Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Married by Accident
Married by Accident

Married by Accident

5.0
65 Bab
391 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Hidup Clara hancur setelah kesuciannya direnggut oleh dosennya sendiri. Ia sama sekali tak layak disebut gadis lagi, karena dirinya kini menyandang gelar mantan gadis. Laki-laki yang telah menodainya tak mau bertanggung jawab. Ia malah melempar kesalahannya pada Dev, mahasiswa jurusan hukum di Universitas Manura. Ia terpaksa menikah dengan Dev, laki-laki yang sama sekali tak ia cintai. Padahal dirinya sudah memiliki kekasih yang baik. Lambat laun ... ia mulai menyukai Dev karena ia berjanji akan membawa kasus ini ke badan hukum setelah ia sarjana nanti. Akan tetapi, takdir terkadang seperti permainan. Banyak rahasia besar yang disembunyikan oleh Dev. Hal itu membuat rumah tangganya dengan Clara penuh prahara. Akankah Dev berhasil memberikan keadilan pada Clara? Akankah cinta Clara bisa mempertahankan rumah tangganya dengan Dev? Akankah ia bertahan, atau justru ia kalah dan memilih untuk pergi?

Bab 1 Panggilan Dosen

"Mungkinkah aku meminta, kisah kita selamanya. Tak terlintas dalam benakku, bila hariku tanpamu. Segala cara telah kucoba pertahanan cinta kita, selalu kutitipkan dalam doaku, tapi ku tak mampu melawan restu ...."

Clara terus mengulang lirik yang sama dari lagu berjudul Melawan Restu dari Mahalini tersebut. Karena lagu itu sangat mewakili perasaannya saat ini. Ia tidak direstui menikah dengan pacar beda agamanya yang bernama Algo.

Ya ... mereka sudah berpacaran sejak dua tahun yang lalu. Mereka bertemu ketika Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus).

Algo merupakan kakak angkatan Clara yang merupakan ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang dikenal dengan ketampanan dan sikap dinginnya. Bahkan banyak yang memanggilnya kulkas berjalan.

Kala itu, secara tidak sengaja ... Clara sudah menumpahkan minuman dingin ke almamater milik Algo. Alhasil laki-laki itu marah dan memintanya untuk mencuci. Ia pun menurut saja, pasalnya memang ia yang salah.

Ia sering dihukum oleh Algo karena alasan dendam. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Ia mulai menyukai Clara karena sikapnya yang berbeda dari gadis lain. Ia mampu memikat hatinya dalam waktu yang singkat. Wonderful!

Setelah kejadian itu ... mereka sering bertemu dan menjadi semakin dekat. Hingga akhirnya, mereka memutuskan untuk pacaran. Namun, hubungan mereka dipenuhi bara api karena terhalang restu orang tua. Pasalnya, mereka berbeda keyakinan dan tetap bersikukuh untuk mempertahankan kepercayaan masing-masing.

"Kalau saja Mama sama Papa memberikan restu untuk hubungan Clara, mungkin sekarang Clara nggak akan kabur dari rumah," gumamnya dalam hati.

Ia menghela napas panjang dan mulai memejamkan mata. Karena hari ini ia menginap di kos sahabatnya, Caca. Hatinya gundah setiap kali hubungannya dengan Algo ditentang orang tua.

"Ra, kamu udah tidur?" tanya Caca.

Ia mengambil selimut untuk sahabatnya ini. Kemudian, menyelimutkannya ke tubuh gadis itu.

"Belum," jawabnya.

Ia hanya memejamkan mata untuk menenangkan diri. Batinnya sangat lelah dan tertekan.

"Cepetan tidur, besok kita harus berangkat kuliah pagi. Soalnya besok ada Pak Arya. Duh ... jadi nggak sabar pengen cepet-cepet ngampus," ujar Caca.

Matanya berbinar seperti rembulan malam. Senyum di bibirnya terukir sempurna. Karena ia merupakan salah satu fans fanatik dosen tampan itu. Tidak hanya tampan, tapi juga ... penuh rahasia.

"Ra, kamu kok diam aja? Aku lagi ngomong sama kamu, loh."

Ia menatap Clara penuh tanda tanya. Pasalnya hari ini ia terlihat tak bersemangat sama sekali. Bahkan ia datang ke rumah kosnya secara tiba-tiba. Itu pun langsung nyelonong masuk tanpa salam atau pun sepatah kata.

"Aku denger, kok. Lagi nggak mood jawab aja," celetuknya.

"Kamu ada masalah sama Mama kamu lagi?" tanya Caca penasaran.

Pasalnya ia tahu jika hubungan Clara dan Algo ditentang oleh orang tua mereka masing-masing. Hanya saja ... mereka tetap berhubungan. Karena sudah terlanjur jatuh cinta. Namun, apakah cinta bisa bertahan selamanya?

"Kamu pasti tahu sendiri jawabannya, 'kan?"

Ia mendengus kesal. Karena perkataan mamanya tadi pagi sangat menusuk hati. Dengan tega ia mengatakan jika Clara anak durhaka. Tapi ia juga tak bisa membohongi perasaannya sendiri. Ia telanjur jatuh cinta pada Algo.

"Makanya akhiri aja hubungan kamu sama Algo. Lagi pula kalian nggak akan pernah bisa bersama, Ra. Ingat! kalian beda keyakinan. Seamin tapi tak seiman," peringat Caca.

"Nggak bisa, dong. Aku sama Algo udah dua tahun pacaran. Masak iya harus putus gitu aja. Apakah hanya karena masalah keyakinan. Aku mau kok masuk ke agamanya dia," sahut Rara.

Caca menatap sahabatnya ini penuh arti. Di satu sisi ia terharu dengan kisah cinta mereka yang langgeng. Namun di sisi lain ia tak mau sahabatnya menjadi murtad (keluar dari agama Islam).

"Jangan ngomong gitu, Ra. Kamu nggak boleh jadi murtad. Nggak takut siksa api neraka apa?"

"Kemarin aja bilangnya nggak mau masuk agama Algo, kenapa sekarang berubah pikiran?"

Ia geleng-geleng kepala melihat sahabatnya yang terlihat santai dan penuh keyakinan melontarkan kata-katanya.

"Tahu ah, mendingan kita tidur aja. Besok pasti Pak Arya bakalan nunjuk aku lagi buat maju. Menyebalkan emang tuh dosen," kesal Clara.

"Harusnya kamu seneng dong, itu tandanya Pak Arya perhatian sama kamu. Atau jangan-jangan ...."

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba ponsel Clara bergetar.

Drt ... drt ... drt ....

"Ra, ponsel kamu bergetar tuh. Kali aja ada notifikasi penting," tunjuk Caca pada benda pipih di meja belajar.

"Siapa sih yang ganggu malam-malam begini? Nggak tahu apa lagi sedih," gerutunya.

Ia memasang muka cemberut. Karena pasti itu hanya pesan dari nomor tidak dikenal yang menawarkan pinjaman dana. Hal itu sudah biasa ia terima akhir-akhir ini. Padahal ia tak merasa ingin menjadi pengusaha, tapi notifikasi itu selalu muncul di layar ponselnya.

"Buka aja, Ra! Kalau ternyata itu dari pacar bucin kamu itu bagaimana? Nanti dia ngambek loh, kalau kamu cuekin. Ntar diambil orang gimana?"

Karena perkataan Caca barusan, ia langsung beranjak dari kasur dan mulai mencari benda pipih berwarna merah muda itu.

"Yeay, kalau tentang Algo aja cepetnya ngalahin macan tutul," ejek Caca.

Ia geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya yang tak pernah berubah.

Saat membuka layar ponsel, ia tertegun. Ia pun mengernyitkan dahinya bingung. Pasalnya ini tak biasa ia terima. Sangat asing.

"Siapa, Ra?" tanya Caca penasaran.

Pak Arya

BESOK TOLONG TEMUI SAYA DI GUDANG KAMPUS. JANGAN SAMPAI TERLAMBAT. KARENA INI MENYANGKUT NILAI IPK KAMU. SATU LAGI, DATANG SENDIRI! JANGAN BAWA TEMAN!

Ia masih membaca pesan singkat, tapi panjang itu secara berulang-ulang untuk menyadarkan dirinya sendiri. Karena ini sangat aneh dan ambigu.

"Clara! Siapa yang mengirim pesan? Jangan bikin penasaran, kenapa?" kesal Caca. Ia mulai beranjak dan melihatnya sendiri.

"Ya ampun, Clara. Demi apa Pak Arya ngirim pesan malam-malam begini? Kami disuruh ke gudang lagi. Pasti disuruh beres-beres, soalnya kan kemarin kamu absen," tebak Caca.

Ia menertawakan sahabatnya yang masih berdiri mematung. Ia masih mencerna maksud pesan dosennya ini. Karena ini pertama kalinya sang dosen mengirimkan pesan padanya.

"Clara, kok malah bengong sih!" sergah Caca kesal.

Pasalnya ia tak bereaksi apa pun. Jika saja itu mahasiswi lain, pasti langsung jingkrak-jingkrak saking senengnya.

"Aku malah ngerasa aneh sama nih dosen. Nggak biasanya ngirim pesan kayak gini. Apalagi memakai kalimat yang dibold," ucap Clara penuh curiga.

"Ya ampun, Ra. Positive thingking, kenapa? Bisa jadi kamu bakal dipersunting di dalam gudang, maybe."

Ia masih tak kuat menahan tawa. Pasalnya ekspresi Clara menunjukkan jika gadis itu kurang nyaman dengan pesan dari dosen tampan tersebut.

"Hitung-hitung cari keuntungan, Ra, bisa bertemu dosen tampan secara privat. Walaupun hanya di dalam gudang," ejeknya. Ia nyengir tak berdosa. Ingin rasanya menonjok mukanya, tapi ia tahu jika Caca adalah sahabat paling baik.

"Kayaknya Pak Arya punya maksud terselubung, deh. Apa iya ... ada dosen yang menyuruh mahasiswanya menemui di gudang? Kenapa tidak di kantor dosen saja? Aneh nggak, sih?"

Pertanyaan itu terus bergejolak dalam pikirannya. Ia bukan gadis bodoh yang akan menganggap itu hal yang wajar. Karena hanya dosen itu yang sikapnya aneh padanya. Hal itu membuatnya kurang nyaman saat di kampus.

"Iya juga ya, Ra. Perasaan ya dosen kalau mau manggil mahasiswanya pasti ke ruang dosen. Tapi ini kok beda sendiri. Atau ... Pak Arya ingin berbeda dari yang lain? Kan dia paling tampan tuh di antara semua dosen. Bisa jadi kebijakan yang diterapkan juga beda," pikir Caca.

Tak tahu benar atau salah yang penting berkomentar. Karena mahasiswi kedokteran penuh dengan ambisi dan suka mengkritik orang lain, tapi ... hal itu hanya berlaku untuk mahasiswi seperti Caca.

"Tahu, ah. Kita lihat saja besok. Sekarang ayo tidur, mataku sudah nggak kuat nahan rindu," ucapnya.

"Gadis aneh, mana ada yang merasakan rindu itu mata. Mata gunanya untuk melihat Clara. Aku jadi curiga bagaimana cara kamu bisa masuk fakultas kedokteran. Fungsi mata saja kamu nggak tahu," sergah Caca.

Namun, Clara sudah terlelap dalam dunia mimpinya. Ia cepat sekali tidurnya. Padahal baru lima menit mereka mengobrol. Caca pun membenarkan selimut sahabatnya, kemudian menyusul tidur di sampingnya.

Ia pun memikirkan hidupnya sendiri yang sulit mendapatkan cinta. Padahal ... wajahnya tidak jelek-jelek amat. Tapi entah mengapa tidak ada laki-laki yang mendekati dirinya.

Dulu sewaktu Ospek, ia pernah berkenalan dengan seseorang dan menyukainya. Namun, ternyata dia sudah berada di pelukan orang lain. Memang ... kapan datangnya cinta tidak ada yang tahu. Karena semua akan indah sesuai takdirnya masing-masing.

"Have a nice dream, Clara."

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY