/0/3354/coverbig.jpg?v=2f453d8d94a2bdd99c5caf6dd79e83d9)
Gendis Kusuma Wicaksana terjebak perjodohan dengan Galaska Aruma. Namun, ia berhasil melarikan diri lantaran tidak ingin menjadi budak lelaki itu. Gilanya, ia malah kembali terjebak dalam pernikahan dengan lelaki bernama Evander Xavero si CEO ysng terkenal dingin dan kasar. Bagaimana kisah Gendis setelah menjadi istri Evander? Lalu, apakah Galaska diam saja ketika Gendis berhasil kabur? *** "Kamu itu kecil, bawel lagi." Evander Xavero "Jangan mentang-mentang ganteng, lo kepedean, ya." Gendis Kusuma "Dia milik gue dan selamanya milik gue." Galaska Aruma
Terjadi pertikaian di kediaman Agra Wicaksana. Seorang lelaki dengan setelan jas mahal memporak-porandakn isi rumah dengan menyuruh anak buahnya. Sementara sang pemilik rumah hanya bisa menatap dengan wajah memohon agar tidak.menghancurkan isi rumahnya. Belum lagi luka yang ia terima mengakibatkan darah dari sudut bibir merembes keluar dan beberapa luka lebam lainnya.
"Kamu masih belum mengerti cara melunaskan utang, Tuan Agra Wicaksana?" Lelaki itu mengintimidasi ruang tamu yang sudah berantakan. Kaki naik ke atas meja dan ditambah rokok menyala terselip di bibir.
Namanya Aditya Nugroho, lelaki dengan aura horor yang mendominasi.
Agra menunduk. "Maafkan saya, Tuan Nugroho. Tapi untuk melunasi utang sebanyak itu, saya tidak ada uang." Air mata lelaki itu jatuh. Mengingat apa yang sudah terjadi kepadanya akan berimbas kepada banyak orang, termasuk karyawannya di perusahaan dan juga putri semata wayangnya.
Ya, ia ditipu oleh orang kepercayaannya. Seorang bernama Aldo Veganzo, orang yang menjadi kaki tangannya, meminjam uang kepada Nugroho dan menjadikan jaminan perusahaan dan rumah milik Agra. Bukan utang yang sedikit, sangat banyak dan bisa membuat siapa saja terkejut mendengar jumlahnya. 5 miliar ditambah bunga.
Sangat keterlaluan!
Agra tidak tahu menahu. Lelaki itu tahu setelah Aldo dinyatakan menggelapkan dana perusahaan hingga bangkrut. Dari situlah, Aditya Nugroho datang meminta uangnya kembali bersama bunga.
Jumlah yang banyak itu tidak sanggup Agra kembalikan. Dengan begitu, ia harus rela mendekam di penjara dan juga rela rumah beserta perusahaan diambil alih oleh keluarga besar Nugroho.
Agra sudah meminta tenggang waktu untuk semua itu, sebulan. Namun, Aditya Nugroho tidak memberi waktu selama itu. Ia hanya memberi batas selama seminggu dan setelah seminggu ia akan meminta kembali haknya. Lantas, hari ini tepat sudah seminggu dari janji dan Agra tidak bisa melunasi.
"Kamu tahu apa yang kamu katakan ke saya? Beri waktu. Saya sudah beri waktu, tapi kamu tidak juga melunasinya. Itu berarti kamu akan mendekam di penjara." Aditya berdiri dari duduknya. Lalu menatap anak buahnya. "Apa polisi sudah datang?" tanyanya dengan tegas.
"Sudah di depan, Tuan." Anak buah Aditya Nugroho menjawab.
Kemudian lelaki tua berusia 60 tahun itu menatap Agra. "Bersenang-senanglah di penjara."
Baru saja Aditya melangkahkan kakinya dari ruang tamu, sebuah suara menyapa indra pendengarannya dari arah pintu.
"Papa, aku pulang." Perempuan cantik dengan mata bulat layaknya boneka, wajah imut dengan bulu mata lentik beserta dimple menghiasi keindahan mata Aditya.
"Hai, Cantik!" Aditya menyapa.
Perempuan bernama Gendis Kusuma Wicaksana itu menatap Aditya dengan kening mengkerut. Lantas setelahnya ia mendekat pada papanya yang terduduk di lantai.
"Papa!" teriaknya berlari menuju sang papa. Tangannya mengangkat wajah papanya dan air matanya menetes saat melihat luka-luka lebam di wajah Agra ditambah darah yang mengalir.
"Jangan pulang, Sayang. Lari," bisik Agra.
Gendis menggeleng. "Tidak, Papa. Apa yang terjadi sebenarnya." Gendis penasaran.
Aditya mendekat. "Dia putrimu?" Berjongkok di depan Agra dan Gendis.
"Jangan membawa-bawa putriku dalam masalah ini." Agra mencoba melawan. Ia tidak ingin putrinya menjadi korban dari semua kesalahannya. Ya, ia menganggap ini kesalahannya sebagai seorang ayah dan seorang pemimpin perusahaan. Ia tidak bisa menjadi yang terbaik.
Aditya tertawa. Tangannya mengelus rambut Gendis.
"Jangan kurang ajar, ya!" Gendis menepis tangan Aditya. "Kamu sudah tua bangka, jangan mencoba menggoda gadis muda." Gendis marah.
"Wah, anak muda zaman sekarang tukang marah, ya." Aditya mengganti tawanya menjadi senyum. "Saya punya kesepakatan, Tuan Agra. Saya harap.kamu setuju."
"Apa itu? Jika menyangkut putriku, mimpi saja." Agra masih melawan.
Helaan napas Aditya terdengara. "Padahal ini sangat menarik."
"Tidak akan menarik jika itu putriku." Agra marah.
"Baiklah, saya katakan saja." Bersedekap dada. "Utangmu akan lunas. Akan saya kembalikan perusahaan dan rumah ini kepada kalian jika kamu membiarkan saya membawa putrimu."
Agra melotot begitu juga dengan Gendis.
"Apa?" Agra memekik.
Sementara Gendis menatap kepada papanya dengan tatapan sulit diartikan. "Papa punya utang sama mereka?"
Agra terpaksa mengangguk. Toh, memang semua utang atas namanya, jadi sudah pasti semua akan menjadi utangnya.
"Gendis gak mau ikut dengannya. Gak mau!" Gendis memeluk Agra erat.
"Papa gak akan membiarkan kamu pergi dengannya, Gendis." Agra menyembunyikan Gendis di belakang tubuhnya.
"Pengawal, bawa gadis manis itu ke mobil." Aditya memberi perintah.
Gendis memeluk erat papanya sedangkan Agra menahan agar Gendis tidak dibawa pergi.
"Jangan bawa putriku!" Ia berteriak. Mencoba mendorong para pengawal yang mencoba mengambil putrinya dari dekapannya. "Jangan sentuh dia!"
Bug
Satu pukulan mendarat ke perut Agra lalu Gendis terlepas dan dibawa secara paksa.
"Utangmu akan lunas, tapi kamu akan tetap mendekam di penjara." Tawa Aditya Nugroho menggema.
"Lepaskan putriku!" Lalu tangan Agra diborgol oleh dua orang berseragam polisi.
Sementara Gendis dipaksa masuk ke dalam mobil.
"Lepaskan aku. Papa!" Gendis berteriak seraya memukul-mukul jendela kaca. Air matanya semakin menjadi-jadi saat melihat sang papa diseret oleh polisi.
"Kamu akan menjadi Nona di rumah besar Nugroho." Aditya Nugroho berkata dengan seringainya.
"Mimpi!" Gendis berteriak lantang.
***
Gendis dipaksa turun dari mobil lalu diseret masuk ke dalam rumah besar keluarga Nugroho. Di belakang Aditya mengikuti bersama beberapa pengawal yang keluar dari mobil berbeda darinya.
Saat tiba di ruang tamu, Gendis dipaksa berhenti dan menghadap tepat di depan seorang lelaki muda nan tampan. Namun, entah kenapa aura wajahnya mengisyaratkan kalau lelaki itu bukan orang baik.
"Papa, dia siapa? Calon istri baru Papa?" tanya lelaki itu seraya memperhatikan dengan saksama seorang Gendis.
Aditya menggeleng seraya duduk di sofa depan putanya.
"Tidak Galaska. Dia bukan calon istri papamu ini. Dia adalah calon istrimu." Aditya memamerkan senyum.
"Benarkah?" Galaska menyeringai.
Aditya mengangguk. "Tentu saja."
"Aku senang bukan main." Galaska tersenyum kepada Gendis, tapi Gendis justru mencibir dan meludah.
Galaska Aruma Nugroho. Itu nama lelaki tampan itu. Dia adalah putra sulung dari keluarga itu dan memiliki adik seorang perempuan bernama Erika Aurum Nugroho.
"Mimpi saja." Gendis sungguh tidak suka dengan keluarga itu apalagi tatapan mereka yang sangat tidak bersahabat.
Galaska bangkit dari duduk lalu mendekat kepada Gendis. "Jangan sombong, Cantik. Kamu sudah dinyatakan sebagai calon istriku, maka kamu harus menurut apa kataku."
"Tidak akan!" Gendis tidak suka diperintah oleh orang asing.
"Tidak akan? Maka kamu berada dalam neraka." Galaska memainkan rambut Gendis dengan jari-jarinya.
Gendis ingin menepis, tapi tangannya ditahan oleh dua pengawal yang setia mengikuti dan mencekal serata menyeretnya itu.
"Kamu jangan bermimpi untuk kabur dari ini, Nona Manis." Galaska mendekatkan wajahnya pada pipi Gendis.
Cup
satu kecupan singkat mendarat. Gendis semakin marah dan jijik kepada keluarga Nugroho. Apalagi saat ia mendengar tawa Aditya yang membahana di rungunya.
"Maka bermimpi juga untuk menikahiku, Tuan Brengsek!"
Cuih
Gendis meludahi pipi Galaska.
Galaska mengelap ludah Gendis yang mendarat di pipinya. "Kamu suka melawan juga, ya? Aku suka itu."
Gendis hendak memaki, tapi suara Galaska yang memerintahkan anak buahnya membuat lidah Gendis kelu.
"Kurung dia di gudang!"
"Baik, Tuan."
Gendis kembali berusaha memberontak saat ia diseret paksa, tapi kekuatan yang ia punya tidak bisa mengalahkan kedua pengawal yang mencekal tangannya.
Tidak ada pilihan lain selain terperangkap di keluarga besar Nugroho itu.
Nasib yang sudah jadi bubur, basi pula!
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.