Istri pertama, cinta pertama dan terakhir itulah yang selalu Mas Juna gaungkan dalam biduk rumah tangganya dengan Alena. Tetapi bila kenyataan berbanding terbalik, sanggupkah Alena menerima Mas Juna atau melakukan balasan yang setimpal untuknya?
Istri pertama, cinta pertama dan terakhir itulah yang selalu Mas Juna gaungkan dalam biduk rumah tangganya dengan Alena. Tetapi bila kenyataan berbanding terbalik, sanggupkah Alena menerima Mas Juna atau melakukan balasan yang setimpal untuknya?
Part 1
"Mas, ada telpon!" teriakku dari kamar, karena Mas Juna sedang sibuk memasak di dapur. Dia tidak mendengar panggilanku. Aku pun berinisiatif untuk mengangkat telpon itu sambil berjalan kearah Mas Juna yang sibuk dengan panci dan bumbu dapur lainnya, kulihat dengan cekatan ia memasak masakan kesukaanku dengan lihai, tapi tiba-tiba saja pemandangan romantis itu teralihkan karena aku mendengar suara anak laki-laki yang memanggil 'papa' dalam suara telpon. Kulihat kembali siapa yang menelpon dan memastikan bahwa tidak ada orang yang salah menelpon ke nomor suamiku.
Tertera di sana, Pak Abdul, tapi kenapa suara anak laki-laki yang memanggil papa?
[Siapa?] tanyaku, memastikan siapa lawan bicara di seberang sana.
[Papa mana?] tanya anak itu dengan pertanyaan juga.
"Siapa dek?" Tanya Mas Juna, lalu mengulurkan tangannya meminta hp tersebut.
Aku memberikannya pada Mas Juna, dengan tatapan bingung dan penuh tanda tanya.
"Dia bilang, papa mana?" jawabku meniru pertanyaan anak kecil tadi.
Mas Juna langsung memucat, salah tingkah, tanpa menjawab pertanyaanku, ia mulai berbicara dengan si penelpon, Setelah pembicaraannya selesai, aku segera memberondonginya dengan pertanyaan.
"Siapa yang menelpon?" tanyaku penasaran.
"Pak Abdul, sekertaris perusahaan." jawabnya kaku dengan memalingkan wajah. Tidak seperti biasanya Mas Juna kalau berbicara denganku pasti menatapku dengan penuh cinta dan mesra. Perusahaanku memang rata-rata laki-laki sampai sekertaris pun, aku meminta pada papaku menyediakan laki-laki. Ini untuk menghindari perselingkuhan yang biasanya terjadi antara atasan yang di lakukan dengan bawahannya, apalagi Mas Juna idaman para wanita, kaya, mapan, tampan.
"Anak kecil tadi siapa?" tanyaku menuntut penjelasan.
"Oh, dia keponakannya Pak Abdul, katanya salah nelpon di kira nomor Ayahnya" jawab Mas Juna gelagapan.
Kenapa tingkah Mas Juna tidak seperti biasanya? Apa ada yang dia sembunyikan dariku hingga tingkahnya aneh begitu? Aku curiga jangan-jangan dia berbohong padaku.
"Dek, kok ngelamun, yuk makan!" ajaknya, lalu berjalan kearah meja makan tanpa menggandeng tanganku. Selama dua tahun pernikahan, ia akan selalu menggandengku kemanapun pergi, meskipun hal kecil sekalipun, bergandengan tangan di dalam rumah mau ke kamar bareng, ke ruang keluarga kami akan selalu menggemgam atau sekedar bergandengan tangan sudah menjadi kebiasaan sejak lama bagi kami, apalagi pergi jalan-jalan Mas Juna akan selalu mesra padaku. Tapi kenapa dengan hari ini, Apa dia lupa, atau ada hal lainnya?
"Eh, Iya Mas, yuk" jawabku, lalu mengikuti langkah lebarnya. Dan aku pun mematung saja di samping Mas Juna.
"Kenapa tidak duduk?" tanyanya dengan bingung karena melihatku masih berdiri saja.
Ah, bukannya biasanya dia akan menarikkan kursi untukku, lalu berucap dengan mesra selamat makan sayang, makan yang banyak dengan tatapan penuh cinta. Sebenarnya apa yang di pikirkannya hingga melupakan kebiasaan-kebiasaan kecil kami?
"I-iya Mas." Aku menghembuskan nafas kasar, lalu duduk dan menyendok nasi serta lauk pauk yang sudah tersedia. Aku memainkan sendok hingga menimbulkan bunyi dentingan yang mengisi ruang makan ini. Masakan Mas Juna yang biasanya terasa nikmat di lidah dan menggugah rasa laparku kini terasa hambar, seperti masakan yang kurang garam atau penyedap rasa lainnya. Atau karena aku merasa ada yang aneh dengan tingkah Mas Juna yang berubah?
"Dek, aku berangkat kerja dulu ya," setelah menyelesaikan sarapannya ia langsung meluncur tanpa menghiraukan panggilanku. Kenapa kamu Mas Juna? Kenapa terburu-buru, ini bukan sifat kamu.
Aku menenangkan pikiranku dengan melakukan pekerjaan rumah mulai dari berkemas dan merapikan kamar kami. Tetapi sikap Mas Juna yang mulai berubah, membuat pikiran itu kembali mengusik. Lalu hati berprasangka baik, mungkin saja Ia sedang banyak pikiran, hingga ia lupa kebiasaan-kebiasaan kecil kami.
Suara bel berbunyi membuyarkan lamunanku tentang sikap Mas Juna, aku pun bergegas melihat kedepan, dengan agak sedikit berlari aku segera menghampiri pintu depan, karena kamarku terletak di lantai dua membuat sedikit lama untuk sampai ke teras, suara bel pun seperti di pencet berkali-kali menandakan sangat mendesak sekali. Siapa sebenarnya yang bertamu sepagi ini? Aku mengomel lirih karena sepertinya tamu itu tidak sabaran sekali.
Segera ku buka pintu depan dengan nafas menahan emosi karena bel rumahku seperti akan mau putus urat kabelnya. Setelah terbuka, Kulihat wanita cantik dengan pakaian yang menunjukkan lekukan tubuhnya. Wajah ayu nya terpoles sempurna oleh make up dengan bibir merah menyala.
"Cari siapa?" tanyaku ramah dengan menyunggingkan senyuman.
Tanpa ijin dariku, wanita itu menerobos masuk dengan langkah yang sangat angkuh, kakinya ia hentakkan dan dagunya ia angkat layaknya Nyonya besar sedang memandang remeh kepada pembantunya, seperti di sinetron ikan terbang.
"Bagus juga rumahmu ya!" ia mulai berbicara tanpa aku faham arah pembicaraannya. Dan tentu saja apa yang di katakannya memang benar, rumah ini hasil kerja kerasku, tanpa bantuan papa ku yang kaya raya saja aku bisa membeli rumah mewah dan mobil yang di naiki Mas Juna sekarang pun mobil hasil kerja kerasku.
"Maksud Ibu apa ya?" tanyaku masih dalam kebingungan.
"Istri kedua, kau tidak mau aku sebut sebagai pelakor kan!?" ucapnya dengan angkuh sambil memegang daguku. Dengan tatapannya yang nyalang seakan-akan ingin membunuhku.
Hatiku terasa tertusuk ribuan belati, bukan. bahkan ratusan ribu kalipun sakitnya masih teramat sakit. Kutatap mata nyalang itu dengan penuh kebingungan dan kekecewaan yang bercampur aduk, siapa sebenarnya wanita ini, apa ia istri pertama Mas Juna? Tapi, bukankah Mas Juna bilang Ia masih lajang?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
‘Ikuti terus jatuh bangun perjalanan Sang Gigolo Kampung yang bertekad insyaf, keluar dari cengkraman dosa dan nista hitam pekat. Simak juga lika liku keseruan saat Sang Gigolo Kampung menemukan dan memperjuangkan cinta sucinya yang sangat berbahaya, bahkan mengancam banyak nyawa. Dijamin super baper dengan segala drama-drama cintanya yang nyeleneh, alur tak biasa serta dalam penuturan dan penulisan yang apik. Panas penuh gairah namun juga mengandung banyak pesan moral yang mendalam.
Selama sepuluh tahun, Delia menghujani mantan suaminya dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, hanya untuk mengetahui bahwa dia hanyalah lelucon terbesarnya. Merasa terhina tetapi bertekad, dia akhirnya menceraikan pria itu. Tiga bulan kemudian, Delia kembali dengan gaya megah. Dia sekarang adalah CEO tersembunyi dari sebuah merek terkemuka, seorang desainer yang banyak dicari, dan seorang bos pertambangan yang kaya raya, kesuksesannya terungkap saat kembalinya dia dengan penuh kemenangan. Seluruh keluarga mantan suaminya bergegas datang, sangat ingin memohon pengampunan dan kesempatan lagi. Namun Delia, yang sekarang disayangi oleh Caius yang terkenal, memandang mereka dengan sangat meremehkan. "Aku di luar jangkauanmu."
Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.
Pada hari ulang tahun pernikahan mereka, simpanan Jordan membius Alisha, dan dia berakhir di ranjang orang asing. Dalam satu malam, Alisha kehilangan kepolosannya, sementara wanita simpanan itu hamil. Patah hati dan terhina, Alisha menuntut cerai, tapi Jordan melihatnya sebagai amukan lain. Ketika mereka akhirnya berpisah, Alisha kemudian menjadi artis terkenal, dicari dan dikagumi oleh semua orang. Karena penuh penyesalan, Jordan menghampirinya dengan harapan akan rujuk, tetapi dia justru mendapati wanita itu berada di pelukan seorang taipan yang berkuasa. "Ayo, sapa kakak iparmu."
© 2018-now Bakisah
TOP
GOOGLE PLAY