"Adikku sayang tenanglah sedikit. Sebentar lagi kau akan merasakan enak!" ucap gadis berambut keriting dan pirang. Dengan make-up yang terlihat tebal, baju yang dikenakannya terlihat kekurangan bahan.
Dia mencengkram kasar wajah gadis itu yang terlihat ketakutan. Air matanya sudah membasahi pipinya yang chubby.
"Ka-kakak? Kak Shasa ada disini juga, tolong aku kak! Aku tidak mengenal mereka!" pekiknya.
Dia menggenggam erat tangannya penuh harap. Berharap dia mendapatkan pertolongan dari kakaknya.
"Menolongmu, tentu saja aku akan menolongmu. Tapi, sebelum itu kau harus membantu kakakmu ini. Oke?" ucapnya dengan seringai licik yang tak dimengerti oleh gadis itu.
"Membantu apa Kak? Asalkan bisa keluar dari tempat ini, aku akan membantumu!" ucapnya dengan air mata yang masih berlinang.
Segenap harapan yang tersisa. Dia hanya bisa menggantungkan keselamatannya kali ini dengan memohon kepada sang kakak.
"Kau memang gadis yang penurut dan baik hati, Maureen! Kakak tak salah memilihmu!"
Shasa mengusap kepala adiknya dengan sangat lembut. Membantu adiknya tenang dari kondisi yang membuatnya seperti orang gila.
Beberapa saat Shasa tampak menenangkan hati adiknya. Dia memberikan minuman untuk adiknya.
Maureen menolaknya, karena dia tidak tahu minuman apa yang kakaknya berikan.
Namun, ancaman dari kakaknya membuatnya terpaksa meminum.
Kakaknya, mengancam akan menghentikan semua perawatan yang sedang dijalankan oleh ibunya. Mana tega seorang anak membiarkan ibunya tersakiti begitu saja didepan matanya.
"Anak pintar, kau memang anak yang berbakti. Tunggu disini sebentar. Aku keluar mencari camilan!" Seringai licik memberikan kode pada beberapa laki-laki yang sudah tak sabar menunggu dari tadi.
Mereka langsung bersemangat saat mendapatkan kode dari Shasa.
"Aku ikut saja kak. Aku tidak mau ditinggal sendiri. Disini sangat menakutkan!"
Maureen memegangi lengan kakaknya dengan sangat erat. Dia tak ingin melepaskan.
Apalagi dia melihat sorot mata-mata yang seperti akan menelannya hidup-hidup.
"Apa yang harus ditakutkan? Mereka semua teman-teman kakak, Maureen sayang. Tenang saja, mereka pasti akan memperlakukan dirimu dengan sangat baik."
Sasha kembali berkata sesuatu yang tak dimengerti olehnya.
Kenapa kakaknya terus saja ngotot meninggalkan dia bersama laki-laki yang tak dikenalnya.
Dia pun berpikir, pasti ada sesuatu yang tak beres.
"Pokoknya aku ikut Kakak, Aku tidak mau ditinggalkan sendiri disini!" cetusnya. Tetap menggenggam erat lengan kakaknya.
Sasha sedikit geram, dia merasa adiknya sudah dapat membaca rencananya.
Jadi, dia putuskan, "Kakak, akan berbicara dengan mereka. Kamu tidak usah khawatir. Jika mereka macam-macam denganmu. Mereka semua, kakak sendiri yang akan menghajarnya!" Sasha berkelit, memberikan keyakinan pada Maureen agar dia bisa pergi darinya.
"Be-benar, Kak? Janji, Kakak jangan lama-lama!"
"Uhm!" Sasha tersenyum penuh kemenangan. Perlahan melepaskan pegangan adiknya tadi. Kemudian dia berjalan menghampiri mereka dan berkata,
"Dia masih eksklusif dan tersegel. Aku jamin kalian akan puas malam ini. Transfer sekarang juga!" ucapnya.
Namun, matanya melirik Maureen dengan senyuman yang berbinar yang memperhatikannya dari di sudut sofa.
"Kemana kakak pergi? Kenapa dia lama sekali. Apa yang sebenarnya sedang terjadi kenapa dia meninggalkanku disini?"
Batin Maureen melihat sekitar ruangan yang sudah dipenuhi dengan kepulan asap rokok dan beberapa orang laki-laki yang bahkan Maureen tak mengenalnya.
Maureen mencoba merogoh tas mencari ponsel dan mencoba menghubungi Sasha.
Tapi, meskipun sudah beberapa kali dia coba. Telepon Shasa tidak bisa dihubungi. Nomornya mendadak tidak aktif.
"Maureen?" seorang laki-laki bertubuh gendut dengan kepedean tingkat tinggi menghampiri lalu menyerobot duduk di sebelahnya.
Dia terlihat tak sabaran. Sejak kepergian Sasha dia terus saja mengincarnya. Seperti kucing garong ketemu tulang ikan. Siap menerkamnya kapan saja.
"I-i-ya, kau siapa?" Maureen bergeser duduk memberikan jarak.
Dia jenggak dengan lelaki tadi yang langsung menaruh tangan pada pinggangnya.
"Aku, Roland. Apa Shasa tidak berbicara padamu tadi? Uhm, kalau malam ini kita ada kencan!" ucapnya tanpa basa basi meraih dan menciumi rambut Maureen, menatapnya penuh nafsu.
"Kencan? Kakak nggak membahas apapun tadi soal kencan ini. Dia hanya bilang akan keluar sebentar membeli camilan."
Batinku bergemuruh kembali. Semakin merasa tidak beres.
"Ma-af mungkin kau salah mengenali orang dan aku bukan Maureen yang kau maksud!" tegas Maureen berusaha menguatkan hati yang tak bisa dijabarkan. Rasanya seperti gado-gado, bercampur aduk.
"Kau, Maureen Angelia kan? Dan, Sasha Angelica tadi kakakmu kan? Dia sudah bilang padaku, kalau kau bersedia kencan denganku malam ini," ucapnya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Bagaimana bisa kakaknya menjebak sang adik untuk melakukan kencan buta seperti ini.
Dia bahkan tak meminta persetujuan darinya untuk melakukan ini semua.
Ponselnya bergetar. Maureen melirik ponselnya.
Akhirnya orang yang dia tunggu menelpon, "Ha-hallo, kak Shasa, kau ada dimana? Kenapa belum juga datang aku sudah menunggumu sejak tadi."
Maureen berbicara setengah berteriak karena suaranya hampir benar-benar tidak terdengar oleh dirinya sendiri.
Suara musik dalam ruangan bergema semakin sangat keras.
Orang bernama Roland terus menatap Maureen dengan intens.
Menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Memperhatikan setiap detail lekuk tubuh gadis itu. Walaupun penampilannya biasa saja, bagi laki-laki hidung belang seperti itu tidak akan dipermasalahkan.
Apalagi, dia sudah dijanjikan oleh Sasha bahwa Maureen masih tersegel dengan sangat rapi.
"Maureen, maaf kakak tidak bisa datang kesana. Kakak ada urusan mendadak dan disana sudah ada Roland kan? Dia akan menggantikan kakak untuk menemanimu!" ucapnya terdengar sangat enteng.
Dia bahkan tega meninggalkan adiknya bersama kumpulan para lelaki yang tak dikenal.
"Roland? Siapa dia kak? Aku bahkan tidak mengenalnya? Bisakah kakak datang sekarang? Aku tidak kenal siapapun disini, kak!" Maureen setengah merengek agar dituruti oleh kakaknya.
"Ayolah, Maureen bantu kakak dan keluarga kita kali ini. Temani, Roland ya. Jadilah anak yang baik dan berbakti. Kau kan masih sangat menginginkan biaya perawatan untuk ibumu? Kau harus bisa menemani dan membuatnya puas malam ini!" perkataan yang membuat tubuhnya bergetar.
Bagaimana bisa kakaknya menyuruh adiknya untuk menemani seorang laki-laki.
Ah ... tidak bukan seorang melainkan ada empat orang disana. Sepertinya untuk kakaknya itu hal yang biasa dan lumrah.
"Menemani? Maksudnya apa kak? Aku tidak mengerti. Aku mohon kak, kembalilah kesini. Aku benar-benar takut sendirian disini!" sambil berbicara Maureen terus melirik kearah Roland.
Dia sudah terlihat semakin tidak sabar dan
bangkit dari duduknya. Menghampirinya.
"Bagaimana?" ucapnya.
Belum selesai dia berbicara dengan kakaknya. Tangan Roland langsung melingkar di pinggang dengan bebas.
Maureen terus bergerak dan menghempaskan tangan nakal laki-laki itu. Sasha sudah memutuskan telepon.
"A-aku, tidak bisa!" tegasnya.
Dia menolak laki-laki gendut menyebalkan yang akan menariknya duduk kembali bersama dengan para lelaki lainnya.
"Ayolah, jangan pura-pura sok polos. Masa yang seperti ini saja kau tidak mengerti! Aku dan yang lain sudah bayar mahal dirimu! Jadi, jangan buat kami kecewa malam ini!" dia terus memaksanya untuk ikut.
Menarik paksa hingga tubuh gadis itu terhuyung. Jatuh ke beberapa pangkuan laki-laki yang tak dikenal.
Mereka tertawa dengan sangat puas. Mempermainkan Maureen seperti boneka yang baru dibelinya.
Menyentuh rambut, mencubit pipinya yang chubby dan sesekali menggerayangi tubuhnya dengan bebas.
"Arrgghh!!" pekiknya.
Dia terus berusaha melepaskan diri dari sergapan orang yang menantikannya terus berteriak.
Sekali Maureen berteriak membuat mereka yang sudah panas terbakar oleh minuman semakin bergelora.
Mereka siap menyantap Maureen seperti ayam tanpa tulang. Mereka tinggal melumat Maureen pelan-pelan secara bergantian.
"Roland, siapa dulu nih? Aku sudah tak kuat lagi menahannya!" salah satu dari mereka berkata dengan sangat menjijikan.
Terdengar di telinga Maureen sungguh memekakan.
Dia bahkan tak mengira hal buruk seperti
ini akan terjadi pada dirinya.