Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Melamar Anakku Sendiri
Melamar Anakku Sendiri

Melamar Anakku Sendiri

5.0
47 Bab
3.4K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Ketika sudah ada benih dalam perutnya, Dominik Fedorov membawa wanita pujaan hati menemui keluarga untuk menikah. Tapi sesuatu terjadi, mobil mereka dihalang dan beberapa orang menculik sang wanita. Dominik melakukan segala cara untuk mencari sang wanita, tapi tidak berhasil. Beban keluarga yang selalu menekannya untuk segera menikah membuat Dominik semakin frustasi. Seakan takdir menyatukan mereka Dominik bertemu kembali dengan wanita itu setelah puluhan tahun dalam sebuah pertemuan. "Larisa, apakah ini kau?" "Dominik, sedang apa kau di sini?" "A-aku ... aku ingin melamar seorang gadis."

Bab 1 Cinta Yang Bergolak.

Di balik sebuah dinding kaca gedung apartemen lantai sepuluh, berdiri sosok pria berambut cokelat, bertubuh tinggi semampai sedang menatap indahnya kota dengan tangan memegang gelas isi brandy. Atasan tubuh yang telanjang memperlihatkan otot-ototnya yang selalu membuat para wanita terpikat.

Clek!

Bunyi pintu terbuka membuat pria bernama lengkap Dominik Fedorov itu menoleh. Rahangnya yang berbulu tampak mempesona. Bibirnya yang tipis tak bergerak saat menelan minumannya hingga habis. Mata abu-abunya menyipit saat menatap wanita cantik bertubuh tinggi yang baru saja keluar kamar mandi.

Gaun hitam wanita itu tipis hingga memperlihatkan tubuhnya yang seksi. Mata cokeklatnya sedang mencari-cari, tapi langsung berhenti begitu siluet pria yang paling dicintainya terlihat.

"Dom, kau tidak ingin membersihkan diri?"

Pria itu meletakkan gelasnya di atas meja kemudian menghampiri wanita itu. "Aku tak perlu melakukannya. Aku ingin kau yang melakukannya untukku."

Saat ini tubuh mereka sangat dekat. Aroma sabun yang meruap dari tubuh wanita bernama lengkap Larisa Volkov itu membuat kejantanan Dominik mengeras. Tak menunggu lama, Dominik langsung menunduk dan melumat bibir Larisa.

Wanita sedikit terkejut. Bukannya menolak ia malah membalas lumatan Dominik hingga rambut hitam terkuncir langsung terurai.

"Kau ...," Dominik menggeram, tubuhnya semakin panas dan membara saat tangan Larisa bermain di balik celananya, "Aku akan menghukummu."

Larisa terkekeh. Ia menjauhkan tubuhnya dari Dominik kemudian berlari mendekati ranjang. Bukannya berdiam, Larisa justru melepaskan gaun hingga tubuhnya yang telanjang terlihat nyata.

Dominik tak tahan. Ia segera mendekati Larisa, membaringkan, kemudian menyerang tubuhnya dengan serangan bibir yang membuat Larisa mendesah.

"Dom, rasanya sangat nikmat."

Tangan Larisa meremas sepray. Tubuhnya menggeliat. Kakinya terbuka lebar dan matanya terpejam saat merasakan dingin yang begitu nikmat menyambar kewanitaannya.

"Oh, Dom, aku tak tahan lagi. Aku ...," desah Larisa. Pucuk dadanya semakin menegang menantikan sentuhan verbal dan dingin yang selalu dilakukan Dominik kepadanya.

Selalu ingin membuat Larisa tersiksa oleh kenikmatan, Dominik menjauhkan wajahnya dari sana lalu menyerang pucuk dadanya yang mengeras. Dominik melakukannya perlahan; membelai, mengecup kemudian bermain dengan lingualnya yang basah.

Larisa terus mendesah oleh kenikmatan yang diberikan Dominik kepadanya. Ia bahkan meminta ampun dan ingin segera mengakhiri semuanya. "Kumohon, Dom, aku tak tahan lagi. Aku ingin___"

Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Dominik langsung mengajak Larisa dalam ciuman panas sambil melepaskan celana. Begitu celananya dilepaskan, saat itulah Dominik melepaskan ciumannya dan kembali menyerang bagian bawah tubuh Larisa secara kasar.

Larisa meremas rambut Dominik dan memohon ampun. "Kumohon, Dom. Cepat selesaikan, aku tak tahan lagi, aku ... Ah."

Dominik semakin mempercepat gerakan lidahnya, membuat Larisa semakin basah sampai akhirnya tubuh mereka menyatuh.

"Oh," geram Dominik. Ia berada di atas tubuh Larisa sambil menggoyangkan pinggulnya.

Larisa mendesah. Gerakan tubuh pria itu membuatnya melayang ke udara. "Dom, aku cinta padamu. Aku cinta padamu, Dominik."

Suara Larisa membuat Dominik semakin cepat, cepat, cepat, dan ... "Ahhhh."

Desahan panjang keluar dari mulut Larisa saat dirinya mencapai puncak untuk pertama kali. Perlahan ia membuka mata dan tersenyum kepada Dominik. "Aku ingin di atas."

Pria itu tak membatah. Dengan gerakan hati-hati ia memutar tubuh membuat posisi mereka berubah. "Sekarang buktikan kehebatanmu."

Larisa tersenyum nakal sebelum pinggulnya mulai bergoyang di atas tubuh Dominik.

"Oh, Larisa. Kau benar-benar wanita penggoda dari neraka."

"Dom, ahhh," desah Larisa. Ia terus bergoyang di atas tubuh pria itu dengan mata terpejam, "Dom, aku tak tahan. Aku ...."

"Keluarkan, Larisa. Keluarkan."

Pinggul Larisa semakin cepat, cepat dan ... Ahhh. Desahan panjang saling bersahutan memenuhi ruangan. Larisa yang tadinya di atas tubuh Dominik kini terkulai penuh keringat.

Dominik membuka mata, menatap Larisa kemudian mencium pucuk kepalanya. "Aku mencintaimu."

Larisa tersenyum sambil memeluk tubuh Dominik. "Aku juga. Aku sangat mencintaimu, Dom."

Pria berusia dua puluh lima tahun itu menempelkan rahangnya di kelapa Larisa. Sambil mengusap kepala ia berkata, "Besok aku akan membawamu ke rumah. Aku akan memperkenalkanmu dengan orangtuaku."

Larisa terkejut. Ia mendongak menatap wajah Dominik yang sedang menatapnya. "Untuk apa?"

"Untuk apa?" Dominik tersenyum, "Aku ingin kita menikah, jadi aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa kaulah calon istriku."

Rasa bahagia langsung menyelimut Larisa. "Ka-kau ingin menikahiku?"

"Tentu saja. Apa kau tidak ingin kita menikah?"

"Bukan begitu, tapi ...," ekspresi di wajah Larisa berubah suram, "Aku takut."

"Takut kenapa?"

"Aku takut orangtuamu tidak akan setuju."

Dominik bangkit. Ia menyandarkan tubuh di sandaran ranjang lalu menarik Larisa ke dalam pelukan. "Kau tidak perlu takut, mereka akan setuju."

"Tapi, Dom ___"

Belum selesai berbicara, Dominik langsung melumat bibir Larisa.

Wanita itu yang awalnya terkejut akhirnya melembutkan bibir kemudian balas lumatannya. Mereka berpelukan, berciuman hingga tubuh mereka kembali bergairah.

Setelah puas, Dominik melepaskan bibir Larisa. Ia menatap sayu lalu berkata, "Apapun pilihanku, orangtuaku akan setuju. Percayalah padaku."

Larisa tak menjawab. Ia hanya mengangguk kemudian mencium Dominik hingga akhirnya mereka menghabiskan ronde ke dua dengan penuh cinta dan lebih dahsyat.

***

Di dalam apartemennya yang mewah sosok Dominik sedang merapikan setelan jasnya yang mahal. Di depan cermin mata serta rahang tegas yang berjambangnya terlihat datar. Meski terkesan pria dingin dan tegas bibir tipis serta hidungnya yang mancung membuat wajah Dominik sangat tampan.

Drtt... Drtt...

Getaran ponsel dari saku jas membuatnya terkejut. Perlahan ia mengambil benda itu dan menatap layar. Dilihatnya nama Larisa sebagai pemanggil. Sambil tersenyum sayang Dominik segera menyambungkan panggilan yang tak lain dari kekasih tercinta.

"Halo, Sayang?"

"Aku sudah selesai. Kapan kau akan menjemputku?"

"Aku akan segera ke sana," katanya sambil menatap wajah di cermin.

"Dom?" panggil Larisa, "Aku gugup. Rasanya aku takut bertemu orangtuamu."

"Kau tidak perlu takut, Sayang. Orangtuaku tidak jahat. Mereka pasti akan menyukaimu. Kau percaya padaku, kan?"

"Aku selalu percaya padamu. Kalau begitu sekarang kemarilah dan jemput aku sebelum aku berubah pikiran."

Tut! Tut!

Dominik tersenyum saat Larisa memutuskan panggilannya. Tak ingin sang pujaan hati menunggu lama ia segera memasukan kembali ponsel ke dalam jas kemudian meninggalkan apartemen.

Di sisi lain.

Dalam rumah megah bergaya Rusia yang dinding jendela kacanya begitu banyak sosok tegas Bogdan Fedorov sedang beradu mulut dengan wanita cantik yang tak lain adalah istrinya, Katerina. "Dominik sudah dewasa, Kate. Hanya dia satu-satunya pewaris perusahan kita. Ini sudah waktunya kita memikirkan siapa yang pantas untuk menjadi istrinya."

"Aku mengerti, tapi biarkan Dominik yang memilihnya sendiri."

"Tidak! Sudah terlalu lama kita menunggu keputusannya. Buktinya sampai saat ini dia tidak pernah mengajak wanita ke rumah ini. Sebagai orangtuanya kita harus bertindak. Karena kalau sampai aku meninggal sebelum Dominik menikah, siapa yang akan meneruskan Fedorov Enterprise kalau anak kita satu-satunya juga ikut meninggal."

"Kumohon, Bogdan," kata Katerina, "Jangan bicara seperti itu. Belum waktunya bagi kalian berdua untuk meninggal, kau bukan Tuhan yang bisa memutuskan begitu saja tentang kehidupan."

Saat ini Katerina sedang duduk di sofa panjang berwarna cokelat. Wanita yang memiliki rambut pirang keemasan dan tergerai indah dipadu model wave alami sedang menatap ke arah Bogdan yang sedang mondar-mandir penuh amarah. Lelaki bermata abu-abu dan rambut hitam itu adalah suaminya.

"Benar kata Bogdan, Kate. Di usia Dominik sekarang seharusnya dia sudah menikah. Kita tidak tahu usia kita sampai kapan. Dan kalau Bogdan meninggal sebelum Dominik punya anak, siapa yang akan meneruskan perusahan?"

Wanita yang berkata itu adalah nenek Fedorov, ibu Bogdan. Karena mengalami kecelakan fatal kaki nenek Fedorov harus diamputasi dan duduk di kursi roda.

Katerina menatap ibu dan anak itu secara bergantian. "Aku mengerti, tapi setidaknya berikan dia kesempatan sekali lagi. Dominik pasti bisa membuktikan kepada kalian bahwa dia bisa memberikan keturunan dan generasi berikutnya sebagi penerus Fedorov Enterprise. Aku yakin Dominik pasti punya pacar."

Nenek Fedorov mengendus. "Kalau punya, apakah gadis itu sederajat dengan kita?" ia menatap putranya, "Kau harus mencari menantu yang setara dengan derajat kita, Bogdan. Aku tidak mau Dominik menikah dengan wanita kampung yang ternyata hanya menginginkan harta kita, enak saja."

Bersambung___

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY