Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Bahagiaku Bukan Denganmu
Bahagiaku Bukan Denganmu

Bahagiaku Bukan Denganmu

5.0
110 Bab
23.6K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Karena seringnya terjadi pertengkaran, dan tidak ada kecocokan lagi dengan istrinya Humaira Salsabila, akhirnya Imron memilih untuk menceraikannya. Imron lebih memilih menikah dengan Laras, yang kelihatannya jauh lebih cantik daripada Humaira. Manisnya madu hanya di awal, setelah menjalani pernikahan bersama Laras, barulah Imron menyadari, ternyata Laras tidak bisa melakukan tugas rumah tangga sebaik Humaira. Tanpa Imron sadari ternyata Laras memiliki rahasia yang tak' diketahuinya, hal ini menjadi masalah besar di kemudian hari. Pada suatu hari, Imron bertemu kembali dengan mantan istrinya yang kini jauh lebih cantik dari sebelumnya, Imron ingin kembali kepadanya. Akankah Imron bersatu kembali lagi dengan Humaira? Atau masih bertahan bersama Laras? Sepandai-pandainya Laras menyimpan rahasia, akhirnya terbongkar juga, bagaimana tanggapan Imron tentang ini? Yuk simak Ceritanya!

Bab 1 Perceraian

Pagi hari setelah melaksanakan kewajiban dua rakaat, Humaira beranjak menuju dapur untuk mempersiapkan sarapan seperti biasanya.

Namun, ia tidak mendapatkan makanan sama sekali yang bisa dimasak.

Humaira tak kehilangan akal, ia pun pergi ke halaman belakang untuk mengambil ubi kayu dan mengambil daunnya untuk ia masak nanti.

"Bang, aku minta uang, enggak ada lagi persediaan makanan di dapur, semuanya telah habis, gas juga mau. habis," ucap Humaira kepada suaminya yang baru bangun tidur.

"Alah ! uang terus yang ada di otak Kamu, baru seminggu yang lalu aku kasih lima puluh ribu, sekarang sudah minta uang lagi, dasar boros ! " ucap Imron seraya pergi ke kamar mandi, untuk mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor.

"Ya sudah, hari ini aku enggak bisa masak apapun, jangan salahkan aku," teriak Humaira, ia Jengkel menghadapi suami pelit seperti Imron.

Imron telah selesai mandi, ia sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor, dengan setelan jas berwarna hitam dan kemeja lengan panjang berwarna biru muda, dilengkapi dasi panjang dan sepatu kulit berwarna hitam.

Imron menyemprotkan minyak wangi ke beberapa bagian tubuhnya, wajahnya memang tampan, dan berhidung mancung, rambut nampak klimis, ia nampak berseri-seri.

Humaira merebus ubi, ia juga membuat secangkir kopi.

Imron telah siap, dan ia pun duduk di ruang makan.

"Huma ... ! Mana sarapan ? Sudah siang begini belum ada apa-apa di meja makan, dasar pemalas ! " teriak Imron, ia memukul meja makan.

Humaira datang membawa singkong rebus dan secangkir kopi panas.

"Ini sarapan!" hardik Imron, suaranya menggema memekakkan Indra dengar.

Imron melemparkan singkong yang ada di hadapannya, sehingga berhamburan ke lantai.

Humaira terkejut melihat pemandangan di depan matanya, segera ia membereskan kekacauan yang baru saja terjadi dengan air mata yang jatuh berlinang.

Imron hanya meminum seteguk air kopi, tanpa mempedulikan istrinya yang berada dihadapannya, ia segera beranjak menuju ke kamar untuk mengambil kunci motor.

"Kan' tadi sudah kubilang, enggak ada apa-apa lagi di dapur, yang ada cuma itu, makanya, Abang kasih aku uang !" ucap Humaira dengan suara parau, ia sangat kesal dengan sikap suaminya itu.

"Hari ini enggak ada uang belanja, lebih baik aku sarapan di kantor saja." jawab Imron.

Imron menghidupkan motor dan berlalu pergi begitu saja, tanpa pamit dan juga salam.

Bukan hanya sekali dua kali, Imron menyakiti hati Huma, namun ia bertahan demi mempertahankan rumah tangganya.

Tak lama kemudian, Humaira pergi ke warung Mpok Leha, walaupun dengan perasaan malu, ia memberanikan diri untuk berhutang.

Sementara Imron sedang menikmati sarapan pagi di warung nasi dekat dengan tempat kerjanya.

Ia menyantap nasi uduk buatan Bik Jum yang terkenal sangat enak dan nikmat, dengan begitu lahapnya.

"Mpok ! Apa boleh Saya ngutang dulu ? Beras satu kilogram, gas, dan tempe satu saja ! " ucap Humaira penuh harap.

"Ngutang terus kamu Huma, yang kemaren saja belum di bayar, ini sudah mau nambah ! " Jawab Mpok Leha kesal.

"Nanti kalau sudah ada rejeki, saya bayar Mpok,

" balas Huma memelas.

"Oke ! Aku beri waktu seminggu, harus sudah Kamu lunasi semuanya," ucap Mpok Leha.

"Baik Mpok, akan saya usahakan" balas Huma.

"Pokoknya aku enggak mau tahu, jangan cuma janji-janji saja, ingat itu !" Seru Mpok Leha.

"Baiklah Mpok Insya Allah ! Saya akan bayar semuanya," jawab Humaira.

Akhirnya Huma pun pulang dengan belanjaan yang tak seberapa itu, asal bisa mengganjal perut suaminya malam nanti.

Humaira segera membereskan rumah, menyapu, ngepel, mencuci baju dan memasak tempe sedikit, sisanya mau dimasak sore nanti menjelang Imron pulang.

Setelah sarapan, Humaira berkeliling kampung, untuk menawarkan jasa mencuci baju, menyetrika, atau apa saja yang bisa menghasilkan uang.

Setelah seharian berkeliling, sudah ada seratus ribu rupiah, ada sekitar lima rumah yang memakai jasanya, dari sekian banyak yang ia datangi.

Sebelum pulang ke rumahnya, Humaira membayar utang ke warung Mpok Leha terlebih dahulu.

"Ini Mpok utangku yang tadi, sekalian sama yang kemarin."

Humaira menyerahkan selembar uang merah kepada Mpok Leha.

"Tumben lu, cepat banget bayarnya, nih kembaliannya."

Mpok Leha menyodorkan uang kembalian sebesar dua puluh ribu rupiah.

"Iya, Sudah ada rezekinya Mpok ! "

Humaira tersenyum, ia pun mengambil uang kembalian yang diberikan oleh Mpok Leha dan berlalu pergi.

Sesampainya di rumah, Humaira membersihkan badannya kemudian melaksanakan kewajiban empat rakaat di sore hari, lalu ia beranjak ke dapur untuk memasak.

Humaira mengolah tempe tadi menjadi tempe goreng tepung, dan menumis bunga pepaya yang tadi dipetiknya dari depan rumah.

Halaman rumah yang tidak seberapa luas itu, Humaira manfaatkan dengan bercocok tanam.

Ia menanam pepaya, berbagai jenis cabe, kacang panjang, ubi kayu, bayam, dan aneka rimpang seperti jahe, kunyit, lengkuas, dan lain-lain.

***

Tin...

Tin...

Imron membunyikan klakson, suaranya mengagetkan Humaira yang sedang termenung, iya bun bergegas menuju ke halaman untuk membuka untuk membuka pintu pagar.

"Lama kali kau membukakan pintu pagar, ngapain saja kau?" hardiknya.

"Maaf, Bang!" jawab Humaira.

"Sudah sana siapkan air hangat buat mandiku, habis itu siapkan makanan, sudah lapar aku," ucap Imron.

"Iya, Bang tunggu sebentar."

Humaira bergegas ke dapur untuk memasak air hangat dan menyiapkan makanan untuk suaminya.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Imron menuju ke ruang makan, dan membuka tudung saji.

"Makanan apa pulak ini? Tak' mau aku makan, enggak selera aku, suami capek pulang kerja, ini yang kau suguhkan buat aku, dasar istri enggak guna."

Dengan kasar imron membalikkan meja makan dengan penuh emosi, sehingga berhamburan semua makanan yang ada di situ.

Humaira terkejut melihat semua itu, air matanya jatuh berderai, tak sanggup rasanya ia berkata apapun lagi.

Pengorbanan nya selama ini tidak pernah dihargai oleh suaminya.

"Itulah yang Kau bisa, kerjaannya cuman nangis terus, kalau begini caranya, lebih baik kita masing-masing," hardik Imron.

"Hari ini, detik ini juga, Kau aku talak wahai Humaira Salsabila," tekan Imron.

" Benarkah apa yang kamu ucapkan itu bang?" ucap humaira dengan terisak.

"Kenapa semudah itu kau ucapkan kata itu Bang? Tak bisakah kita perbaiki semuanya," imbuhnya lagi masih tersedu.

"Alah merengek pula kau, sudah tak mempan aku, sekarang juga kau angkat kaki dari rumahku dan jangan bawa apa-apa selain baju-baju butut kamu," ucap Imron kian meradang.

"Baiklah, jika itu keinginanmu, aku akan segera bersiap."

Humaira segera mengemasi barang-barangnya, sebelum pergi ia menyempatkan untuk sholat Maghrib terlebih dahulu.

"Alah pake sholat dulu, kelamaan," ucap Imron begitu melihat Humaira sedang sembahyang.

'Kurasa tiada guna aku bertahan, apalagi harus memohon, sudah seringkali dia menyakiti hatiku seperti ini, namun aku tetap bertahan dan bersabar, mungkin perpisahan ini lebih baik daripada saling menyakiti perasaan, atau tidak adanya kenyamanan kedua belah pihak.' batin Humaira.

"Sudah sana pergi, engga usah drama..." usir Imron.

"Nanti surat cerai nyusul, akan aku kirimkan ke rumah orang tuamu" ucapnya lagi.

Humaira segera beranjak pergi, tak mau lagi berlama-lama, karena percuma saja memohon, untunglah aku belum memiliki anak dengan nya.

Ketika ia hendak membuka pintu, tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di depan pintu, dalam hati Humaira bertanya-tanya, siapakah wanita dihadapannya itu.

"Laras..." Pekik Bang Imron kaget.

"LARAS? Siapa dia Bang?" tanya Humaira.

"Dia pegawai baru di perusahaanku," jawab Imron.

"Ngapain kamu kesini? Kan bisa urusan kantor diselesaikan besok saja," ujar Imron.

"Aku kesini mau menanyakan kejelasan hubungan Kita," Laras menatap Imron tajam.

"Aduh, apa pula kamu ini," balas Imron yang mulai gusar.

"Ini, coba lihat!"

Laras menyerahkan selembar kertas surat pernyataan dari dokter kepada Imron.

"Kamu hamil?"

Imron terkejut melihat surat pernyataan dari dokter yang diberikan oleh Laras.

"Oh! Jadi begini kelakuanmu di luaran Bang! Baiklah sudah jelas semuanya sekarang,"

Humaira mulai tersulut emosi.

'Pantas saja dengan mudahnya ia mengucapkan kata talak,' batin Humaira, ia pun segera berlalu pergi, tak mau lagi berlama-lama melihat suaminya yang pelit bersama selingkuhannya.

"Dan jangan lupa, aku tunggu surat cerai darimu" ucap Huma sambil menahan air matanya agar jangan sampai terjatuh di depan mereka.

"Baguslah! Tidak ada lagi halanganku untuk mendekati Bang Imron," ucap Laras dengan penuh kemenangan.

Humaira pun menghentikan langkahnya kemudian menoleh dan berkata, "Baiklah silahkan kalian bersenang-senang kalian memang cocok dan serasi."

Humaira mengatur nafas agar tak meledak kemarahannya itu.

Humaira selalu diam bila selama suaminya marah atau berbuat kasar kepadanya, tapi tidak untuk sekarang, ini tidak bisa dibiarkan.

"Kau!"

Imron menghampiri Humaira, ia hendak menamparnya, dengan cepat Humaira menghindar, sehingga tamparannya meleset.

"Tak kubiarkan lagi kamu menyakitiku, Bang ! aku sudah bukan istrimu lagi," ucapnya.

Humaira pun berlalu pergi tanpa menoleh lagi ke belakang, ia meninggalkan rumah penuh duka itu.

Ternyata, ada beberapa kamera yang mengabadikan kejadian barusan, beberapa tetangga di sekitaran komplek rumah kami, karena mereka mendengar kami ribut-ribut.

"Apa ini, kalian bubar semua..." ucap Bang Imron kepada tetangga yang selalu ingin tahu urusannya itu.

"Hu... ! " teriak mereka kompak

"Eh ! Bang Imron, enggak baik berduaan dengan wanita yang bukan muhrim," ucap Bu Romlah.

"Ayo ibu-ibu kita usir wanita ini, sebelum terjadi yang tak diinginkan," ucap yang lain.

"Eh... Eh apa-apaan ini engga bisa, aku ini calon istri Bang Imron, kalian ga bisa seenaknya" ucap Laras

"Dasar pelakor tak tau malu" ucap yang lain.

Next

_____

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY