangan adalah medanmu. Masuk dari ventilasi sektor 3. Bertemu Mila di titik tumpul. Kau bergerak dalam gelap-bunuh hanya jika perlu. Sisakan ketakutan, bukan tubuh."
Luke tidak berkata apa pun, hanya matanya yang menyala sejenak di bawah topeng.
Keheningan adalah persetujuannya.
"Rico akan tetap di pusat pantauan." Ia menunjuk sebuah panel holografik di sisi kanan.
"Pantau gerak pasukan keamanan, saluran komunikasi, dan aktifkan jalur pelarian jika keadaan memburuk. Pantauan real-time, tidak boleh terputus satu detik pun."
Rico mengutak-atik alat perekamnya. "Informasi adalah senjata. Aku pastikan mereka buta sebelum mereka menyadarinya."
"Ryan, kau yang pimpin gerakan."
"Kendalikan taktik dari titik koordinasi. Pandu formasi masuk, awasi celah logistik. Bila ada perubahan, alihkan perhatian musuh. Kau tahu cara menciptakan konflik dalam kekacauan. Gunakan itu."
Ryan menyentuh lencana musuh yang tergantung di seragamnya. "Sudah terlalu lama kita menunggu. Waktunya dunia kembali memiliki jenderal sejati."
Saat kata-kata terakhir meluncur dari bibir sang pemimpin, cahaya biru menyala. Di tengah meja, muncul wajah holografik-sosok Ketua mereka. Suaranya berat, mengalir seperti gunung meletus yang tertahan.
"Tiga hari lagi, artefak itu akan menjadi milik kita. Ini bukan sekadar kekuasaan. Ini penebusan. Dunia tanpa Pilar. Tanpa belas kasih. Hanya kendali."
Bayangan-bayangan itu berdiri, satu per satu. Langkah mereka tidak bersuara, namun tekanan udara berubah-seolah dunia menahan napas.
Cahaya perlahan padam. Ruangan ditelan kegelapan sempurna.
Dan jauh di dalam markas Pilar, sebuah kapsul mulai bergetar.
Artefak itu merasakan sesuatu-bukan kehidupan... tapi panggilan dari dendam yang belum selesai.
Tiga hari telah berlalu sejak pertemuan terakhir. Dunia, entah bagaimana, terasa seperti menahan napas. Malam ini, langit di atas Kota Pusat diselimuti awan kelabu pekat, menelan cahaya bulan dan menghapus bintang-bintang dari pandangan. Angin dingin bertiup pelan, menyusup di antara Gedung-gedung tinggi dan lorong sempit yang tak pernah benar-benar sepi. Tapi malam ini berbeda.
Suasana begitu mencekam, seakan-akan langit sendiri menunggu sesuatu yang buruk akan terjadi. Di bawah naungan sistem pemeliharaan canggih, drone yang melayang dengan lampu biru, dan kamera pengintai yang terus berputar, mengintai setiap gerakan, namun di bawah semua itu, sesuatu bergerak. sekelompok bayangan menyatu dengan kegelapan-nyaris tak terlihat oleh mata biasa.
Mereka tak memiliki nama di system, tak terekam oleh kamera, dan tak terdaftar dalam data apa pun, lima sosok bayangan yang menyatu dengan malam, bergerak dalam diam seperti napas gelap yang menyelusup ke setiap celah.
Di sektor barat, pipa-pipa ventilasi bergetar ringan sesosok Wanita melata perlahan di baliknya, bergerak lincah di balik pipa ventilasi luar. Rambutnya kelabu kusut diikat ke belakang, ransel biokimia melekat erat di punggungnya. Dengan tenang ia membuka tetsleting kecil pada ranselnya dan mengeluarkan tabung transparan seukuran lengan anak kecil, ia menyuntikkan serum transparan itu ke saluran udara utama dengan perlahan tapi pasti, seperti menuangkan racun ke aliran darah experimennya. Cairan itu menguap dalam hitungan detik, tak berbau, tak terlihat, namun efeknya langsung bekerja, dalam waktu singkat, mengendap di paru-paru para penjaga luar, nafas mereka berat, mata limbung seperti dibekap kabut. Satu per satu mereka terseret dalam tidur tanpa mimpi, terbenam dalam senyap mematikan.
"Tidurlah... tiga... dua... satu..." bisik Mila, hamper tak terdengar, seolah membacakan mantra.
Di layar monitor pengintai jarak jauh, menampilkan dua penjaga sektor luar terhuyung, lalu ambruk bersamaan, tanpa suara. Dunia mereka terputus-tidur dalam diam yang tak disadari.
Dengan kelincahan yang dingin dan terlatih, Mila mengaitkan kawat serat organic ke pinggangnya dan meluncur turun dari ventilasi. Kakinya mendarat nyaris tanpa suara di atas lantai logam. Ia bergerak sambil menyelinap masuk menuju ruang medis penjaga, memanfaatkan waktu yang dibuka oleh kejatuhan senyap tadi. Dari pinggangnya, ia mengeluarkan alat kecil berbentuk cakram, menempelkannya di panel pintu, sebuah denyut enzimatik menyebar, mengaburkan sistem identifikasi biometric ruangan dengan ilusi data palsu.
Rico (di saluran komunikasi):
"Sektor luar steril. Ivan, jalurmu bersih."
Memanfaatkan waktu yang telah dibuka oleh Mila, Ivan muncul dari lorong utilitas yang gelap. Langkahnya tidak tergesa, tapi penuh kepastian. Sarung tangan logam yang dikenakannya bersinar samar, mencerminkan cahaya biru dari panel terminal cadangan. Tanpa membuang waktu, Ia menempelkan sarung tangan logamnya ke terminal keamanan cadangan. Layar holografis menyala, menampilkan jaringan keamanan komplek, namun bagi Ivan, ini hanyalah teka-teki yang menunggu untuk diselesaikan. Jari-jarinya menari cepat di atas permukaan layar hologram-cepat, tepat, dan mematikan. Seolah ia sedang menulis simfoni digital yang mengacaukan seluruh sistem pertahanan, membedah sistem keamanan seperti bedah digital yang presisi. Layar menyala biru... berkedip... lalu gelap.
Ivan:
"Sedang menginfeksi jaringan... mematikan kamera... sekarang menanam loop data rekayasa."
Pada layar pribadi milik Rico di ruang komando jarak jauh, tampilan berubah drastis. Penjaga yang tadinya tumbang kini tampak masih berjaga. Lorong-lorong yang sudah dilalui tampak kosong. Pintu pintu yang terbuka Kembali terlihat tertutup rapat. Ilusi sempurna, realitas palsu yang diciptakan oleh peretas paling berbahaya dari oragnisai hitam.
Sementara itu, Mila tidak menunggu aba-aba, tak membuang waktu. Dengan keheningan yang tajam, ia bergerak menuju titik pertemuan berikutnya.
Di sisi lain markas, Luke mulai bergerak. Dari dalam bayangan pilar penyangga, Luke muncul perlahan-seperti hantu yang dilahirkan menyusup seperti kabut malam. Tubuhnya nyaris menyatu dengan dinding gelap, hanya mata merahnya yang menyala seperti bara dalam kabut, bergerak tanpa suara, menunduk, melompat dari satu sisi ke sisi lain. Nafasnya teratur, langkahnya ringan. ia menyusup ke dalam celah ventilasi kecil, menghindari setiap sudut yang terbuka.
Seorang penjaga terakhir berdiri di sektor dalam. Luke tak butuh banyak waktu, hanya dengan satu gerakan sebuah bilah tipis meluncur dari dalam jubahnya. Dalam sekejap, menyentuh kulit napas sang penjaga terhenti, tubuhnya diseret ke balik mesin pendingin, tak ada bekas, tak ada suara, tak ada saksi, lenyap tanpa jejak.
Luke (lewat sambungan radio):
"Sektor aman. Bertemu Mila. Masuk ke jalur bawah."
Di Lorong yang gelap dan sempit, pada akhirnya mereka bertemu, tak ada kata yang perlu diucapkan. Hanya cukup dengan saling tatap pandangan singkat, cukup untuk saling memahami. Mila mengambil posisi di belakang, membaur menjadi bayangan dalam bayangan-tak terlihat oleh sensor maupun penjaga. Luke memimpin, menembus jalur bawah yang penuh dengan sensor tersembunyi. Misi belum usai, tapi mereka tahu , bagian tersulit baru saja dimulai.
Jauh dari lokasi penyusupan, Rico duduk tengan di dalam ruang komando, puluhan layar holografik memantulkan cahaya redup ke wajahnya yang tenang namun penuh waspada, setiap layar memantau titik panas, sinyal komunikasi, hingga rotasi drone patrol di tampilakan secara real- time.
Rico:
"Ada dua drone ulang jalur lebih awal. Ryan, butuh gangguan di koridor timur, sekarang."
Di sektor timur, Ryan sudah siap. Ia berdiri di dekat generator luar, menyamar sebagai teknisi darurat dengan pakaian standar perbaikan. Tangannya dengan cekatan mengaktifkan pemicu kecil-sebuah ledakan ringan meletup. Seketika, api menyala di ujung koridor. Kecil, tapi cukup untuk memicu protokol keamanan. Dua penjaga langsung berlari ke arah ledakan.
Ryan (datar):
"Dua ekor keluar dari jalur. Tiga puluh detik sebelum drone kembali."
Detik-detik emas itu cukup untuk membuka jalan bagi Luke dan Mila. Mereka bergerak cepat di lorong sempit, melewati sensor laser yang terkamuflase dalam dinding, lantai bertekanan tinggi, dan kamera yang telah dimanipulasi oleh Ivan. Langkah mereka nyaris tak bersuara. Gerakan mereka adalah simfoni diam-tarian bayangan yang terlatih untuk menembus kegelapan.
Di ujung lorong, sebuah pintu besar berdiri kokoh. Dikelilingi oleh bingkai logam tebal dan pancaran energi samar. Di balik pintu itulah target mereka menanti. Pintu itu bukan sembarang pintu. Diperkuat dengan sistem biometrik genetik, hanya bisa dibuka oleh individu tertentu-salah satu dari Pilar.
Namun Ivan telah mengantisipasi segalanya.
Dari ruangannya, ia mengaktifkan spoofing ID yang meniru sidik genetik salah satu Pilar dengan akurasi sempurna. Di layar holografik, proses itu berlangsung dalam hitungan detik.
Ivan (melalui radio):
"Akses disuap. Tiga... dua... satu..."
Suara mekanik terdengar rendah-pintu mulai bergeser perlahan. Udara dari dalam ruangan mengalir keluar, membawa hawa yang berbeda: lebih dingin, lebih berat, seolah waktu sendiri terjaga di baliknya.
Di dalam, ruang itu bersinar temaram oleh cahaya merah redup. Di tengahnya berdiri sebuah kapsul-tinggi, elegan, terbuat dari kaca tebal dengan ukiran logam kuno.
Dan di dalamnya, artefak itu-tenang namun memancarkan denyut energi yang terasa hingga ke tulang.
Mila menahan napas, sementara Luke hanya menatapnya dalam diam. Sorotan matanya tak hanya terpaku pada benda itu-tapi pada kenangan lama, pada malam ketika semua ini dimulai.
Luke mematung sejenak. Matanya menatap artefak itu, dan pikirannya melayang ke malam saat semua ini dimulai.
Luke (dalam hati):
"Apa benar... benda ini pantas dipertaruhkan nyawa?"
Ia melangkah maju, mendekati kapsul. Tangannya-tenang, seperti tangan pencuri berdarah dingin-menyentuh permukaan kaca.
Dunia terasa berhenti sesaat.
Namun saat itu juga, layar Ivan berkedip merah.
Sistem mulai pulih sendiri.
Suara otomatis (masuk ke komunikasi):
"Agen elit telah bergerak."
Suara otomatis itu seperti peluit pembuka dalam sebuah pertandingan berdarah. Ketegangan melonjak.
Namun tak satu pun dari mereka menunjukkan kepanikan.
Luke tetap bergerak. Ia membuka kapsul seperti seorang ahli bedah yang sedang mencuri jantung dari tubuh yang masih berdetak. Uap dingin keluar saat kunci terakhir terbuka, mengungkapkan artefak kuno di dalamnya.
Benda itu tak besar, tak mencolok. Tapi denyut energinya membuat udara di sekitarnya bergetar halus, hampir tak terlihat, tapi terasa hingga ke dasar insting mereka.
Mila berjaga di belakang, matanya menyapu setiap sudut ruangan, mengantisipasi suara langkah, sinyal alarm, atau pergerakan musuh. Ia tahu, jika detik ini gagal, maka misi mereka runtuh-dan dunia mungkin berubah selamanya. Ia mengangkat artefak itu, memasukkannya ke dalam wadah kecil yang telah disiapkan.
Luke:
"Kita dapatkan. Pergi sekarang."
Sementara itu
Di tengah malam yang gelap dan sunyi, Sistem pusat kendali meledak dalam aktivitas mendadak, mendeteksi anomali yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Sektor Barat, tempat dulu menjadi pusat keunggulan dan keamanan, kini menjadi panggung bagi kekacauan yang tak terduga. Alarm berbunyi keras, memecah keheningan, dan menggetarkan seluruh markas. Tim patroli segera mencoba menghubungi unit penjaga di sana, tapi tak ada jawaban. Keheningan menegaskan satu hal: sesuatu yang besar sedang terjadi.
Dalam sekejap, pusat komando mengerahkan agen elit terbaik mereka-lima orang yang sudah terbukti tangguh dan cerdas-untuk menyelidiki. Meski awalnya mereka menuju sektor barat, keadaan mendesak memaksa mereka untuk berpencar ke empat sektor utama: barat, utara, selatan, dan timur. Mereka tidak ingin mengambil risiko. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang berlangsung, sesuatu yang bisa mengancam seluruh keberadaan mereka.
Akhirnya mengaktifkan Unit Keamanan Tingkat Tiga di seluruh markas. Saat ini, seluruh fasilitas berada dalam keadaan siaga tinggi. penjaga bersenjata dan pasukan keamanan.
Rico memantau dari jauh. Di layar, titik-titik merah mulai muncul lebih cepat.
Rico (datar):
"Tim elit bergerak cepat. Kalian punya dua menit sebelum kontak visual."
Tanpa satu pun kata, Mila dan Luke bergerak kembali ke jalur semula. Setiap gerakan mereka kini lebih cepat, lebih tajam, seperti dua bayangan yang tahu bahwa waktu sedang mengejar dari belakang.
Lorong yang sebelumnya hening kini dipenuhi dengan gema langkah yang tak berasal dari mereka.
Luke dan Mila berlari senyap, seperti dua panah yang melesat dalam gelap. Luke di depan, mengamankan jalur. Mila di belakang, menghapus jejak digital dengan perangkat kecil di pergelangan tangannya.
Rico (melalui komunikasi):
"Drone telah mengunci suara. Jalur balik tidak aman. Ambil pintu servis bawah tanah."
Luke mengubah arah dengan isyarat tangan. Mereka melompat ke tangga sempit yang tersembunyi di balik panel tembok. Tangga itu gelap dan sempit, hanya diterangi cahaya merah berkedip dari sirine darurat yang baru saja aktif.
Di atas, suara pertempuran mulai terdengar-tembakan senyap, ledakan kecil, dan suara langkah berat para agen elit yang mulai memburu.
Mila (berbisik):
"Kita tak bisa bertarung sekarang. Fokus ke misi."
Luke:
"Selama artefaknya bersama kita, kita masih unggul."
Ketika mereka mencapai pintu keluar bawah tanah, suara mekanik terdengar dari balik dinding. Drone pengintai muncul, sinarnya menyapu seperti mata setan.
Luke menarik pisau magnetiknya, lalu melempar ke panel daya drone. Percikan api, dan mesin itu mati sebelum sempat bersuara.
Rico:
"Tiga puluh detik ke titik ekstraksi. Ryan sudah siapkan gangguan terakhir. Pergi!"
Udara di bawah tanah semakin menyesakkan, tapi mereka tak berhenti. Setiap detik adalah batas antara keberhasilan dan kegagalan. Dan mereka tak berniat gagal malam ini.
Langkah-langkah mereka bergema di lorong bawah tanah yang lembap dan berkarat. Udara di dalamnya bau logam dan pelumas tua-jejak masa lalu yang telah lama terlupakan.
Di atas kepala mereka, sistem pusat perlahan memulihkan kesadaran. Kamera-kamera mulai kembali aktif, dan jaringan komunikasi terbuka.
Ivan (melalui komunikasi):
"Sistem pulih lebih cepat dari prediksi. Aku butuh satu menit lagi untuk mengacaukan jaringan."
Rico:
"Tak ada waktu. Ryan?"
Ryan:
"Sedang dalam posisi. Tunggu sinyalku."
Beberapa detik kemudian, ledakan besar mengguncang bagian timur markas. Seluruh sistem masuk ke protokol darurat. Lampu-lampu padam, layar-layar mati. Dalam kekacauan itu, lorong bawah tanah jadi jalan pelarian sempurna.
Mila:
"Itu sinyal kita."
Mereka mendobrak pintu keluar logam terakhir, berlari ke ruang servis tua yang penuh dengan mesin-mesin mati. Di sana, sebuah kendaraan hitam tak berlampu menunggu-pengemudinya tersembunyi di balik helm.
Luke memasukkan artefak ke dalam kotak khusus di belakang kendaraan. Suaranya mendesis, mengunci secara otomatis dengan segel energi.
Rico (lewat saluran radio):
"Pilar akan tahu artefak itu hilang dalam waktu lima menit. Tapi mereka takkan tahu siapa yang mengambilnya."
Luke (tenang):
"Kalau mereka cukup pintar, mereka akan tahu. Tapi sudah terlambat."
Kendaraan itu melaju perlahan masuk ke dalam lorong bawah tanah lain yang lebih gelap, meninggalkan tempat itu dalam senyap.
Sementara di balik sistem yang baru menyala, layar-layar memperlihatkan kekosongan.
Ledakan besar mengguncang sektor timur markas. Getarannya terasa hingga ke pusat komando. Dalam hitungan menit, lima agen elit yang sebelumnya berpencar kini bergerak menuju sumber ledakan.
Saat tiba di lokasi, tak ada suara perlawanan. Hanya bau ozon dan debu terbakar memenuhi lorong-lorong yang dulu steril.
Mereka bergerak cepat, menyusuri setiap sudut. Tubuh-tubuh penjaga tergeletak membeku, tak bergerak, sebagian masih menggenggam senjata yang tak sempat digunakan. Percikan listrik dari alat non-lethal masih berdenyut di udara-tanda serangan yang presisi dan senyap.
Salah satu agen memeriksa luka korban. "Tepat ke titik saraf. Mereka bahkan tak sempat melihat siapa pun."
Di ruang kontrol, sistem keamanan lumpuh. Semua rekaman hilang, dan log sensor seolah dihapus dari dalam.
Pusat komando segera mengirimkan perintah:
"Periksa tiap sektor. Jangan tinggalkan celah. Laporkan semua yang tidak sesuai."
Tim menyebar. Ketegangan merayap di antara langkah mereka.
Meskipun ledakan di sektor timur cukup besar, tidak ada korban jiwa. Para agen elit menelusuri ruang-ruang rahasia, memeriksa setiap ruangan dengan saksama. Tiga ruangan aman, namun sisanya menunjukkan tanda-tanda kehilangan.
Di ruang biologi, kapsul kaca penyimpan makhluk berbahaya kini telah kosong. Tak ada retakan, tak ada alarm. Sistem bahkan menunjukkan status 'aman'-padahal isi dalam kapsul lenyap.
Di ruang intel kelas-tinggi, kondisinya lebih sunyi lagi. Artefak kuno yang disimpan di sana-yang bahkan tidak diketahui oleh sebagian besar anggota markas-juga telah hilang.
Laporan demi laporan masuk ke pusat. Yang paling mengejutkan: pusat keamanan di sektor barat menunjukkan aktivitas dari kode pengguna yang secara resmi telah dinonaktifkan lima tahun lalu.
Komandan, berdiri di balik meja utama, tak butuh waktu lama untuk mengambil keputusan. Suaranya tajam:
"Mereka kembali. Organisasi yang kita kira telah lenyap. Mereka bergerak dalam bayang-bayang-dan kini, mereka menyatakan perang."
Kelima agen elit dipanggil kembali ke pusat. Di ruang strategis bawah tanah, mereka berdiri menghadap layar yang menampilkan kerusakan, kehilangan, dan ketidakpastian.
"Kita tidak hanya kehilangan teknologi. Kita kehilangan kepercayaan. Dan musuh tahu itu."
"Misi ini bukan sekadar investigasi. Ini pengambilan kembali. Dan jika perlu... pembalasan."
Dalam keheningan yang semakin dalam, hanya suara napas dan langkah sepatu yang terdengar. Dunia mereka telah bergeser. Keseimbangan telah diganggu.
Mereka tahu ini bukan akhir-tetapi permulaan.
Dan malam itu, tanpa suara, roda sejarah kembali berputar. Dengan cara yang lebih gelap dari yang pernah dibayangkan.