"Ian, apa kau baik-baik saja...? Semalam kau pulang larut malam." Ujar Shiren yang mengkhawatirkan kondisi adiknya itu.
"Bukankah, aku telah memberitahu mu untuk tidak memasuki kamarku! cepat keluar dari sini!" ucap kesal Ziana mengusir sang kakak dengan nada kasar.
itu bukan pertama kalinya, Ziana mengusir Shiren.
Ziana begitu membenci sang kakak yang lebih di sayangi kedua orang tuanya.
Tapi Shiren tidak pernah membenci sang adik atas perlakuan kasar Ziana padanya.
walaupun berulang kali Ziana mencoba menyakiti dan juga memfitnah dirinya. Shiren tidak pernah marah dan membalas sang adik.
"Baiklah, aku akan keluar. Oh iya, papa dan mama menunggu mu untuk sarapan bersama." ucapnya dengan lembut tapi malah di jawab dengan ucapan kasar lagi oleh Ziana.
"Berisik! cepat keluar." Shiren pun keluar dari kamar Ziana.
"Mereka sungguh membuat kepala ku sakit."
Ziana selalu merasa sendiri dan kesepian, Karena kedua orang tuanya selalu saja sibuk dengan sang kakak yang sering sakit-sakitan.
kedua orangtuanya lebih banyak mengabaikan Ziana. Ia kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuannya sejak kecil.
Sebab itulah Ziana sangat membenci kedua orang tuanya, dan juga sang kakak yang mengambil semua kasih sayang orang tua mereka.
Seperti biasa, Ziana melangkah pergi tanpa menghiraukan kedua orang tuanya, dan juga sang kakak yang menyapa serta memintanya untuk sarapan bersama sebelum pergi ke kampus.
"Makin hari, Anak itu semakin tidak bisa di atur. aku terlalu memanjakan dirinya, sehingga ia berbuat sesuka hati."
Tuan Zi yang merupakan ayah dari Ziana, begitu kesal dengan sikap Ziana yang menurutnya semakin berbuat semena-mena.
"Pa... redakan amarah papa. nanti penyakit jantung papa kumat lagi. Ian, juga seperti itu karena kita pa... seharusnya kita lebih mengerti akan sifatnya saat ini. padahal dulu, Ian adalah anak yang begitu manis." kata Tante Diana yang mencoba menenangkan amarah sang suami.
"Semua ini salah Iren, jika bukan karena penyakit Iren, Ian tidak akan jadi seperti saat ini."
Shiren sangat menyayangi Ziana. Ia benar-benar sangat menyesal dengan apa yang terjadi pada sang adik selama ini.
"Sudahlah... jangan saling menyalahkan.
dia saja yang masih kekanak-kanakan." ucap tuan Zi dengan nada acuh tak acuh akan Ziana. mereka pun melanjutkan sarapan tanpa Ziana.
Seperti biasa. Ziana berangkat ke kampus menggunakan taksi. Sudah 2 tahun lamanya, Ia tidak menggunakan atau naik mobil mereka.
Alasannya cukup klise, sang ayah terkadang meminta sopir pribadi mereka untuk lebih mementingkan shiren dibandingkan ziana.
ziana yang kesal akan hal itu, memutuskan untuk pergi naik taksi ke kampus. bahkan naik bus ke kampus.
Setibanya di kampus. Ziana menguatkan dirinya untuk masuk kedalam kelas/ruang dimana tempat mereka menerima mata kuliah dari dosen.
baru saja, Ia melangkahkan kaki di depan pintu. tatapan sinis,dan ketidak nyamanan mereka membuat ziana berbalik pergi.
kelas itu, adalah kelas yang sama dengan shiren. di beberapa mata kuliah, dirinya dan shiren sekelas.
itulah, tidak heran begitu banyak orang yang membencinya karena sikap acuh tak acuhnya terhadap shiren.
Ziana benar-benar di buat kesal dengan tuduhan teman-teman shiren yang terus saja menuduhnya, ingin mencelakai shiren. Walaupun dirinya sangat membenci shiren, dan mengharapkan shiren hilang selamanya dari kehidupannya, namun ia tidak berani membunuh orang.
"Lihatlah wajah tidak tahu malunya itu." Ujar seorang wanita yang merupakan sahabat sang kakak.
"Benar, aku dengar shiren sakit hari ini. Mungkin dia telah melakukan sesuatu kepada shiren." Balas seorang teman lagi.
Ziana tidak menggubris perkataan mereka. Ia memilih untuk pergi dari pada harus bertengkar dengan mereka. Toh, nantinya Ia lah yang akan di salahkan.
Tidak ada yang akan membelahnya. Ia selalu sendiri.
Hum....suara helaan nafasnya. Ia memilih untuk duduk berteduh di bawah pohon yang ada di taman belakang kampus. Di sana Ia bisa menyandarkan tubuhnya. Hanya ada kicauan burung, dan juga angin lembut yang berhembus.
Ia menatap kearah langit yang begitu cerah.
"Sungguh tidak adil," gumam dengan nada sedih.
Ziana selalu tersisihkan dan diasingkan oleh semua teman-teman kampusnya.
Semua itu berawal saat mereka duduk di bangku SMA kelas 2.
Shiren dan ziana berdebat. Ziana cukup kesal kepada shiren, karena selalu saja memintanya untuk memaklumi dan bersabar saat teman-teman mereka mengatakan hal yang buruk.
Shiren tidak ingin ziana terlibat masalah. Namun, ziana yang tidak ingin di salahkan atas apa yang tidak pernah Ia lakukan. Memilih untuk tidak mendengarkan shiren.
Ia pergi dengan penuh amarah. Shiren mencoba menghentikan shiren dengan meraih tangan ziana,tapi ziana yang terlanjur kesal. Menghempaskan tangan ziana hingga membuat shiren jatuh kelantai,dan hal itu di saksikan oleh beberapa siswa dan siswi yang lewat.
Mereka segera menghampiri shiren dan membantunya.
Kini mereka menatap ziana dengan tatapan tidak senang. Ziana menggigit bibir bawahnya, mentahan amarahnya saat itu. Ia segera berbalik dan pergi.
"Mereka pasti berpikir bahwa aku membuly kakakku yang sakit-sakitan itu." Gumamannya dengan langkah yang cepat. Ia ingin segera pergi meninggalkan tempat itu.
Sejak hari itu. Ziana di cap sebagai adik yang kejam.
Dirinya bahkan di bully oleh beberapa kakak seniornya. Ziana yang tidak ingin diam, memilih untuk melawan dan akhirnya berkelahi dengan mereka hingga terluka cukup parah.
Tidak cukup di marahi guru saja. Bahkan sang ayah tidak ingin datang ke sekolah saat mendapat panggilan atas namanya. Hanya ibunya yang selalu datang, namun alih-alih datang menemuinya. Tapi, perhatian selalu tertuju pada shiren.
Ziana bahkan sering di bentak dan di teriaki oleh ayahnya, karena membuat shiren terluka.
Bahkan tidak jarang, dirinya di tampar oleh ayahnya.
Ziana selalu mengurung dirinya didalam kamar dan merenungi akan kesalahannya.
Kesalahannya yang tidak pernah Ia buat.
"Mengapa bukan aku saja yang sakit...?" Ujarnya dengan penuh kesedihan.
Pohon yang besar serta teduh itu, menjadi tempat sandaran terakhirnya dikala dirinya merasa terbuang.
Karena terlalu lelah dengan begitu banyaknya tekanan. Ia pun memutuskan untuk menutup matanya sejenak.
Dari balik pohon, berdirilah sosok yang tidak di kenal sedang menatapnya.
Sosok itu, melihatnya yang sedang tertidur.
Cukup lama sosok itu berdiri di depan ziana yang sedang tertidur,lalu pergi.
"Aku harap kau bisa bahagia...,"
Doa yang tulus dari sosok yang tidak pernah terlihat.