Ia menghela napas panjang dan memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya. "Arlena... ini hanya pernikahan biasa. Tidak ada cinta, tidak ada drama. Hanya saling menghargai." Ia menenangkan dirinya sendiri dengan mantra itu, berulang kali. Tapi setiap kali ia menatap wajah suaminya, perasaan itu runtuh seketika.
Pria itu, Arvan, bukan sekadar suami biasa. Dari awal, sikapnya berbeda. Ia tidak hanya menempel secara fisik, tetapi juga hadir secara emosional-seperti bayangan yang selalu ada saat Arlena menghadapi kesulitan. Pertama kali mereka bertemu di aula pernikahan yang megah, Arlena hanya mengingat senyumannya yang dingin tapi menenangkan, sebuah senyum yang menandakan bahwa ia tidak akan membiarkan apapun terjadi pada istrinya-bahkan sebelum mereka saling mengenal.
Pada hari ketiga pernikahan, ketika Arlena hampir tenggelam dalam tumpukan dokumen pekerjaan yang harus ia selesaikan dari hotel, Arvan masuk dengan tenang membawa kopi dan sepiring kue hangat. "Kamu harus istirahat," katanya dengan nada yang lembut tapi tegas. Ia meletakkan secangkir kopi di meja, lalu duduk di kursi di seberang Arlena. Tatapannya menusuk, seakan membaca setiap pikiran yang berlarian di kepala istrinya.
Arlena mengangkat alis, setengah kesal, setengah terpesona. "Aku tidak butuh pengasuh, Arvan," katanya, mencoba terdengar tegas.
"Bukan pengasuh," jawabnya, senyum tipis menghiasi wajah tampannya. "Aku hanya suamimu. Dan aku ingin memastikan istriku baik-baik saja."
Kata-katanya sederhana, namun menimbulkan efek yang aneh di dada Arlena-adanya rasa aman sekaligus bingung. Ia menatapnya, mencoba memahami pria yang begitu misterius ini. Semua yang ia ketahui tentang Arvan hanyalah desas-desus dari keluarga dan media: seorang miliarder tampan, pemilik beberapa perusahaan besar, terkenal dingin dalam bisnis, dan konon... tidak pernah jatuh cinta pada wanita manapun sebelum pernikahan mereka.
Arlena menelan ludah, memalingkan pandangan ke laptopnya. "Aku tidak ingin pernikahan ini menjadi... terlalu dramatis. Kita bisa hidup normal, kan? Hanya saling menghargai."
Arvan mengangguk, tapi senyumnya tidak pudar. "Normal itu relatif, Arlena. Tapi aku setuju. Kita bisa memulainya dengan saling menghargai." Ia berdiri dan melangkah ke jendela, menatap kota yang mulai gelap diterangi lampu-lampu jalan. "Tapi jangan kaget kalau aku kadang... terlalu hadir."
Arlena menatapnya dari kursi, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu tentang cara Arvan berbicara-cara ia menekankan kata 'terlalu hadir'-yang membuatnya merasa dunia ini tiba-tiba lebih kecil, dan ia merasa... diawasi dengan cara yang hangat, bukan menakutkan.
Malam itu, setelah makan malam yang diantar ke kamar mereka oleh pelayan hotel, Arlena memutuskan untuk menonton berita televisi. Layarnya menampilkan berita tentang seorang miliarder tampan yang dikenal gila-gilaan mencintai istrinya. Reporter memuji dedikasi sang suami yang selalu memanjakan dan melindungi istrinya, dengan sederet foto-foto mewah dan momen intim yang diambil secara elegan.
Arlena menatap layar, matanya membelalak saat melihat pria yang familiar itu tersenyum di televisi-pria yang sama dengan suaminya, Arvan. Jantungnya seakan berhenti sejenak. Suara reporter melanjutkan, "Dan istrinya, tentu saja, adalah wanita yang selalu membuat dunia iri. Mereka tampak sempurna, dan kisah cinta mereka... luar biasa."
Arlena menunduk, memicingkan mata, lalu menatap layar lagi. Semua gambar yang ditayangkan, semua pujian yang terdengar-seseorang seakan sedang menceritakan kisah hidupnya sendiri. Dan yang lebih mengejutkan, mereka memanggil wanita itu dengan namanya: Arlena... tepatnya, nama yang sama dengan dirinya.
Ia menatap suaminya yang kini berdiri di belakang sofa, tersenyum tipis, seolah ia sudah mengetahui reaksi istrinya. "Aku tidak memberitahumu, karena aku ingin kamu menemukannya sendiri," katanya lembut. "Sekarang kamu tahu, kan?"
Arlena membeku, matanya mencari jawaban dalam tatapan Arvan. "Apa maksudmu...?" suaranya terdengar serak.
Arvan berjalan mendekat, menaruh tangan di bahunya. "Hidup kita mungkin terlihat sederhana bagi orang lain, Arlena. Tapi percayalah, di balik ini semua, ada alasan mengapa aku begitu... hadir. Dan ada alasan mengapa pernikahan ini harus terjadi dengan cara yang begitu mendadak. Semua untuk melindungi kamu... dan sesuatu yang lebih besar daripada kita berdua."
Arlena menelan ludah, dada terasa sesak. Ia ingin bertanya lebih jauh, tapi ada ketegangan yang membekap mulutnya. Suasana seolah dipenuhi misteri yang tidak bisa ia jelaskan. Ia merasa hidupnya berubah dalam sekejap-dari harapan sederhana menjadi labirin rahasia yang memusingkan.
Malam itu, Arlena sulit tidur. Bayangan senyum Arvan, siaran televisi, dan semua yang ia dengar menari-nari dalam kepalanya. Ia bertanya-tanya, siapa sebenarnya pria yang menikahinya? Mengapa pernikahan mereka begitu sempurna di luar, tapi penuh teka-teki di dalam? Dan yang paling penting... apa yang ia sembunyikan dari Arlena, istrinya sendiri?
Pagi berikutnya, Arlena bangun lebih awal. Matahari baru saja menembus tirai kamar, menyinari wajahnya yang pucat karena kurang tidur. Ia menemukan catatan kecil di meja dekat tempat tidurnya, ditulis dengan tinta hitam rapi:
"Arlena, aku tahu ini membingungkan. Tapi percayalah, kamu tidak akan pernah sendirian. Segalanya akan aku jelaskan... pada waktunya."
Tidak ada tanda tangan, hanya tulisan yang ia kenal: tulisan Arvan, rapi, elegan, seperti dirinya-selalu terkendali. Arlena memegang catatan itu, perasaan campur aduk antara takut, penasaran, dan sedikit lega. Ia tahu, meskipun pernikahan mereka penuh misteri, ia tidak bisa mengingkari satu hal: kehadiran Arvan memberinya rasa aman yang aneh.
Hari itu, Arlena memutuskan untuk berjalan-jalan di taman hotel. Udara pagi yang segar, bau bunga, dan kicauan burung seakan menenangkan pikirannya. Namun, ia sadar-tidak ada yang normal dalam hidupnya sekarang. Semua tampak biasa di luar, tapi setiap langkah, setiap tatapan, seolah diselimuti rahasia besar.
Ia berhenti di bangku taman, menatap kolam yang tenang, dan berbisik pada dirinya sendiri: "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang disembunyikan Arvan... dan mengapa aku merasa... semua ini baru permulaan?"
Sementara itu, jauh di sudut kota, Arvan mengawasi segala sesuatu dari layar pribadinya. Telepon, kamera, laporan-semuanya. Ia tersenyum tipis, menatap nama Arlena di daftar kontaknya. "Kamu akan mengerti, Arlena... semuanya akan jelas nanti. Dan ketika saat itu tiba, kamu tidak akan bisa menolak hidup ini bersamaku."
Dan begitu, kehidupan Arlena yang semula sederhana dan tenang berubah selamanya. Ia baru saja melangkah ke dunia yang penuh rahasia, misteri, dan cinta yang mungkin lebih kuat dari yang pernah ia bayangkan.